Sabtu, 08 Agustus 2015

Susunan strategi Staffing yang paling cocok untuk hotel

A. TAHAPAN PROSES STAFFING
1. Perencanaan karyawan Kegiatan ini dilaksanakan oleh bagian personalia dalam unit organisasi kerja. Diawali dengan pendataan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan, dan membuat susunan perencanaan proses rekruitmen Rekruitmen karyawan dilakukan untuk menggantikan pekerja lama yang telah berhenti dikarenakan pensiun, meninggal, mengundurkan diri atau diberhentikan karena suatu kebijakan tertentu. Pada organisasi pendidikan, penambahan dan rekruitmen jumlah karyawan/tenaga pengajar juga disesuaikan dengan penambahan jumlah pendaftaran peserta didik baru.
 2. Pelaksanaan seleksi dan penarikan karyawan yang dibutuhkan Dalam rekruitmen karyawan, terjadi tahapan pengumuman pendaftaran, tahapan pendaftaran sesuai bidang yang dibutuhkan, serangkaian tes/seleksi, dan pengumuman kelulusan. Para peserta yang lulus seleksi akhir, dinyatakan sebagai karyawan baru yang siap berkontribusi pada organisasi.
 3. Penempatan
a. Proses penempatan/staffing Setelah melihat potensi, keahlian dan kecakapan masing-masing dari karyawan baru yang terpilih, kegiatan selanjutnya adalah menempatkan mereka pada posisi dan jabatan yang sesuai dengan bidang keahlian mereka. Pada tahapan penempatan, karyawan juga diberikan arahan tentang analisis tugas yang harus diselesaikan serta deskripsi jabatan (job description), sehingga ketika sudah memasuki unit kerja dan memulai suatu pekerjaan, karyawan mempunyai panduan dan acuan dalam bekerja sesuai instruksi. Ia juga tidak akan bertindak sewenang-wenang mengerjakan tanggungjawab yang harus dikerjakan oleh orang lain karena sudah jelas job description-nya. Agar penempatan karyawan tersebut tepat guna, berdaya guna, dan berhasil guna, maka administrator dengan persetujuan pemimpin harus memperhatikan kesesuaian antara beban/jenis tugas yang akan diberikan dengan kondisi kemampuan pelaksanaannya oleh karyawan, sesuai dengan prinsip “the right man in the right place and time”.
 b. Hal yang harus diperhatikan dalam penempatan staff
a) Jenis kelamin (pria dan wanita). Tempatkan karyawan pada bidang yang tugas dan jenis pekerjaannya sesuai dengan kodrati mereka, sebab tidak semua pekerjaan dapat dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Pekerjaan yang membutuhkan tenaga lebih utama ditempatkan pekerja laki-laki daripada pekerja perempuan, dan pekerjaan yang membutuhkan ketelitian umumnya lebih tepat dilakukan oleh pekerja perempuan.
 b) Latar belakang pendidikan / ijazah yang dimiliki Posisi jabatan yang akan diberikan, disesuaikan dengan latar belakang pendidikannya, baik dari segi tingkatan jenjang pendidikan yang dimiliki sesuai ijazah, maupun jurusan yang dipilih pada waktu menempuh pendidikan tersebut. Misalnya, seorang sarjana teknik mesin dan sarjana pendidikan pada suatu organisasi pendidikan tentu ditempatkan pada unit kerja yang berbeda. Sarjana teknik ditempatkan pada unit teknisi dan sarjana pendidikan ditempatkan pada unit pengajaran/pendidikan sebagai tenaga pengajar.
 c) Pengalaman kerja terutama yang diminati atau telah ditekuni Dalam hal ini, pengalaman kerja menentukan kecakapan seseorang pada bidangnya. Jika terdapat dua orang atau lebih karyawan yang memiliki tingkat pendidikan yang sama dengan jurusan yang juga sama, untuk memilih siapa yang lebih berhak ditempatkan pada jabatan tertentu, pengalaman kerja bisa dijadikan pertimbangan oleh administrator atau pemimpin. Pengalaman membuktikan bahwa seseorang tersebut sudah terbiasa mengerjakan suatu pekerjaan, terbiasa menghadapi segala permasalahan dan resiko kerja, serta lebih ahli dalam bidang pekerjaan tersebut. Ia dapat dijadikan pemimpin dalam kelompok kerjanya dibandingkan dengan karyawan lain yang baru lulus kuliah dan tidak pernah bekerja sebelumnya.
 d) Kesehatan fisik Berhubungan dengan kuat atau tidaknya seorang pekerja melakukan tugas yang diberikan. Dalam proses seleksi wawancara dan pengisian data akan terindentifikasi riwayat kesehatan seorang karyawan. Hal ini harus diperhatikan oleh seorang pemimpin /administrator agar menempatkan para pekerja sesuai dengan riwayat kesehatannya. Misalnya, seorang pekerja dengan riwayat asma, tidak bisa ditempatkan pada unit kerja dimana terdapat faktor pencetus kambuh penyakit asmanya, biasanya penderita asma alergi terhadap zat-zat tertentu yang bisa membuatkan asmanya kambuh, misal pada bagian gudang arsip yang penuh debu, pada ruangan laboratorium kimia yang membutuhkan pendinginan (AC) tinggi, dll. Para pekerja yang memilki riwayat kesehatan yang buruk, sebaiknya diberikan kesempatan dan fasilitas untuk berobat atau jika perlu mengistirahatkan pekerja tersebut secara permanen/dipensiunkan, dan digantikan oleh pekerja lain.
 e) Minat, bakat dan hobi Ketiga hal ini merupakan nilai tambah, khusus pada organisasi kerja dengan jumlah karyawan yang banyak, sehingga peran-peran tanggungjawab terhadap suatu tugas akan lebih optimal bila dikerjakan sesuai minat, bakat dan hobi pekerja. Hal ini terjadi karena para pekerja akan menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan senang hati, bergairah dan semangat sesuai dengan hobi dan minat masing-masing.
 4. Pembinaan, pengembangan dan penilaian Pembinaan, penilaian dan pengembangan karyawan mengacu pada sistem karier dan hasil prestasi kerja.
Pada sistem karier yang dilihat adalah kecakapan karyawan yang bersangkutan, pengalamannya dalam bekerja, kesetiaan pada organisasi, pengabdian dari segi lamanya waktu bekerja dan syarat objektif lainnya. Sedangkan pada hasi prestasi kerja, diperhatikan kecakapannya dan prestasi yang telah dicapai dalam bidang pekerjaan yang ditekuni. Prestasi ini ditunjukkan dengan suatu tanda lulus atau sertifikat kecakapan, contohnya sertifikat uji kompetensi. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang karyawan tidak mungkin statis, tetapi harus dinamis serta senantiasa berusaha untuk dapat meningkatkan prestasi dan hasil karyanya, oleh karena itu keterampilan dan pengetahuan karyawan perlu dikembangkan melalui “in service training” Karyawan yang telah teruji keahlian dan tanggungjawabnya dalam bidang pekerjaan yang ditekuni, diberikan kesempatan pengembangan karier dengan kenaikan jabatan, kesempatan untuk mengikuti pelatihan, kesempatan melanjutkan pendidikan dll. Hal ini sesuai dengan UU No.8 tahun 1974 pasal 19 yang menyatakan bahwa pengangkatan dalam jabatan didasarkan atas prestasi kerja,disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, dapat dipercaya dan syarat objektif lainnya.
 5. Pemberhentian Pemberhentian merupakan pengakhiran masa jabatan seorang karyawan pada posisi/jabatannya disebabkan karena berbagai kebijakan. Faktor-faktor yang menjadi penyebab pemberhentian seorang karyawan diantaranya sebagai berikut :
a. Pensiun Pada unit organisasi pemerintahan, pensiunnya pekerja dikarenakan usia yang sudah lanjut, waktu masa jabatan yang sudah selesai, dll. Pada masa pensiun ini, seorang karyawan pemerintahan tetap mendapatkan tunjangan materi berupa uang pensiun setiap bulan. Sedangkan pada organisasi swasta, karyawan yang sudah pensiun hanya diberikan satu kali pada akhir masa jabatannya, selanjutnya perusahaan tidak bertanggungjawab lagi terhadap para mantan karyawan.
b. Pengunduran diri Dilakukan oleh seorang karyawan yang mengundurkan diri dari jabatan yang ditempatinya selama bekerja. Penyebabnya antara lain karenakan pindah pada bidang pekerjaan lain tetapi masih satu organisasi, pindah ke organisasi kerja lain , atau pindah domisili ke daerah lain , mengundurkan diri karena mengidap suatu penyakit sehingga tidak mampu lagi bekerja dan akan berkonsentrasi untuk tahap penyembuhan, dll.
c. PHK ( Pemutusan Hubungan Kerja) Umumnya dilakukan oleh pihak organisasi kerja dikarena kebijakan-kebijakan tertentu. Misalnya pendanaan yang kurang, perilaku negative karyawan yang berpengaruh pada hasil dan disiplin kerja yang buruk sehingga karyawan tersebut di PHK, perusahaan yang bangkrut, dll Meninggal, yang secara langsung memberhentikan karyawan dari posisi kerjanya.

 B. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM STAFFING/KEPEGAWAIAN

Demi suksesnya penataan kepegawaian, seorang administrator hendaknya dapat memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan kesejahteraan staffnya, bukan hanya dari segi materi tetapi juga kesejahteraan jasmani maupun rohani yang dapat mendorong karyawan bekerja lebih giat. Seorang adiministrator juga harus menyediakan situasi dan kondisi kerja yang layak dan memadai, tentram, aman dan nyaman sehingga para karyawan makin menyukai pekerjaannya, makin menekuni tugasnya, makin puas dengan hasil karyanya, bangga dengan jabatannya sehingga menimbulkan kepuasan lahir batin yang dapat senantiasa memotivasi peningkatan kariernya, disertai loyalitas kerja yang tinggi. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk kesejahteraan karyawan adalah sebagai berikut : Pemberian motivasi, agar karyawan bekerja lebih giat. Insentif/gaji yang layak Penghargaan, terhadap jasa-jasa karyawan yang bersifat membangun bagi unit kerja. Bimbingan dalam melakukan pekerjaan, bantuan dalam pekerjaan yang sulit. Kesempatan untuk mengupdate diri dan pengetahuan dengan memberikan kesempatan dan bantuan dalam rangka peningkatan karier, seperti bantuan dana melanjutkan pendidikan, mengikuti penataran, dll selama tidak menganggu pekerjaan. Mengurus dan mengusulkan kenaikan jabatan dan gaji tepat waktu sesuai dengan peraturan yang berlaku. Mempererat ikatan sosial antar karyawan, dengan membentuk koperasi karyawan, kegiatan-kegiatan seperti olahraga, diskusi dll yang berhubungan dengan pengembangan potensi dan hobi karyawan. Langkah Langkah yang harus dilakukan dalam merekrut,menseleksi,memberikan orientasi, serta penempatan SDM SELEKSI Qualified tidaknya pelamar yang akan diseleksi sangat tergantung pada pengadaan tenaga kerja (rekrutmen). Pengadaan tenaga kerja yang efektif akan menghasilkan tersedianya sejumlah pelamar yang qualified. Seleksi dan orientasi merupakan bagian dari proses penyusunan kepegawaian (staffiying). Proses penyusunan kepegawaian yang berfungsi untuk mendapatkan the right people in the right position at the right time, merupakan salah satu tugas penting manajemen SDM. Proses seleksi bersama dengan proses pengadaan tenaga kerja, merupakan dua tahapan manajemen SDM yang memberikan darah kehidupan bagi organisasi/perusahaan. Seleksi adalah proses pemilihan calon pegawai yang telah menyampaikan lamaran pekerjaan pada instansi/perusahaan (French, 1986; Nitisemito, 1992). Sedangkan Siagian (1994) menyebutkan bahwa seleksi adalah berbagai langkah spesifik yang diambil untuk memutuskan pelamar mana yang akan diterima dan pelamar mana yang akan ditolak. Ditegaskan oleh Martoyo (1994), seleksi adalah pemilihan tenaga kerja yang sudah tersedia untuk mendapatkan tenaga kerja yang memenuhi syarat dan memiliki kualifikasi yang sesuai deskripsi jabatan dan atau sesuai dengan kebutuhan organisasi. Sedangkan Schuler (1990) menyatakan bahwa seleksi adalah proses pengumpulan data tentang pelamar pekerjaan untuk menentukan siapa yang layak dikontrak untuk posisi jangka pendek atau jangka panjang. Berdasarkan tahapan dalam penerimaan calon pegawai, proses seleksi dimulai dari penerimaan lamaran dan berakhir dengan keputusan terhadap lamaran tersebut. Langkah-langkah antara proses dimulai dan diakhiri merupakan usaha pengkaitan antara kepentingan calon pegawai dan kepentingan organisasi.

 I. TUJUAN SELEKSI
 Menjamin perusahaan memiliki karyawan yang tepat untuk suatu jabatan/ pekerjaan. Memastikan keuntungan investasi SDM perusahaan. Mengevaluasi dalam mempekerjakan dan penempatan pelamar sesuai minat. Memperlakukan pelamar secara adil dan meminimalkan deskriminasi. Memperkecil munculnya tindakan buruk karyawan yang seharusnya tidak diterima.

 II. BEBERAPA FAKTOR PENTING DALAM SELEKSI
 Sebagaimana telah dipaparkan di atas, proses seleksi bukanlah suatu kegiatan yang berdiri sendiri. Artinya seleksi ditentukan oleh sejumlah faktor dan menentukan faktor lainnya. Dengan demikian berarti terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi proses seleksi dan dipengaruhi oleh proses seleksi.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SELEKSI : 

a. Kondisi Penawaran Tenaga Kerja Semakin besar jumlah pelamar yang memenuhi syarat (qualified), maka akan semakin mudah bagi organisasi untuk memperoleh karyawan yang berkualitas dan sebaliknya. Pada saat rekrutmen bisa terjadi jumlah calon yang terjaring lebih kecil dari yang diharapkan. Kondisi tersebut dimungkinkan oleh : Imbalan/upah yang ditawarkan rendah. Pekerjaan menuntut spesialisasi yang tinggi. Persyaratan yang harus dipenuhi berat. Mutu pelamar rendah.

 b. Faktor Eksternal Organisasi
 1) Faktor Etika Dalam proses seleksi, masalah etika seringkali menjadi tantangan yang berat. Keputusan seleksi seringkali dipengaruhi oleh etika pemegang keputusan. Bila pertimbangan penerimaan lebih condong karena hubungan keluarga, teman, pemberian komisi/suap dari pada pertimbangan keahlian/professional, maka kemungkinan besar karyawan baru yang dipilih jauh dari harapan organisasi.
 2) Ketersediaan Dana dan Fasilitas Organisasi seringkali memiliki keterbatasan seperti anggaran atau fasilitas lainnya. Sebagai contoh, besar kecilnya anggaran belanja pegawai menentukan berapa jumlah pegawai baru yang boleh direkrut.
 3) Faktor Kesamaan Kesempatan Budaya suatu daerah dalam memperlakukan masyarakatnya juga merupakan tantangan dalam proses seleksi. Diskriminasi masih sering ditemukan dalam merekrut/menseleksi pegawai yang disebabkan oleh warna kulit, ras, agama, umur, jenis kelamin, dan sebagainya. Sebagai contoh kebijaksanaan organisasi (walau tidak tertulis) yang lebih menyukai pegawai pria atau wanita. Kenyataan ini menghambat proses seleksi secara wajar.

c. Perangkat Organisasi Selain faktor-faktor di atas, seleksi juga dipengaruhi oleh keberadaan perangkat organisasi seperti :
 1) Analisis Jabatan Analisis jabatan merupakan semacam pedoman bagi kegiatan proses seleksi. Analisis jabatan memberikan informasi tentang uraian jabatan, spesifikasi jabatan, standarisasi pekerjaan serta persayaratan yang harus dipenuhi untuk memegang jabatan tersebut. dengan demikian, seleksi yang dilakukan harus mengacu pada analisis jabatan. Seleksi tanpa acuan analisis jabatan (tentu yang benar) niscaya sulit untuk mendapatkan calon pegawai sebagaimana yang dibutuhkan organisasi. Analisis jabatan ini merupakan arah atau petunjuk tentang target apa yang hendak dicapai pada saat seleksi.
 2) Perencanaan SDM Dari perencanaan SDM, akan dapat diketahui berapa jumlah calon pegawai yang dibutuhkan oleh organisasi, pada jenjang apa dan di bagian mana, dan persyaratan apa yang harus dipenuhi oleh pelamar.
 3) Pengadaan Tenaga Kerja (Rekrutmen) Rekrutmen yang dilakukan akan berpangaruh pada proses seleksi. Qualified tidaknya pelamar yang akan diseleksi sangat tergantung pada pengadaan tenaga kerja (rekrutmen). Pengadaan tenaga kerja yang efektif akan menghasilkan tersedianya sejumlah pelamar yang qualified dan sebaliknya. Jenis dan sifat berbagai langkah yang harus diambil tergantung pada hasil rekrutmen.

FAKTOR-FAKTOR YANG DIPENGARUHI SELEKSI :
 a). Orientasi
 b). Diklat
 c). Pengembangan
 d). Perencanaan Karier
 e). Penilaian Prestasi Kerja
 f). Kompensasi
 g). Perjanjian Kerja
 h). Pengawasan Personalia

III. DASAR KEBIJAKAN SELEKSI

Tujuan utama seleksi adalah untuk mendapatkan tenaga kerja yang memenuhi syarat dan memiliki kualifikasi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, maka dasar kebijakan dalam seleksi adalah pemenuhan persyaratan kualifikasi yang menjadi dasar dalam proses seleksi, yang menckup :
1. Keahlian Idealnya keahlian merupakan kualifikasi utama dasar kebijaksanaan proses seleksi. Keahlian yang dimaksud dapat berupa kemampuan teknik, Human Skill, dan Conceptual Skill. Kemampuan teknik adalah ketrampilan fisik (tangan) seorang pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan Human Skill, adalah keahlian berkomunikasi di dalam berhubungan dengan orang lain dan atau mempengaruhi orang lain. Conceptual Skill adalah kemampuan membuat suatu konsep serta menuangkan atau mengaplikasikannya dalam bentuk kagiatan.
2. Pengalaman Pada kondisi di mana penawaran tenaga kerja lebih banyak dari permintaan, maka pengalaman kerja pelamar menjadi keunggulan tersendiri. Kecenderungan organisasi/perusahaan lebih memilih mereka yang berpengalaman karena mereka dipandang lebih mampu mengerjakan tugas yang nantinya akan diberikan. Besarnya pengaruh pengalaman pada keputusan seleksi seringkali menyebabkan pelamar membuat pengalaman “palsu”. Untuk menghindari hal tersebut, maka cek dan recek harus dilakukan.
3. Jenis Kelamin Hingga saat ini kita masih mendengar perjuangan kaum wanita di beberapa negara yang belum mendapatkan hak yang sama dengan pria. Namun demikian bukan berarti wanita dengan serta-merta bebas diletakkan di semua jenis pekerjaan. Sebagai dontoh, perundang-undangan melarang setiap perusahaan untuk memperkerjakan wanita di pertambangan. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kelamin menjadi salah satu dasar dalam proses seleksi.
4. Pendidikan (Formal dan Nonformal) Kualifikasi pelamar merupakan cerminan dari hasil pendidikan dan latihan yang diperoleh sebelumnya. Pendidikan dan pelatihan pelamar akan menentukan hasil seleksi terutama yang berkaitan dengan kesesuaian antara kualifikasi pelamar dengan kualifikasi yang diharapkan organisasi. Pendidikan dan latihan yang pernah dialami pelamar sebelumnya juga dapat menentukan hasil seleksi selanjutnya seperti keputusan penempatan bila yang bersangkutan diterima, sehingga “The right man on the right place” lebih dapat didekati.
5. Keadaan Fisik/Kesehatan Keadaan fisik seseorang (terutama kesehatannya) dipercaya memiliki pengaruh yang besar terhadap produktivitas kerjanya. Karena semua organisasi/perusahaan senantiasa ingin memperoleh tenaga kerjanya yang sehat jasmani dan rohani. Di samping itu untuk jenis pekerjaan tertentu (ABRI, Pramugari, foto model) selain kesehatan juga dipertimbangkan mengenai postur tubuh (tinggi dan berat badan). Calon pelamar yang memiliki kondisi kesehatan dan postur tubuh yang lebih baik jelas lebih beruntung dalam proses seleksi (tentunya dengan tetap mempertimbangkan faktor-faktor lainnya).
6. Penampilan Pada pekerjaan-pekerjaan tertentu, penampilan menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam seleksi. Pramugari, foto model, pelayan toko, pelayan restoran dan lain-lain merupakan contoh pekerjaan yang mempertimbangkan penampilan. Untuk pekerjaan lainnya, tampang merupakan pertimbangan tambahan. Yang dimaksud dengan tampang (personal appearance) adalah tampak seseorang di hadapan orang lain atau yang tampak pada orang lain.
7. Bakat Penilaian bakat (aptitude) calon pelamar turut memegang kunci sukses kelulusan seleksi. Psikotes merupakan salah satu cara penseleksian untuk dapat melihat bakat atau potensi yang ada pada diri pelamar. Bakat positif yang dimiliki pelamar merupakan modal bagi organisasi di kemudian hari.
8. Temperamen Temperamen yang dimaksud disini adalah hal-hal yang berkaitan dengan keseimbangan emosional seseorang, emosi tidak berkaitan dengan pendidikan, pengalaman, usia, atau jenis kelamin. Pengakitan temperamen dalam proses seleksi terutama dihubungkan dengan penilaian perkiranaan sikap pelamar dalam menghadapi pekerjaan dan rekan kerjanya. Pensikapan yang salah pada pekerjaan dan rekan sekerja dapat menyebabkan tidak optimalnya hasil kerja.
9. Karakter Karakter yang dimaksud adalah sifat atau sikap sesorang dalam keseharian seperti periang, pendiam, pemarah, tenang/kalem, pemurung, selalu bersemangat, selalu pesimis, dan sebaginya.

IV. PROSEDUR SELEKSI

Seleksi pada kenyataannya merupakan proses yang kompleks di mana langkah satu dengan lainnya saling berkaitan. Menurut Handoko (1994) terdapat tujuh langkah dalam prosedur seleks yang biasa digunakan. Bagi pelamar yang berasal dari suplai internal, kadang-kadang tidak perlu melalui beberapa langkah, seperti penerimaan pendahuluan, pemeriksaan referensi atau evaluasi medis (kesehatan). Bagi pelamar eksternal, langkah-langkah seleksi yang harus diikuti adalah sebagai berikut :

Tahap 1. Penerimaan Pendahuluan Penerimaan pendahuluan merupakan langkah pertama dari proses seleksi. Kerana proses seleksi berlangsung dua arah, artinya organisasi akan menseleksi pelamarnya dan peamar juga akan meseleksi organisasi di mana ia berharap akan bekerja, maka penerimaan pendahuluan yang akan menumbuhkan kesan pertama merupakan langkah yang penting. Pada penerimaan pendahuluan organisasi akan memperoleh kesan pertama tentang palamar malalui pengamatan tentang penampilan. Begitupun halnya dengan pelamar, ia akan memperoleh kesan tentang organisasi yang akan dimasukinya. Dari kesan pertama ini kedua belah pihak akan mengambil keputusan apakah akan melanjutkan ke langkah berikutnya atau tidak.

Tahap 2. Tes-Tes Penerimaan Berbagai tes atau ujian diselenggarakan untuk memperoleh informasi yang obyektif dengan tingkat akurasi yang tinggi. Hasil tes tersebut akan memberikan informasi tentang cocok tidaknya pelamar dengan jabatan atau pekerjaan yang akan dipercayakan kepadanya. Secara umum terdapat tiga jenis tes yang akan diujikan pada pelamar yaitu :
-Tes Pengetahuan Dasar
Tes ini dilakukan untuk menguji pengetahuan pelamar tentang berbagai hal, misalnya tes untuk menguji pandangan seseorang tentang suatu masalah yang sedang dibicarakan.
-Tes Psikologi
Tes ini berguna untuk menguji kepribadian, bakat, minat kecerdasan dan keinginan berprestasi. Bentuk-bentuk tes psikologi meliputi :
    – Tes kecerdasan (intelligence test)
    – Tes kepribadian (personality test)
    – Tes bakat (aptitude test)
    – Tes minat (interest test)
    – Tes prestasi (achievement test)
- Tes Pelaksanaan Pekerjaan (Performance Test)
Yaitu test yang mengukur kemampuan untuk melaksanakan beberapa bagian pekerjaan yang akan dipegangnya. Sebagai contoh, tes mengetik untuk calon pengetik. Agar berbagai tes di atas benar-benar memberikan informasi yang ingin digali dari pelamar, maka ada dua persyaratan yang harus dipenuhi yaitu : validitas dan realibitas. Yang dimaksud dengan validitas adalah bahwa nilai yang didapat oleh seseorang terkait dengan pelaksanaan pekerjaan atau dengan berbagai kriteria obyektif lainnya yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan perkataan lain, tingkat validitas dapat dikatakan tinggi bila hubungan antar hasil tes dengan prestasi kerja semakin kuat. Sedangkan sebaliknya bila keterkaitan hasil tes lemah, maka tingkat validitasnya rendah. Sedangkan yang dimaksud dengan realibilitas (dapat dipercaya) ialah bahwa hasil yang diperoleh konsisten setiap kali tes tersebut dilakukan. Jika hasil tes bervariasi setiap kali dilakukan, maka berarti tes tersebut tidak dapat dipercaya (unreliable). Penting untuk diingat bahwa tes yang dapat dipercaya pasti tidak valid.

Tahap 3. Wawancara Seleksi Wawancara seleksi adalah percakapan formal dan mendalam yang dilakukan untuk mengevaluasi hal-hal yang dapat diterimanya atau tidak. Pada tahap ini pewawancara berusaha mendapatkan jawaban tentang dua hal yaitu :
(1) Dapatkah pelamar melaksanakan pekerjaan,
(2) Bagaimana kemampuan pelamar dibandingkan dengan pelamar-pelamar lain.

Wawancara merupakan teknik yang paling banyak digunakan. Wawancara juga memiliki fleksibilitas yang tinggi, karena dapat diterapkan pada semua calon pegawai karyawan manajerial maupun operasional, berketerampilan rendah maupun berketerampilan tinggi. Teknik ini juga memungkinkan pertukaran informasi dua arah. Pewawancara dapat mempelajari pelamar dan pelamar dapat mempelajari pewawancara. Wawancara merupakan kontak langsung antara calon pegawai dengan perusahaan yang akan memperkerjakannya (yang diwakili oleh pewawancara). Calon pegawai akan mengekspresikan ide dan perilakunya secara penuh pada wawancara ini. Keduanya (perusahaan dan calon pegawai) akan mempersiapkan sebaik mungkin hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditawarkan. Namun demikian teknik wawancara memiliki kelemahan, karena subyektivitas pada cara wawancara, sangat tinggi. Meskipun demikian cara ini tetap berguna untuk mendapatkan calon pegawai yang qualified. Beberapa masalah yang timbul dalam wawancara yang diakibatkan subyektivitas pewawancara :

a. Bias Personal Kesalahan yang diakibatkan prasangka pribadi pewawancara terhadap kelompok-kelompok tertentu. Sikap pewawancara yang like or dislike terhadap pelamar menyebabkan terjadinya kesalahan di dalam menyimpulkan hasil wawancara. Sebagai contoh, seorang pewawancara mungkin ia tidak menyukai suatu suku tertentu, dan kebutuhan orang yang diwawancarai itu berasal dari suku yang tidak disukainya itu.
b. Halo Effect Hallo Effect adalah suatu istilah untuk kesalahan pengambilam keputusan akibat perilaku atau penampilan pelamar saat wawancara berkesan baik. Kesalahan ini terjadi karena informasi tentang pelamar yang digunakan oleh pewawancara sangat terbatas. Kelebihan calon dalam penampilan atau tata krama akan berkesan baik pada pewawancara. Begitu besarnya kesan yang tertanam dalam jiwa pewawancara, sehingga kesalahan pelamar di dalam menjawab menjadi terabaikan. Contoh, pelamar yang berpakaian rapi dan berpenampilan menarik (termasuk cantik dan ganteng) dan bertata krama sopan akan diperlukan sebagai calon unggul sebelum wawancara dimulai. c. Horn Effect Sebagaimana Hallo Effect, kesalahan Horn Effect tejadi karena informasi tentang pelamar yang digunakan oleh pewawancara terbatas. Horn Effect adalah kebalikan dari Hallo Effect. Bila dalam Hallo Effect kesalahan diakibatkan oleh kesan positif pewawancara, maka dalam Horn Effect kesalahan diakibatkan kesan negatif pewawancara terhadap pelamar.

Contoh : seorang pelamar menggunakan blue jeans atau pakaian santai diangap bersikap kurang sopan dan kurang menghargai wawancara. Kesan buruk pewawancara terhadap calon dapat menyebabkan calon tersebut tidak akan diunggulkan sebagai calon terpilih. d. Pertanyaan-Pertanyaan Menuntun (Leading Question) Kesalahan ini akibat pertanyaan yang diajukan pewawancara lebih bersifat menuntun (tertutup). Pada gilirannya model pertanyaan ini menyulitkan pelamar untuk mengekspresikan jawabannya.

Contoh : – Apakah saudara menyenangi pekerjaan yang ditawarkan? – Setujukah saudara bahwa keuntungan perusahaan adalah hal yang utama? e. Dominasi Pewawancara Kesalahan ini akibat pewawancara menggunakan waktu wawancara untuk percakapan sosial atau membanggakan kehebatannya. Misalnya, penggunaan waktu oleh pewawancara untuk menceritakan rencana-rencana pribadinya di dalam mengembangkan perusahaan atau menggunakan waktu untuk menceritakan betapa pentingnya posisinya sebagai pewawancara yang akan menentukan kelulusan pelamar.

Tahap 4. Pemeriksaan Referensi Secara umum terdapat dua jenis referensi. Yang pertama adalah referensi pengalaman pendidikan atau pengalaman kerja pelamar dan yang kedua referensi personal pelamar. Referensi pengalaman kerja dan pengalaman pendidikan dibutuhkan untuk mengetahui spesialisasi keahlian yang dimiliki pelamar, sedangkan referensi personal digunakan untuk mengetahui sikap dan perilaku pelamar. Umumnya kedua referensi terebut diserahkan secara tertulis. Kenyataan menunjukkan bahwa sangat jarang organisasi/perusahaan mendapatkan referensi tertulis yang benar. Untuk mengatasi hal tersebut organisasi melakukan pemeriksaan ulang (recheck) melalui telepon kepada pemberi referensi.

Tahap 5. Evaluasi Medis (Tes Kesehatan) Langkah ini dilakukan untuk menjamin bahwa pelamar berada dalam kondisi fisik yang sehat. Cara yang biasa dilakukan untuk mengevaluasi kesehatan pelamar adalah dengan meminta surat keterangan dokter dan melakukan sendiri evaluasi medis. Tujuan yang ingin dicapai dengan evaluasi medis adalah : a. Menjamin bahwa pelamar tidak menderita suatu penyakit yang berbahaya, kronis atau menular. b. Memperoleh informasi apakah fisik pelamar mampu menghadapi tantangan pekerjaan. c. Meperoleh gambaran tentang tinggi-rendahnya premi asuransi yang harus dibayar.

Tahap 6. Wawancara Oleh Penyelia (supervisor) Karena atasan langsung adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang akan menjadi bawahannya, maka pendapat dan persetujuan atasan langsung harus menjadi pertimbangan sebelum dilakukan keputusan penerimaan. Dengan posisi dan pengalamannya, atasan langsung mempunyai kemampuan untuk mengevaluasi kecakapan teknis pelamar dan menjawab pertanyaan-pertanyaan pelamar tentang pekerjaan yang akan dijalankannya secara lebih tepat.

Tahap 7. Keputusan Penerimaan Langkah terakhir dalam proses seleksi adalah pengambilan keputusan penerimaan. Siapa yang akhirnya mengambil keputusan atas lamaran yang diterima dan apapun hasilnya (diterima atau ditolak), yang jelas keputusan tersebut harus diberikan pada para pelamar. Pengambilan keputusan adalah tindakan yang tepat dan sangat etis sekaligus untuk menjaga citra organisasi/perusahaan. Tindakan pengambilan keputusan dikatakan tepat dan etis karena dengan demikian organisasi menunjukkan kepeduliannya terhadap nasib orang-orang pencari kerja. Setelah keputusan penerimaan diambil, seluruh dokumen pelamar (yang diterima maupun ditolak) disimpan secara terpisah dengan rapi dan baik. Dokumen pelamar yang diterima akan berguna dikemudian hari dalam membina dan mengembangkan karier pegawai yang bersangkutan. Dan dokumen pelamar yang tidak dapat diterima dapat bermanfaat untuk pengadaan tenaga kerja atau perekrutan tenaga kerja di masa mendatang. Proses seleksi merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh proses sebelumnya, maka keberhasilan seleksi sangat tergantung pada hal-hal seperti perencanaan SDM, pengadaan tenaga kerja, penetapan kualifikasi calon pegawai, dan variasi teknik seleksi yang digunakan. Dengan perhatian dan perlakuan yang cermat pada faktor-faktor di atas, organisasi/perusahaan dapat memperkerjakan orang yang cakap dan tepat. Setelah proses seleksi berakhir, maka langkah berikutnya dalam manajemen sumber daya manusia adalah orientasi.

V. ORIENTASI

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa saat pertama kali seseorang bekerja di lingkungan yang baru, akan nampak bahwa orang tersebut tidak familiar terhadap pekerjaannya. Situasi seperti itu juga terjadi pada mereka yang telah berpengalaman dalam pekerjaannya. Suasana serba baru seperti lingkungan kerja baru, teman kerja baru, prosedur kerja baru dan sebagainya dapat membuat pegawai baru merasa cemas, dan tidak aman. Untuk mengatasi perasaan cemas dan tidak aman pada pegawai baru, organisasi/perusahaan membuat program pengenalan yang disebut dengan orientasi. Orientasi adalah program yang dirancang untuk menolong pegawai baru (yang lulus seleksi) mengenal pekerjaan dan perusahaan tempatnya bekerja. Program orientasi sering juga disebut dengan induksi. Yakni memperkenalkan para karyawan dengan peranan atau kedudukan mereka, dengan organisasi dan dengan karyawan lain. Orientasi dilaksanakan karena semua pegawai baru membutuhkan waktu untuk dapat menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan kerjanya yang baru.

V. ASPEK PROGRAM ORIENTASI

 Menurut Martoyo (1994), terdapat beberapa aspek yang tercakup dalam program orientasi, yaitu :
1. Masalah-masalah Organisasional, yang meliputi : Sejarah singkat organisasi, Organisasi perusahaan, Nama dan jabatan para direktur, Layout fasilitas-fasilitas yang tersedia, Periode percobaan, Kebijaksanaan dan aturan perusahaan, Peraturan-peraturan disiplin, Prosedur keamanan, Buku pedoman karyawan, Proses produksi, Produk/jasa lain yang dihasilkan.
2. Perkenalan dengan Staf Pelaksanan, yang meliputi : Atasan Pelatih Rekan sekerja Bagian bimbingan karyawan
3. Tunjangan Karyawan, yang meliputi : Upah/gaji Cuti dan libur Jam istirahat Latihan dan pendidikan Konseling Asuransi Program pensiun Pelayanan organisasi terhadap karyawan Program rehabilitas
4. Tugas-tugas jabatan, seperti : Lokasi Pekerjaan Tugas-tugas pekerjaan Kebutuhan keamanan Fungsi jabatan Sasaran-sasaran pekerjaan Hubungan/keterkaitan dengan pekerjaan lainnya. Tidak semua program di atas harus dijalankan pada masa orientasi. Ruang lingkup program orientasi yang diberikan sangat tergantung pada kondisi organisasi, dan posisi atau jabatan yang akan dipegang oleh pegawai baru.
Sebagai contoh : ruang lingkup program orientasi yang diberikan pada pegawai baru yang akan menduduki jabatan yang cukup tinggi lebih luas dari pegawai baru yang menduduki jabatan yang rendah. Namun demikian sejumlah informasi umum patut diberikan pada semua pegawai baru. Informasi tersebut meliputi :
   a) sifat dan sejarah perkembangan perusahaan,
   b) gambar proses produksi serta keadaan perusahaan. Sedangkan hal-hal khusus yang berhubungan dengan pekerjaan yang perlu diketahui oleh pekerja baru adalah : a) Kondisi kerja
                                          b) Upah dan jaminan sosial
                                          c) Program kesehatan dan keselamatan
                                          d) Program pelayanan
                                          e) Uraian jabatan (Job Description)
                                          f) Tempat dan peralatan kerja
                                          g) Teman/bawahan dalam bekerja
                                          h) dan lain-lain yang sesuai dengan kebutuhan penyesuaian diri.
Ditinjau dari aspek waktu, masa orientasi dapat dilakukan dalam beberapa jam, beberapa minggu atau beberapa bulan. Pengenalan mengenai perusahaan dan atau pekerjaan pada pegawai baru dalam masa orientasi bukanlah yang pertama. Karena pada saat proses seleksi secara langsung maupun tidak, pegawai baru telah diperkenalkan dengan kedua hal tersebut. secara umum informasi mengenai perusahaan dan tugas dapat memberikan melalui wawancara, pertemuan dan diskusi grup, buku saku, film atau kombinasi dari semuanya. Selain untuk mengenalkan pegawai baru dengan perusahaan/pekerjaannya, pada masa orientasi juga dilakukan penilaian kepegawaian. Untuk mengetahui kemajuan pegawai baru dapat digunakan daftar kemajuan pegawai (Checklist) yang juga merupakan tindak lanjut hasil wawancara (saat seleksi).

VI. KEBERHASILAN ORIENTASI

 Orientasi bertujuan untuk mempercepat masa adaptasi sehingga pegawai baru dapat bekerja lebih depat dan lebih baik. Namun tidak semua orientasi menjamin hasil yang baik. Pemberian informasi yang tidak tepat dapat menimbulkan situasi yang buruk bagi pegwai baru maupun organisasi/ perusahaan. Banyak informasi yang diberikan dapat menyebabkan pegawai baru kewalahan. Sementara pemberian informasi yang tidak tepat waktu atau tidak tepat takarannya dapat menimbulkan kecemasan pada diri pegawai baru. Banyak informasi yang tidak layak diberikan pada pegawai baru juga dapat berarti “bocornya” rahasia organisasi. Oleh karena itu perancang program orientasi harus sensitiv melihat hal tersebut. Dengan demikian orientasi dapat mempercepat masa adaptasi dan menjadikannya produktif dan tidak sebaliknya. Martoyo (1994) berpendapat bahwa keberhasilan pelaksanaan program orientasi sangat tergantung pada pegawai baru dan organisasi yang menerimanya. Keberhasilan program orientasi dapat ditandai oleh situasi di aman pegawai baru merasa mantap atau kerasan dan pegawai lama menerima pegawai baru tersebut dengan baik. Sebaliknya bila pada masa orientasi timbul kesalahpahaman di antara pegawai lama dan pegawai baru atau pegawai baru tidak betah, maka hal ini berarti orientasi kurang berhasil. Agar orientasi berhasil guna, menurut French (1986) prosedur orientasi layaknya melalui perencanaan di mana program tersebut dikhususkan untuk memecahkan persoalan spesifik pegawai baru. Menurutnya pula bahwa kunci proses program orientasi pada pendekatan yang digunakan. Pendekatan yang partisipatif, sambutan yang hangat, dan perhatian pada individu merupakan hal yang vital dalam program orientasi. Pada sebagian perusahaan, masa orientasi juga dimanfaatkan sebagai masa percobaan. Dilakukannya masa percobaan dengan maksud mengurangi masa risiko akibat kesalahan pada saat rekrutmen maupun seleksi. Pada masa percobaan dapat dinilai kemampuan, kedisiplinan dan kerja sama dengan teman kerjanya. Bila dalam masa percobaan, karyawan tersebut tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan, perusahaan dapat memberhentikan mereka tanpa wajib memberikan pesangon. Masa percobaan biasanya antara 3 – 6 bulan kerja. Masa percobaan memang akan mengurangi risiko kesalahan yang dibuat dalam rekrutmen dan seleksi, namun tidak menghilangkannya sama sekali. Karena bisa jadi pada masa percobaan mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk lolos dari masa percobaan tersebut. Mereka tidak akan menampakkan sifat aslinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar