Selasa, 25 September 2012

Film - Pasangan Muda

http://www.mediafire.com/?0t6qoswsshzt48a

Film - SMP Mesum

http://www.mediafire.com/?o1shobkuz3oe1cb

Cerita Sedarah - Si Buah Hati

Dedi, 44 tahun, nampak gelisah di atas tempat tidurnya, sulit tidur. Jam baru saja menunjukkan pukul 2 lewat. Dia melirik ke sampingnya, istri keduanya, Teti, 30 tahun yang baru ia nikahi 2 tahun yang lalu nampak tidur pulas. Dedi menghela nafas, perlahan turun dari tempat tidur, keluar kamar. Pelan – pelan tak mau membangunkan istrinya. Di luar ia menuju dapur, membuat secangkir minuman hangat. Ia lalu membawanya ke sofa, duduk agak berbaring. Pusing, banyak yang dipikirkan.

Mulutnya asem banget....belakangan ini memang ia berhenti atau tepatnya memaksakan diri berhenti dulu. Demi tujuan dan keinginannya. Dokter ahli kandungan yang menyarankan, sesuatu yang sebenarnya Dedi tergelitik untuk memperdebatkannya......banyak teman yang ia kenal, baik yang perokok biasa, perokok berat, atau perokok kelas berat yang tetap punya anak. Dari pemeriksaan, secara klinis dia tak bermasalah, spermanya baik secara kualitas dan kuantitas, sehat. Namun kata dokter itu, bila bisa berhenti merokok, lebih baik. Dedi menurut, toh demi hasrat yang ia dambakan. Namun tetap ia menyimpan cadangan di laci meja kerjanya di kantor atau di rumah, buat darurat. Dan malam ini Dedi butuh merokok sejenak, dia mengambil rokok lalu menyalakannya. Mulai kembali berpikir.

Istrinya, atau sekarang sebaiknya disebut istri pertamanya, Anna, 38 tahun, cantik dan mempesona, seperti biasanya....., tentu saja Dedi mencintainya, sampai kapanpun ia akan tetap mencintai wanita ini. Perkawinannya sudah berjalan selama hampir 18 tahun, mengiringi semua perjalanan karirnya, melewati semua suka dan duka. Anna memang cinta sejatinya. Sayangnya kesempurnaan rumah tangganya tidak lengkap. Mereka tak mempunyai keturunan. Sebenarnya dari awal menikah, Deddi sudah tahu...ia tak akan pernah mendapatkan keturunan dari Anna. Anna di masa pacaran, sewaktu menjelang mereka membicarakan keinginan menikah, secara jujur mengatakan kekurangan dirinya. Semasa mudanya, sekitar usia 15, Anna pernah mengalami kecelakaan motor, menyebabkan pendarahan hebat di bagian dalam perut dan sekitarnya. Bisa diselamatkan, sayangnya, kecelakaan itu juga merusak bagian rahimnya. Dokter memvonis Anna tak akan bisa hamil. Namun cinta Deddi memang besar terhadap Anna, dan juga ia menghargai kejujuran Anna, mereka tetap menikah, dan Deddi bahagia. Tak pernah ia mempermasalahkan masalah anak, tak pernah......setidaknya sampai 2 atau 3 tahun belakangan......

Sebenarnya ada Beni, 17 tahun, keponakan sekaligus sudah mereka anggap anak. Ceritanya, setelah 2 tahun awal perkawinan mereka, dengan kepastian tak akan pernah mendapatkan keturunan, Anna memutuskan mengambil Beni untuk dia asuh, yang juga Dedi setujui. Anna hanya mempunyai seorang kakak yaitu Wawan, 45 tahun. Orangtua mereka sudah tiada, dan Wawan sangat menyayangi adiknya ini, demikian sebaliknya, juga Wawan sangat menghargai Dedi yang berbesar hati mau menerima kekurangan adiknya. Wawan juga sudah menikah dengan Nani, 42 tahun, dan dikaruniai 3 orang anak, semuanya lelaki. Nah anak terakhirnya yaitu Beni ini. Waktu itu usianya 1 tahun. Anna sangat menyukai Beni kecil ini, menggemaskan hatinya. Ia lalu berembuk dengan Dedi suaminya mengenai keinginannya untuk mengasuh anak itu. Dedi setuju. Mereka lalu membicarakan hal ini pada Wawan, sambil berharap semoga disetujui, biar Wawan menyayangi adiknya, tapi belum tentu ia mau menyerahkan anaknya untuk diasuh oleh orang lain. Mereka membicarakan hal ini. Wawan meminta waktu untuk berunding dengan istrinya, dan bukan karena mereka tak sayang atau tak mampu membiayai Beni, namun karena mereka juga iba dan simpati pada Anna dan Dedi, dan juga mereka masih ada 2 anak lelaki lainnya, maka mereka setuju. Selain itu Wawan percaya, Anna dan Dedi akan merawat Beni dengan sepenuh hati dan kasih sayang. Statusnya tetap anak Wawan dan Nani. Sesuai adat, tak ada makna khusus sebenarnya, hanya melaksanakan tradisi, untuk mencegah kesialan, Anna dan Dedi membayar uang pertanda ”Membeli” Beni, waktu itu 1000 rupiah, hanya sebagai simbolis adat saja.

Dedi menghembuskan asap rokoknya lalu meminum kopinya. Kini sudah 16 tahun Beni mereka asuh dan menjadi bagian hidup Anna dan Dedi. Pada orangtua kandungnya Beni memanggilnya ayah dan ibu. Sedang pada Anna dan Dedi, Beni dibiasakan memanggil mereka dengan sebutan Papa Dedi dan Mama Anna. Tentu saja Dedi dan Anna tetap sering membawa Beni ke orangtuanya, kalau Beni lagi mau menginap atau mau diajak pergi sama ayah dan ibunya, mereka akan mengantarnya. Beni juga di saat ia bisa mengerti dan memahami, sudah diberitahu. Beni sendiri menyayangi ayah dan ibunya, namun juga menyayangi papa dan mamanya. Tapi paling sayang sama mama Anna.

Entah berhubungan atau tidak, tetapi saat mereka memutuskan dan membawa Beni ke rumah mereka untuk diasuh dan dijadikan anak, kehidupan mereka menjadi lebih baik. Dedi masih ingat tak lama sesudah itu karirnya dan usahanya meningkat pesat sekali, bahkan akhirnya Dedi bisa membuat kantornya sendiri. Dalam banyak kesempatan kalau ada acara keluarga, Dedi sering berseloroh, kalau Beni adalah anak pembawa rejeki baginya dan Anna. Bagi Anna dan Dedi, Beni bukanlah keponakan, sudah mereka anggap dan menjadi anak mereka...dulu, sekarang dan selamanya. Mereka menyayangi Beni setulus dan segenap hati. Memberikan perhatian dan kebutuhannya.

Dedi kembali menyalakan sebatang rokok, menghisapnya sesaat, kembali melamun....benar dan memang benar, berasal dari lubuk hatinya sendiri, bagi Dedi Beni itu sudah ia anggap anak, bahkan kalau mau dibilang Dedi menganggap Beni sebagai anak kandungnya sendiri. Ia menyayangi dan mencintai anak itu. Dari awal pertama kali anak itu mereka bawa untuk menjadi bagian kehidupannya dan Anna. Semua berjalan dengan baik....dan itu benar, tak ada kepalsuan. Namun bukan berarti ia tak mencintai istrinya lagi, atau mau menyakiti hatinya, Dedi sudah menerima dengan segenap kesadaran dan segenap cintanya kekurangan Anna. Tetapi 3 tahun terakhir entah kenapa Dedi mempunyai obsesi sendiri....dia ingin mempunyai anak yang benar – benar anak kandungnya, dari benihnya sendiri. Semakin ia menepis pemikiran itu, semakin kuat pula obsesi itu mencengkram. Menghantui benaknya. Untuk itu Dedi memang harus menikah lagi, bukan masalah seks di sini pikir Dedi, murni untuk aku mendapat anak. Sewaktu ia mengatakan hal ini pada Anna, letupan dan pertengkaran kecil mulai terjadi. Tapi semarah apapun Anna, dia kalah. Anna menyadari kekurangannya...terserah kau sajalah Mas, kata Anna setelah pertengkaran terakhir mereka.

Dedi menjalin hubungan dengan Teti, waktu itu statusnya janda tanpa anak, suaminya meninggal karena sakit, setahun setelah mereka meninggal. Dedi mengenalnya karena dikenalkan seorang teman. Layaknya rmaja saja, mereka juga melalui tahap pacaran, sekalian masa pengakraban dan pengenalan karakter masing – masing. Hampir setahun, mereka merasa cocok dan mantap. Namun Dedi tak mau kecewa, maka dengan sedikit rasa bersalah juga takut Teti marah, ia membicarakan dan meminta apakah Teti bersedia untuk diperiksakan kondisi dan kemampuan kandungannya. Teti yang sudah tahu hidup dan masalah Dedi tidak marah, dan bersedia, hasilnya Teti sehat dan subur.

Kembali Dedi meminum kopinya, sedikit merubah posisi duduknya. Dia melanjutkan lamunannya. Setelah merasa mantap, Dedi membicarakan rencananya untuk menikah kepada Anna. Anna tidak berkata sepatah katapun, hanya mengangguk, menandatangani semua formalitas surat – surat yang Dedi butuhkan. Cinta Anna sendiri juga teramat besar pada lelaki ini. Lelaki yang menyayangi dan mau mengerti dirinya. Kini setelah sekian belas tahun perkawinan, setelah banyak memberikan kebahagiaan materi dan batin, biarlah Dedi mencari satu obsesinya yang tak akan mampu aku berikan. Dedi bersumpah tak akan menyia – nyiakan Anna, dan juga Beni. Kata Dedi bila nanti ia punya anak dari Teti, Beni akan selalu menjadi anaknya yang pertama. Walau Anna tak meminta, Dedi sudah membuat surat di notaris, isinya Dedi sudah menetapkan semua yang menjadi hak Anna dan bahkan Beni. Dedi tak mau ada prasangka buruk. Apa yang sudah ia dapat selama ini juga karena dukungan Anna dan Beni. Sedang apa yang akan ia bina dengan Teti, adalah urusan baru. Anna terharu dan juga amat menghargai keseriusan Dedi, obsesinya tak membuat Dedi lupa memikirkan kewajibannya. Tentu Dedi memperkenalkan Teti kepada Anna, yang Anna terima dengan hati yang tulus. Anna tahu dan bisa menilai kalau Teti bukan tipe yang mengejar materi. Terbukti Teti tak protest atau mempermasalahkan Dedi yang sudah membuat surat notaris mengenai hartanya untuk Anna dan Beni. Dan Anna tahu, sikap yang diperlihatkan Teti kepadanya saat bertemu, bukanlah sikap dibuat – buat. Akhirnya memang Dedi menikah kembali, dan membelikan rumah buat dirinya dan Teti sendiri. Iyalah...Anna memang mau menerimanya yang mau menikah lagi, tapi bukan berarti harus di bawah satu atap. Anna sendiri tentu mengabarkan hal ini kepada kakaknya, Wawan, biar bagaimanapun Wawan pengganti orangtua mereka, harus ia beritahu. Tentu awalnya Wawan marah dengan keputusan dan alasan Dedi menikah lagi, namun setelah Anna jelaskan dan terangkan, Wawan bisa mengerti.

Lagi Dedi mengambil sebatang rokok, sudah hampir jam 3, seharusnya semuanya berjalan dan berakhir sempurna. Awalnya tentu saja ia mencoba bersikap adil. Tapi prakteknya lebih sulit....jujur cintanya dan sayangnya pada Anna tak akan pernah luntur sampai kapanpun. Anna masih sangat cantik, tubuhnya pun masih tetap dan akan selalu mempesona dan membangkitkan gairahnya. Namun namanya...mungkin bisa ia bilang ”mainan baru” kadang Dedi masih hangat – hangatnya dengan Teti, lebih sering menghabiskan jatahnya di Teti. Dedi dengan jujur mengakui itu salahnya tak bisa adil. Tapi itu kan demi cepat membuat Teti hamil belanya lagi. Memang setahun menikah belum menampakkan hasil, pemeriksaan dokter tak ada masalah. Variasi dan mitos agar cepat hamil sudah dilakukan, yang segala namanya kalau lagi gituan, pantat perempuannya diganjal bantal, biar sperma lakinya masuk semua, sudah dikerjakan....yang pakai hitungan masa subur, sudah juga...yang lainnya, sudah juga...namun sejauh ini yang didapat cuma rasa enak saja. Belum ada tanda Teti hamil.

Anna sendiri dengan bahasa tubuhnya mulai kurang suka sama ketidakadilan Dedi ini, lebih banyak diam saja kalau Dedi sedang ngejatahnya. Bahkan belakangan mulai menyuarakan protestnya dan akibatnya sering bertengkar. Salahnya lagi pikir Dedi, karena malas bertengkar, aku jadi makin jarang berkunjung ke Anna. Tentu saja aku yang sudah sekian tahun bersamanya, amat sangat mengenal baik dirinya. Dalam hal seks sebenarnya Anna merupakan pasangan yang hebat...dan selalu mampu membangkitkan gairah. Terbuka dan variatif. Untuk masalah libido bahkan Dedi harus mengakui, beberapa tahun belakangan gairah Anna sangatlah meningkat. Tinggi. Namun bukanlah kategori seks maniak ataupun Nympho alias wanita yang gila – gilaan sekali dalam hal seks. Tidak, bukan itu, gairah dan libido Anna masih dalam batas wajar. Dan sejujurnya Dedi pun senang akan hal itu. Tak ada kata bosan baginya untuk Anna. Tapi itu dulu.....sekarang aku ada agenda dan kepentingan lain. Di dasar hatiku, jujur aku menyesal atas hal ini. Terbersit suatu ide gila di benak Dedi....Dedi mengernyitkan dahinya...ah...gila banget, tak mungkin.....Dedi segera menghabiskan kopinya dan membereskan semua, bersiap tidur. Tanpa pernah tahu bahwa ide yang terbersit itu lambat laun akan membebani pemikirannya.

Hari masih pagi sekali, Anna sudah bangun, sedang duduk di meja makan. Secangkir kopi instant masih mengepulkan asap. Ia menyalakan rokok mentholnya....kebiasaan yang tak sehat pikirnya. Sebenarnya Anna bukanlah perokok, baru setahun lebih ini ia merokok. Awalnya coba – coba, lambat laun terbiasa. Sedikit banyak mampu mengurangi stressnya. Seperti biasa suaminya Dedi tidak datang.....lagi. Padahal ini jadwalnya. Sulit, mau marah atau kesal juga susah, perkawinan mereka berlandaskan cinta yang kuat, suaminya juga baik. Sekarang walau merasa dirugikan karena Dedi tak adil, tapi mau bagaimana lagi, Anna juga memaklumi impian suaminya...impian yang ia tahu tak akan mampu ia berikan. Anna melirik jam, jam setengah enam, anaknya Beni belum bangun, seperti biasa suka malas bangun pagi. Anna tersenyum, ya Beni, anaknya...., sumber penghiburan dan kebahagiannya. Tak pernah Anna bisa marah kepadanya. Dedi juga begitu. Terdengar suara pintu kamar dibuka...Anna tersenyum, tumben nggak perlu dibangunin.

”Eh mama Anna, sudah bangun....”
”Dari tadi Ben, baru saja mama mau bangunin kamu.”
”Pagi – pagi gini mama sudah banyak banget merokok. Ma bikinin sarapan dong...”
”Mau sarapan apa kamu...?”
”Terserah mama deh...”
”Ya sudah...kamu tunggu sebentar.”

Beni duduk sementara Anna berdiri membuatkan sarapan. Beni duduk bengong sambil memandangi Anna yang sedang sibuk membuatkan sarapan.Entah mengapa belakangan ini Beni mulai suka memandang dan mengagumi mamanya ini. Tak lama sarapannya selesai, Beni segera memakannya, sementara Anna duduk menemani mengobrol.

”Ma...eh, hari ini Beni bolos ya, besok kan Sabtu juga libur....lagi malas nih.”
”Memangnya nggak ada ulangan...?”
”Nggak....boleh ya.”
”Ehmm...ya sudah. Terus kamu mau ngapain di rumah...? Paling main PS atau internet kan...”
”Hehehe...sudah tahu nanya....tapi kalau mama mau ngajak ke mall terus beliin baju juga boleh.”
”Deh...bilang saja minta ditraktir....tapi boleh juga deh, kayaknya asik, nanti siang kita pergi.”

Ya bolehlah buat hiburan pikir Anna. Dia tak keberatan anaknya bolos sesekali. Walau tak menonjol banget, tapi nilai sekolahnya selalu memuaskan, di atas rata – rata. Lagipula menghabiskan waktu bersama anaknya selalu menyenangkan. Anna lalu menghabiskan kopinya, meninggalkan Beni. Masuk ke kamarnya. Tadinya dia bangun karena sudah kebiasaan rutin setiap pagi, menyiapkan keperluan anaknya sekolah. Beni menyelesaikan sarapannya, lalu membereskannya. Kemudian ke kamar mandi, cuci muka.....dasar sudah sarapan baru cuci muka.

Beni lalu duduk di sofa, pikirnya dari semalam saja aku ngomong ke mama mau bolos, jadi nggak perlu bangun pagi.Beni lalu melamun...jorok, ya biasalah anak seumurnya. Otaknya yang lagi ngeres mulai mikirin beberapa teman sekolahnya, gurunya, juga cewek – cewek di film atau internet. Dan tentu saja mamanya. Beni selalu menyenangi mamanya, suatu hal yang tak bisa ia cegah, alamiah. Memang semenjak ia masuk SMA, mamanya mulai membatasi dan tak sebebas dulu, namun sampai ia kelas 3 SMP, mamanya termasuk cuek, kalau baru pulang bepergian dan ganti baju, pintu kamarnya kadang suka lupa ditutup, kalau Beni melihat, mamanya cuek saja. Mungkin waktu Beni belum terlalu mengerti, hal itu biasa saja, namun saat Beni mulai besar, tentu saja Beni mulai memahami keseksian mamanya, walau hanya melihatnya memakai BH dan CD, sedikit banyak mampu membuatnya terangsang. Sayang saat Beni masuk SMA, mama Anna mulai membatasi, tak sebebas dulu, mungkin karena ia berpikir anaknya sudah SMA, sudah masa puber. Di luar hal itu, mamanya tak terlalu bebas dalam berpakaian, kalau di rumah juga memakai daster yang sopan, atau kadang kaos dan celana pendek. Buat urusan seks, Beni yang sebentar lagi kelas 3 ini, memang selangkah lebih maju. Walau masih pemula, namun beberapa kali sudah ia melakukannya. Semuanya dengan Astri, teman sekolahnya yang memang terlalu bebas. Itu juga selalu bersarung pengaman. Yang pasti saat pertama kali dengan Beni, sudah nggak perawan. Secara garis besar, buat urusan kenakalan yang lain dan juga sikap, Beni standartlah, bahkan bisa masuk golongan anak manis, tapi buat urusan seks, termasuk sangat suka hehehe. Beni masih cukup lama melamun, akhirnya ia melihat jam, jam 7 kurang. Ia pun berdiri menuju kamar mamanya. Diketuknya pintu, suara mamanya menyahut menyuruhnya masuk.

”Ma...pergi jam berapa nanti...?”
”Eh...jam 1 saja ya. Nanti pulangnya ke rumah ayah kamu, sudah lama mama nggak ke sana...Ok..?”
”Iya deh...Beni kira mama lagi tidur.”
”Nggak...lagi baca – baca majalah.”
”Ya sudah lanjutin deh bacanya. Beni tidur lagi.”

Beni kemudian tidur di dekat mamanya, hal yang biasa. Dari dulu memang kadang Beni suka tiduran di tempat tidur mamanya. Mamanya nampak asik membaca majalah, duduk bersandar di pinggiran tempat tidur, punggungnya bersandarkan bantal, sementara kakinya diselonjorkan. Memakai daster yang panjangnya sedang. Beni lalu tertidur. Lumayan lama Anna masih membaca, akhirnya ia merasa ngantuk, diliriknya jam, jam 8 kurang. Dia meletakkan majalahnya. Anaknya nampak terlelap dekat situ. Dikecupnya pipi Beni, lalu Anna pun juga tidur. Memang ia kurang tidur belakangan ini, tidur sebentar akan mengembalikan kesegarannya.

Beni membuka matanya, menggeliat sebentar, AC di kamar mamanya terasa dingin, ia mengucek matanya....ugh...jam 10, lumayan lama ia tidur. Dia lihat mamanya tertidur, terlentang. Dasternya agak tersingkap, memperlihatkan sedikit pahanya yang putih mulus. Beni melirik wajah mamanya, masih pulas....cantiknya mama Anna, alisnya tebal. Pandangannya beralih ke bawah, teteknya juga besar....otak remajanya mulai ngeres...berani nggak ya...berani nggak...ah nekad dikit, pura – pura saja pikirnya, lagipula mamanya nampak tertidur pulas sekali. Maka sambil pura – pura merem, Beni menjulurkan tangannya dan seakan ”Tidak sengaja” tangannya menyentuh tetek besar mamanya di balik daster itu. Oh....empuk dan kenyal, kont01nya mengeras. Mamanya masih tertidur. Beni mengambil selimut, menutupi celananya, dengan satu tangannya yang lain ia, turunkan celananya....nekad deh...sudah tanggung. Ia mulai mengocok kont01nya, sementara tangan satunya masih ”Tak sengaja” menempel di tetek mamanya. Masih penasaran, Beni makin nekad, ujung jari kakinya beraksi, sedikit demi sedikit dan perlahan menarik ujung daster mamanya yang tersingkap tadi, akhirnya nampak CD putih yang mama Anna kenakan, tebal sekali pikir Beni. Beni agak memiringkan tubuhnya, biar jelas, samar ia melihat warna kehitaman yang lebat, bahkan...oh beberapa helai jembut nampak menyembul. Tapi senekadnya Beni, ia masih takut, hanya puas melihat saja. Kalau mamanya bangun, tangannya yang ”tak sengaja” di tetek itu masih wajar dan bisa beralasan, namanya tidur kan bisa nggak sengaja. Tapi kalau tangan ada di CD, gimana jelasinnya. Memangnya mama Anna bego. Beni mempercepat kocokannya, ketika merasakan mau keluar, ia tahan sebentar, ujung kont01nya ia dekatkan ke ujung kaosnya...pejunya muncrat di kaosnya. Ia lalu melipat ujung kaosnya.Perlahan Beni mulai menarik kembali ujung daster mamanya. Tangannya juga sudah ia tarik dari tetek mamanya. Dan memang mamanya sangat mengantuk, masih tertidur pulas tanpa tahu kenakalan Beni barusan. Beni pun segera keluar dari kamar mamanya. Akhirnya memang siang itu mereka menghabiskan waktu keliling Mall, makan, belanja, sorenya berkunjung ke rumah ayah dan ibunya Beni. Baru malamnya mereka pulang. Dan Anna kecewa, suaminya kembali tak datang....nasib.

Dua bulan berlalu, tak ada perubahan berarti, Beni baru saja naik kelas 3. Hari Sabtu ini Beni sedang pulang ke rumah ayah ibunya. Kemarin ayahnya menelepon, mau ngajak anaknya berlibur sekeluarga. Tadinya Anna juga disuruh ikut, tapi ia malas. Dan juga memang suaminya kemarin menelepon, bilang mau datang....tumben menghormati jadwal. Dan seperti biasa salah satu acara mereka menghabiskan waktu adalah dengan bercinta.

Anna nampak mendesah, teteknya bergoyang – goyang liar, sementara Dedi asik menyodok m3meknya yang sudah basah dengan cepat. Kont01nya keluar masuk menerobos lobang m3meknya yang sudah lama tak disodok. Anna meremas teteknya...merasakan pentilnya yang mengeras, memainkannya dengan jarinya, sesekali mulutnya mendesah nikmat membuat Dedi makin bernafsu.

Dedi segera menciumi tetek Anna, mengulum dengan nikmat pentil kecoklatan itu, kont01nya dengan mantap terus memompa, memberikan kenikmatan pada m3mek Anna di setiap pompaannya. Gemas ia jilati ketek Anna yang berambut lebat, kesukaannya, sesekali tangannya membelai bulu ketek itu. Anna ikut menggoyangkan pantatnya, menambah kenikmatan pada kont01nya.

Desahan Anna makin kuat, gairahnya memang sudah lumayan lama tak disirami, kont01 Dedi saat ini sedang memulai tugasnya kembali. Ahhh....desahnya, tangannya mulai ia julurkan ke bawah, meremas biji suaminya. Dedi diam sejenak, menikmati saat jemari Anna dengan lincah memainkan bijinya, selalu memberikan rasa nyaman. Akhirnya Dedi mulai memompa kembali, dengan kuat dan cepat, membuat Anna kelojotan....dan mendapatkan orgasme. Namun Dedi juga sudah mulai letih, segera saja ia memompa dengan cepat.....ahh..crooot...crooot pejunya memancar....ia terkulai, mencabut kont01nya dan berbaring.

Mereka baru saja selesai, sedikit memuaskan dahaga Anna yang sudah agak lama dan jarang disetubuhi secara rutin. Dedi akhirnya memulai percakapan....

”Na,....eh...2 bulan ke depan...mas mungkin nggak bisa di sini dulu...”
”Seperti biasa....aku nggak bisa komplain kan....”
”Jangan begitu dong.....mas sedang ada kesibukan kerja...”
”Bukannya sibuk sama Teti mas...?”
”Na...jangan mulai lagi dong, benar kok, mas sedang menjalin kerjasama baru dengan investor. Dan investor ini mau membuka usaha ini di daerahnya di Sumatra sana. Jadi mas harus bolak – balik ke sana. Tentu dengan kesibukan ini mas nggak bisa ke mari.”
”Terserah mas sajalah....tak bisa kemari, tapi tetap bisa ke rumah mas yang satu lagi kan ? Sebenarnya rumah di sana dan di sini juga sama – sama di Jakarta kan ?”

Dedi diam saja. Memang benar dia tak bohong kalau dalam 2 bulan ke depan harus bolak balik mengurus kerjaan. Tapi sedikit banyak jawaban Anna juga telak menohoknya. Ia mencoba mengalihkan situasi...

”Bagaimana kabar Beni ?”
”Baik seperti biasanya. Mungkin mas yang kurang merhatiin anak itu. Ingat mas, dulu waktu kita mengambilnya, kita sudah berjanji akan merawatnya dengan baik. Kalau mas sibuk sampai tak punya waktu buat aku, nggak masalah...aku mulai TERBIASA. Tapi paling tidak mas HARUS menyempatkan waktu buat mengajak anak itu pergi sesekali. Sadar nggak dalam 2 tahun ini mas amat jarang mengajak Beni pergi.”
”I...iya sih. Pas sekarang aku datang dia lagi pergi sama mas Wawan.”
”Gimana kabar Teti mas ?”
”Baik...baik, dia titip salam buatmu.”
“Salam balik. Sesekali suruh ia datang kemari. Sendiri saja kalau lagi senggang. Aku nggak bakalan gigit dia kok.”
”Iya...iya, mas juga sudah sering menyarankan hal itu. Tapi itulah...si Teti bilang...dia masih malu sama Kak Anna, sungkanlah sama Kak Anna...sulit...”

Pembicaraan dan suasan yang mulai membaik, juga perasaan Anna yang mulai kembali senang karena bisa kembali merasakan kehangatan dan juga menghabiskan waktu mengobrol santai dengan suaminya yang jarang ia dapatkan belakangan ini, akhirnya mulai memanas kembali. Sepele...atau mungkin tidak, tergantung dari sisi mana kita melihat. Sisi Dedi atau sisi Anna.

”Mas....ngobrolnya nanti lagi ya...sekarang.....”
”Na...aku capek nih, barusan kan sudah, besok pagi saja ya. Biarkan mas istirahat dulu ya.”
”Mas ini gimana sih...? Sudah jarang datang, sekalinya datang juga nyebelin. Memang, Anna tahu, Anna nggak semenarik Teti lagi yang lebih muda kan ?”
”Ya ampun..Anna, jangan bicara seperti itu. Sungguh, mas lagi lelah. Perusahaan kita sedang mengerjakan beberapa proyek. Kau kan paham, dulu kalau aku sedang dalam situasi seperti ini juga sering lelah. Tolong, jangan marah terus.”
”Ah...sesuka mas Dedi sajalah. Tidur deh sepuasnya...aku tidur di kamar Beni biar tak mengganggu istirahat mas.”

Anna segera memakai dasternya. Dedi yang tak mau ribut, membiarkan. Biarlah besok pagi, kalau sudah tenang suasananya ia bicara. Susah...serba salah. Anna bukannya tak tahu kondisi seperti ini, memang kalau suaminya sedang repot kerjanya, cepat lelah. Namun di sisi lain ia juga berhak kesal, sekian lama suaminya jarang datang. Sekalinya datang mengabarkan 2 bulan ke depan akan sibuk dan tak bisa datang ke sini. Sudah itu, sekian lama ia tak dijamah oleh suaminya, baru juga main sekali, suaminya malah mau tidur, siapa yang tak marah. Lebih baik malam ini ia tidur di kamar Beni yang sedang kosong. Seperti adatnya yang sabar dan tak mau marah, Dedi pasti akan membiarkannya, menunggu kemarahan reda.

Dedi hanya menghela nafas, duh urusan kok bukannya beres malah runyam. Secara teori sih harusnya gampang, punya 2 istri yang cantik dan sama – sama menggairahkan harusnya bisa membuat semua lelaki iri. Tapi hidup bukan hanya seks semata. Ia harus bekerja, mencari nafkah, tentu saja ia lelah. Permintaan Anna dan kemarahannya beralasan, tapi Dedi bukan anak muda lagi. Dedi diam sambil berbaring, ide gila yang belakangan sering muncul itu kembali menyeruak....ah ide itu lagi.....dia hanya diam melamun. Belakangan ini karena terlalu seringnya ide itu terlintas, ia mulai memikirkannya, merasakan pertentangan juga kemungkinannya dalam memikirkannya. Ah...tidak putusnya...Anna tak bakalan menyukai atau menerima ide gila ini. Dedi pun tertidur.

Sementara Anna setelah keluar kamar, ke kmar mandi depan, mencuci m3meknya, lalu menuju dapur, membuat kopi instant di gelas ukuran besar, mengambil asbak dan rokoknya. Ia membuka kamar Beni, menyalakan lampunya. Duduk di bangku belajar Beni. Mulai menyalakan rokoknya, baru jam 11 lewat. Makin parah saja...... pikirnya, sungguh aku rela dan ikhlas saat dia mau menikah lagi demi impiannya, bisa menerima pula saat belakangan ini dia mulai jarang di sini. Tapi saat dia datang, salahkah aku menuntut hakku sebagai istri...yang kalau mau jujur sudah jauh berkuarang kuterima ? Tangannya iseng memainkan pulpen di pinggiran meja belajar Beni, tiba – tiba menyetuh mouse komputer, layar monitor LCDnya menyala. Anna terkejut....duh si Beni, pasti lupa matiin komputer. Dia tersenyum melihat desktopnya menampilkan foto dia dan Beni yang sedang berangkulan saat pergi ke Bandung. Suaminya yang memfoto mereka. Sudah lama mereka tak pergi bareng. Ah sudahlah sekalian saja aku browsing, menghilangkan kekesalan hati. Memang biasanya Anna di kala senggang suka browsing. Biasanya memakai laptop di kamarnya.

Dan bukannya Beni lupa matiin komputer waktu mau pergi tadi. Dia pergi tadi sore. Sedari siang memang Beni yang kalau Sabtu libur sekolah, asik menghabiskan waktu dengan main internet. Browsing situs – situs favouritenya. Jam 3 tadi, Rio kakaknya menelepon, menanyakan Beni yang belum datang, ya...ampun pikir Beni, keasikan main internet...lupa. Padahal mereka sekeluarga mau berangkat jam 4. Duh tanggung, Download managernya lagi download beberapa file seru nih, cukup besar ukurannya, sayang kalau diputus..sudah setengah jalan Beni menutup sekaligus jendela browser firefoxnya...klik...klik, nggak mengindahkan message yang keluar, tutup saja. Meletakkan mousenya ke pinggir. Layarnya nggak usah dimatiin, nanti mati sendiri. Beni lalu bersiap – siap, mengambil kunci motor, mematikan lampu kamar, keluar kamar, mencari mamanya, lalu pergi. Tak khawatir, sebab mamanya jarang dan hampir tak mungkin memakai komputer di kamarnya, sebab mama punya laptop sendiri. Sebuah pemikiran yang logis dan tak salah sebenarnya.

Anna mengklik icon browser firefox seperti yang biasa ia lakukan saat mau browsing. Menunggu sebentar...lho...apa ini....dibacanya pop up message yang keluar...sorry..bla bla bla...do you want to restore your previous...wah kayaknya Beni waktu terakhir memakai sedang buru – buru, tadinya Anna mau mengklik No, tapi penasaran ia klik opsi sebaliknya. Anna menghisap rokoknya. Tak lama browser selesai meloading halaman – halaman. Ada beberapa tab yang terbuka. Anna mengernyitkan dahi melihat halaman yang sedang terbuka. Sungguh Anna menyadari anak seusia Beni sedang dalam masa puber dan penasaran dalam hal seks dan wanita. Anna juga tahu bahaya internet bagi remaja, tapi prinsipnya yang salah bukan internetnya, semua berpulang pada perilaku pemakainya. Lagipula bagi Anna, tak perlu memfilter atau membatasi komputer Beni, biar dia belajar bertanggungjawab, sesekali pasti anak remaja seusianya suka nakal, tak bisa kita kontrol terus menerus. Tapi tak urung ia mengernyitkan dahi melihat halaman web itu, tampak thumbnail foto – foto wanita, dia mengklik satu...astaga kok bisa muat sih, satu lagi...ya ampun gede amat...duh gila sampai sesak begitu..... Sejauh ini Anna memakai internet di kamarnya memang hanya membuka situs yang berkaitan dengan dunia wanita, kesehatan, fashion atau berita, makanya dia sangat terperangah melihat semua yang di komputer Beni. Anna mengklik tab yang lain...duh si Beni..apa nih MILF...Mother I’d Like To fish, apalagi ini ? Kembali Anna mengklik beberapa gambar. Anna kembali menyalakan rokoknya, mulai membuka tab yang lain. Ini apa lagi...Anna membaca bluefame.com, nampaknya semacam forum, sudah posisi login, ia melihat layar, mencari kepala judul..apalagi nih Cerita – Cerita Seru...Incest...ia kembali mengernyitkan dahi. Dilihatnya judul...judul yang ada...mamaku...ibuku....mama....mama juga, penasaran ia klik satu judul Irwan 1: Mamaku Pengalaman Pertamaku, membacanya dengan berdebar. Selesai, ia klik judul lain Si Mamat Punye Cerite...ia baca lagi....mendebarkan juga. akhirnya Anna menutup semuanya.

Anna bersandar di kursi, meminum kopinya. Ia teringat artikel yang pernah ia baca, di situ diterangkan, biasanya secara bawah sadar sekalipun, orang akan otomatis membuka atau mencari situs yang sama dan setipe yang sesuai kebiasaannya. Sedikitnya itu merefleksikan dan menggambaran selera dan obsesi orang itu. Contohnya yang suka situs fashion gaya eropa misalnya akan selalu berusaha mencari dan membuka situs lain yang sejenis, kalaupun membuka situs berbeda, tapi tetap di antaranya akan ada situs idolanya. Dilihat dari situs – situs di komputer Beni semuanya memiliki keseragaman, gambar wanita – wanitanya selalu sekitar usia 30 ke atas, bertetek besar...,belum lagi cerita yang ia baca tadi. Untuk meyakinkan...mudah – mudahan si Beni belum menghapus historynya....ya belum...Anna kemudian mengklik link – link halaman web yang ada di history...sama...sama...semodel....nggak beda....duh Beni..Beni. Anna lalu menutup semua browser. Sengaja tak mematikan komputernya. Ia kembali menyalakan rokoknya...berpikir.

Ampun.....Beni, nakal juga ya anak ini. Dia tak akan mencabut fasilitas internet, itu tak akan menyelesaikan masalah. Di rumah dicanut, di luaran mana bisa ia mengontrol. Tapi ia akan bicara kepada Beni. Terus kenapa pula anak ini, usianya 17 tahun lebig dikit, tapi dari apa yang Anna lihat tadi, kenapa Beni sukanya justru melihat wanita yang 30 tahunan lebih dan bertetek besar seperti....seperti...astaga...Anna agak kaget memikirkannya...seperti......aku. Anna agak terhenyak memikirkan kemungkinan ini. Probabilitasnya tinggi sekali. Mencoba kembali menganalisa, tak mungkin ibunya. Beni dari kecil sampai sekarang menghabiskan waktu, bertemu dan mengobrol, curhat dan macam – macam lainnya ya sama aku, hampir 90% dari hidupnya. Apa anak itu terobsesi sama aku ? Anna menghembuskan asap rokoknya. Kalaupun iya, bukan salah Beni sepenuhnya. Salahku juga, sedikit banyak dulu ia sering melihat aku mengganti baju, aku yang dengan teledor malah cuek saja. Hal mana yang akan membekas dan tersimpan di otaknya. Di saat usia pubernya ini. Anna menghela nafas, ia pun bersiap tidur. Semoga cuma obsesi semata....Anna merinding saat tiba – tiba terlintas bayangan ia dan Beni sedang bercumbu. Ia segera memejamkan matanya.

Paginya Anna bangun, keluar kamar Beni, nampak suaminya sudah bangun sedang minum kopi dan membaca koran. Suaminya menegurnya, menanyakan apakah ia mau kopi, Anna mengangguk. Dedi segera meletakkan koran dan membuat kopi. Anna kembali ke kamar Beni, mengambil rokok. Ia menyalakan rokok sementara Dedi membuat kopi.Dedi tak melarang saat mengetahui Anna mulai merokok. Dedi menyerahkan kopi.Tak lagi melanjutkan membaca koran, memulai percakapan...

”Na...tentang semalam...”
”Sudahlah mas....aku minta maaf, mungkin sedang emosi.Seharusnya aku menghargai kerja kerasmu.”
”Tidak...tidak perlu begitu....aku juga salah.”
”Ya sudah....sama – sama memafkan dan mengerti sajalah mas. Aku nggak mau nuntut terlalu banyak sama mas.”

Mereka kembali diam, mulutnya mulai asem, Dedi mencomot sebatang rokok milik istrinya. Anna memandang sejenak. Sebersit ide aneh melintas. Juga ia mau menggoda suaminya. Anna memulai percakapan...

”Mas...aku mau bertanya...pertanyaan seandainya.”
”Iya...aku mendengarkan...seandainya apa...?”
”Seandainya aku yang belakangan ini kurang puas dalam hal hubungan seks, mencari kepuasan dengan lelaki lain.....”
”APA...? APA MAKSUDMU ANNA...?”
”Aku belum kelar bicara mas..aku teruskan...mencari kepuasan dengan lelaki lain yang asing, nah apa mas akan rela...?”
”GILA...Tentu tidak.”
”Sudah kuduga. Kalau misalnya lelaki itu mas kenal...?”
”SAMA SAJA...TIDAK JUGA”

 Dedi nampak gusar, menyeruput kopinya, Anna masih asik memainkan rokoknya. Wajahnya tersenyum menggoda sementara memandang suaminya. Ia melanjutkan.....

”Kalau lelaki itu Beni.....?”

Suaminya nyaris tersedak, segera menaruh gelas kopinya, menatap istrinya serius dan heran...

”APA.....jangan....jangan katakan....kau dan anak kita Beni...telah...telah...”
”Tidak...tidak, aku tidak seperti itu mas. Kan sudah kubilang ini hanya seandainya. Apa jawabmu ?”

Sebenarnya Anna sangat yakin sekali suaminya akan menjawab tidak. Setelah ia membuat suaminya terkejut, kini gantian ia yang akan terkejut.....

”Oh begitu...baiklah karena kau sudah bertanya....kalau lelaki itu Beni...mungkin aku akan menjawab....YA.”
”HAH...? APA MAS ? YA ?”
”Kau bertanya padaku kan, jadi aku jawab...mungkin saja ya”
”Mung....mungkin ya ? Jadi mas mau aku seperti itu...?”

Anna benar – benar terkejut. Benarkah ini Dedi yang ia kenal...? Jangan – jangan ini Allien yang menyamar jadi Dedi. Ditatapnya Dedi dengan serius dan menyelidik. Dedi kembali berbicara.

”Na dengar ya. Jangan kau potong dulu omonganku, dengar saja dulu sampai aku kelar bicara. Setuju ?”
”Baiklah...aku dengarkan mas. Harus ada alasan logis dibalik jawaban mungkin YA dari mu ini.”
”Aku sudah egois dengan impianku dan kembali kawin. Itu fakta dan tak bisa dibantah. Dalam hal cinta, jelas aku masih mencintaimu, namun sedikit banyak aku menelantarkan kau. Bukan dalam materi. Ya, kita tahu tentang lumayan besarnya hasratmu hehehe, dan aku telah mengurangi dan mengabaikan hal itu, jelas aku bersalah. Itu fakta juga tak bisa dibantah. Lalu karena aku merasa bersalah tentu saja kepikiran, bahkan akhirnya timbul ide yang konyol dan gila, dan anehnya...yang kau tanyakan itu adalah ide tersebut. Yang aku tak berani tanyakan ke kau, takut kau tersinggung. Tapi karena kau tanya, aku jawab saja.”
”Mengapa kau jawab Ya, apa kau benar – benar rela aku melakukan hal seperti itu de..dengan Beni.”

Dedi diam sejenak, menyalakan sebatang rokok lagi, menghembuskan asapnya lalu menjawab....

”Awalnya saat ide itu datang, tentu tidak rela dan menganggapnya Absurd. Lama – lama kok ide itu sedikit masuk akal. Tentu saja tak mungkin aku tak marah kalau kau melakukan dengan orang lain yang jelas – jelas asing. Tapi kalau Beni...ya...gimana ya, aku juga sayang sama anak itu, terlalu sayang. Membayangkan kau dan Beni begitu, awalnya konyol, tapi lama – lama karena terbersit terus, jadi suatu hal yang mungkin. Dan memang baik ke kau atau ke Beni. Kalian berdua tak bisa membuat aku marah.”
”Mas....tapi tadi aku hanya berandai saja....”
”Anna, dengar ya, aku nggak tahu karena alasan atau dasar apa tiba – tiba saja kamu menanyakan pertanyaan tadi. Tapi kita realistis saja, pertanyaan SEANDAINYA....sudah sering terbukti sedikit banyak merefleksikan hasrat dan keinginan diri yang tak disadari. Boleh kau membantah. Tapi....jangan kau tersinggung, kau dan Beni di rumah ini setiap saat. Aku sekarang punya istri lagi. Mana aku tahu kalau ”SEANDAINYA” suatu saat kalian melakukan hal itu...? Tapi kalau itu terjadi...maka kau tahu jawabnya....YA.”

Anna benar – benar kehabisan kata. Tapi setelah bisa kembali berpikir dengan tenang Anna mulai berbicara....

”Jadi mas menyarankan aku seperti itu...?”
”Gimana ya.... menyarankan tidak, melarang juga tidak. Anna aku sadar akan kekuranganku dalam memuaskanmu belakangan ini. Tapi aku tak bisa merubahnya. Namun cintaku tak akan berubah, sampai kapanpun. Kalau kau, yang aku tahu merasa berat dengan jarangnya aku memenuhi hasratmu belakangan ini memutuskan untuk mencari kepuasan dengan lelaki lain, jawabanku Tidak. Tapi kalau suatu saat kau memutuskan melakukannya dengan dan hanya dengan Beni...silahkan. Anggap juga itu sebagai tanda terimakasihku padamu yang telah merelakan aku menikah lagi.”
”Mas...aku tak mungkin....”
”Ssstttt...jangan membuat janji yang kaupun tak pasti. Aku dan kau tak akan pernah tahu. Ingat, yang kita bicarakan adalah hasrat seks, kalau sudah menyangkut hal ini, pikiran bisa tak logis. Nah, lebih baik kita ke kamar, aku mau melunasi hutang semalam......”

Sebulan berlalu. Anna tentu saja tak melakukan apapun dengan Beni. Namun setelah pembicaraan dengan suaminya dulu, juga setelah mengetahui hasrat Beni, sedikit banyak ia mulai memperhatikan Beni. Dia bahkan tak menegur Beni soal masalah internet itu. Suaminya memang tak datang sebulan ini seperti perkataannya, memang sibuk. Urusan uang belanja dan semacamnya tak masalah, biasa ditransfer. Teti istri muda suaminya juga sudah mulai datang, bahkan Anna mengajaknya jalan belanja bersama. Secara kehidupan sehari – hari semua normal. Namun yang mengganggu adalah masalah gairahnya. Berkurang drastis pemuasaannya. Di usianya sekarang ini Anna merasa gairah seksnya meningkat sekali, tapi ibarat baut tak ketemu mur, repot.....

Dia mulai memikirkan dengan sangat serius kemungkinan pembicaraan dengan suaminya. Hasrat sih mengatakan ya, tapi otaknya, normanya, logikanya tetap menjadi penentang utama. Beni memang boleh dibilang oke, ganteng, tinggi, tegap, tapi dia kan anakku. Bahkan tanpa disadarinya, belakangan ini ia mulai menggoda Beni, mulai cuek tak menutup pintu kamarnya saat mengganti baju, mulai sedikit berani memakai baju tidur yang biasanya hanya berani ia pakai di kamar saat bersama suaminya. Sedikit membuat Beni heran dan terangsang tentunya. Tapi tetap saja dirinya tak mampu, bukan hal yang mudah melakukan hal seperti ini. Maka makin terombang – ambinglah Anna dengan pikirannya, dengan masalah hasratnya. Memang suaminya secara jelas telah menyatakan persetujuannya, tapi bagaimanapun ia tak bisa. Dan suaminya lagi – lagi benar dengan perkataannya...pertanyaan ”SEANDAINYA” itu, kini malah membuat Anna bergairah....

Malam minggu ini Beni di rumah saja. Tadi jam 7 dia dan mamanya sudah kelar makan. Setelah itu mamanya menonton TV di ruang tamu. Beni masuk kamarnya, jam 8 ia keluar menggembok pagar dan mengunci pintu. Balik ke kamarnya lagi, secepatnya, hanya menutup pintu lupa dikunci, maklum tanggung. Di kamarnya Beni sedang asik menonton DVD bokep di komputernya, biasa ngambil punya kakaknya waktu ia pulang. Nontonnya pakai earphone. Sementara Anna menonton TV tanpa semangat, sebenarnya ia mengharapkan Beni ikut menonton, biar ada teman ngobrol. Akhirnya jam 9 ia matikan TV, tapi belum mengantuk, jam segini Beni pasti belum tidur, lebih baik aku ke kamarnya mengajaknya ngobrol. Anna segera melangkah ke kamar Beni, diketuknya pintu, agak pelan memang, tak ada jawaban...lagi...tak ada jawaban juga, pelan – pelan ia membuka pintu kamar anaknya itu. Beni tak tahu karena memunggungi mamanya, sedang duduk dengan earphone di kupingnya, serius sekali....Anna mendekat, astaga...Beni pikirnya...nonton film apa lagi anak ini.

Anna duduk dengan perlahan nyaris tak menimbulkan suara di tepi tempat tidur, Beni masih belum sadar, asik menonton. Untung saja ia tak menonton sambil mengocok kont01nya. Anna melirik layar, nampak pemain film wanita yang bertetek besar sedang merem melek disodok lawan mainnya. Sangat panas adegannya. Lama juga ia menonton. Sedikit banyak membuat gairahnya bangkit. Ia merasakan m3meknya agak basah. Tak lama Beni agak menggerakkan duduknya, biasa ganti posisi, nggak nyaman dengan celana yang sesak, saat kepalanya agak menoleh.....astaga...mama Anna...gawat deh....tengsin. Mamanya hanya melihat Beni dengan wajah datar, tanpa komentar. Beni segera melepas earphonenya, segera dengan panik mengklik tanda x untuk menutup player. Lalu dengan muka menyesal ia segera bicara...

”Ma...a...anu maaf....aduh....pokoknya maafin Beni ma, Beni bisa jelasin...”
”Jelasin apa Ben..? kamu itu ngapain nonton film kayak begitu...?”
”A...anu ma, namanya juga anak lelaki...ingin tahu...”
”Oh gitu...ingin tahu, terus kalau sudah tahu...ingin apa lagi...? Ingin ngerasain...?”
”Ya...ng...nggak lah ma.”

Anna diam sejenak, nampak berpikir sedang bergelut dengan pertentangannya.

”Ben...kamu malam minggu gini memangnya nggak ada kerjaan lain apa, selain nonton gituan...”
”Ya...ada sih ma, Cuma sekarang lagi malas main game atau internet...”
”Ah...internet ya. Mama juga lupa, mau buka situs jorok...? situs yang isinya wanita usia 30an lebih, yang teteknya besar, terus juga baca cerita jorok yang isinya obsesi terhadap mamanya, ibunya, tantenya, begitu kan...?”
”Lho...lho kok...”

Beni seperti kucing kebakaran jenggot, kok mama Anna bisa nembak dia secara tepat. Belum heran keterkejutannya mamanya mulai berbicara lagi, lebih mengejutkannya...”

”Ben...yang jujur ya...kamu sering mengkhayalkan mama kan...?”
”Eng...eh...duh...i...iya.”
”Nah...daripada kamu berkhayal, sekarang kamu wujudkan deh.”
”HAH...?A..apaan ma...?”
”Iya...kamu nggak mau mewujudkan khayalanmu ? Kalau mau, ayo, mama kasih kesempatan.”

Masih heran juga tak percaya Beni dengan ragu – ragu mendekat, tak menyangkalah dia, Beni sendiri sebenarnya sudah siap kalau mama Anna memakinya saat ketahuan nonton film tadi, tapi kok malah jadi begini. Ia mendekat Anna yang sedang duduk...

”Kamu pasti sering membayangkan ini kan...?” Anna menunjuk teteknya. Beni hanya diam.
”Mama tahu kok, film yang kamu tonton juga sama, wanitanya bertetek besar. Lho kok diam, kamu nggak mau merasakannya...?”

Beni diam saja, Anna memegang tangan Beni, mengarahkannya ke teteknya. Tangan Beni agak gemetar saat menyentuhnya. Jauh...jauh lebih besar daripada tetek si Astri. Awalnya Beni hanya memegang dan meremas dengan takut – takut, namun saat dilihatnya Anna hanya diam saja, percaya dirinya mulai timbul, remasannya makin kuat dan lebih berani. Anna mulai memejamkan matanya seekali, mulai merasakan rasa nikmat mengaliri tubuhnya. Kini Beni bahkan sudah berani menggunakan kedua tangannya. Terasa pentil mamanya yang besar dibalik dasternya itu. Kont01nya..... Seingat Beni belum pernah sekeras ini

Lagi asik meremas, mama Anna menyuruhnya berhenti dan menyuruh beni membuka bajunya...semuanya kata mama Anna. Beni menurut saja. Saat ia sudah telanjang mata Anna menatap kont01 Beni dengan kagum....sedikit lebih panjang dari Dedi, tapi tak gemuk. Nah Beni sudah membuka bajunya, biar adil maka Anna segera berdiri, sementara Beni duduk di tepi tempat tidur. Anna mulai menarik dasternya, CD hitamnya terlihat oleh Beni, perutnya dan tetek besar yang menggelantung indah itu, yang pentilnya mengacung sempurna....lalu saat mamanya mengangkat tangan membuka dasternya, Beni melihat rimbunan bulu keteknya yang lebat...astaga....Beni terangsang sekali. Astri tak mempunyai bulu ketek, namun saat ia melihat bulu ketek Anna, sungguh nafsu Beni naik sampai ke ubun – ubun....gila. Kini Anna hanya memakai CD Hitamnya.

Dan terlalu indah rasanya untuk Beni bayangkan....mama Anna mendekat ke arahnya yang sedang duduk di tepi ranjang, mamanya berjongkok di hadapannya, tangannya....oh tangan halus mama Anna mulai menggenggam kont01nya....membelainya dengan enak, memainkan bijinya, mengocoknya perlahan....lalu...astaga lidahnya mulai menjilati kepala kont01nya.......ya ampun...kalau ini mimpi, tolong jangan biarkan aku bangun....tapi ini bukan mimpi. Beni merasakan lidah mamanya mulai menjelajahi batang kont01nya memberikan sensasi kenikmatan pada titik – titik sensitifnya, dan mulut seksi itu mulai menelan kont01nya, mengulum dan menghisapnya....emutannya sangat kuat dan menggairahkan. Beni mendesah lemah....Anna mendongak sesaat matanya bertemu mata Beni....Beni makin bergairah. Benar – benar lewat si Astri pikir Beni mengomentari hisapan maut milik mamanya. Apalagi saat bijinya dihisap dan diemut....oh....sensasinya terasa sampai ke sendi...gilaaaa...Beni merem melek.

Oh apa lagi ini....mama Anna nampak makin mendekat, kont01 Beni diletakkan di antara teteknya, sementara kedua tangannya mengepit dan ditangkupkan di pinggiran teteknya, membuat kont01 Beni terjepit dengan manisnya di belahan tetek besarnya. Beni sangat antusias, dia sering melihat adegan ini di film bokep, sayangnya tetek Astri tak memungkinkan untuk mencoba cara ini. Saking antusiasnya Beni dengan lugunya berucap...

”Ma...tahu juga gaya ini ya...”
”Beni..Beni..., waktu kamu belum bisa jalan saja mama sudah kenal dan ngerti ngewek. Ya pahamlah kalau cuma gaya begini...”

Mau nggak mau Beni nyengir juga menyadari keluguannya. Mamanya juga nyengir. Mama Anna mulai menggoyangkan tetek besarnya itu, mendepetkannya makin menjepit kont01 Beni, saat tetek yang sebelah goyang ke atas, yang sebaliknya ke bawah, begitu terus bergantian, makin lama makin cepat....Aaahhh...Beni mendesah, gila enak banget kont01nya....dijepit tetek yang besar...tiada tara. Makin cepat saja Anna memainkannya, ketika ia melihat anaknya mendesah keenakkan. Beni sampai kelojotan, mati – matian menahan diri....

Akhirnya Anna menyudahi acaranya memainkan kont01 Beni. Ia berdiri, naik ke tempat tidur Beni, berbaring. Beni segera mendekat dan dengan tak sabaran mulai menyerbu teteknya....tangan remaja itu dengan ganas meremasi dengan kuat tetek besar milik mamanya yang sudah lama ia bayangkan. Keras dan kenyal. Mulutnya mulai menghisapi pentilnya yang mengacung itu, dijilati, digoyang – goyang dengan lidahnya, bergantian kiri dan kanan. Beni lalu mengangkat tangan Anna,, penasaran...ia mulai menciumi keteknya yang hitam itu, aromanya sungguh harum dan memberikan sensasi sensual, dengan rakus ia mulai menciumi, menjilatinya...Anna menggelinjang kegelian.

Lalu pada akhirnya Beni menurunkan tubuhnya, menatap selangkangan Anna. CD Hitamnya masih ia kenakan. Nampak tebal mengundang. Sedikit menampakkan jembut yang menyembul di pinggirannya. Jari Beni mulai menggosok CD itu, perlahan lalu mulai cepat. Anna mulai merasakan nikmat, m3meknya mulai basah. Beni menarik pinggiran Cdnya yang menutupi m3meknya, seperti menyempitkannya, lalu menariknya ke atas, membuat CDnya terjepit di antara belahan m3meknya yang kini terlihat jelas. Beni memandangi pinggiran dan permukaan belahan m3mek mamanya yang ditumbuhi jembut itu. Segera Beni menurunkan CD hitam itu, ingin melihat lebih jelas. Terpesona memandang m3mek tebal itu. Di atasnya dengan jembut hitam yang lebat, belahan m3meknya sudah agak mekar, sedikit memperlihatkan isinya yang kemerahan

Beni menunduk mendekatkan kepalanya....awalnya Anna merasa risih, dia memang mau melakukannya, maksudnya langsung saja, kalau Beni harus memainkan m3meknya dia masih sungkan...tapi sudahlah...go ahead, toh aku juga tadi mainin kont01 anak ini. Beni mulai mendekatkan mulutnya...aroma enak memenuhi rongga hidungnya.Mulutnya dengan lembut mulai menciumi jembut mamanya. Sesekali menjilatnya, agak basah jembut Anna kini. Lalu ia mulai menyapukan bibirnya naik turun pada belahan m3mek Anna. Enak sekali...diciuminya dan dijilatinya seluruh permukaan m3mek itu, akhirnya fokus ke daging sebesar kacang yang menonjol itu, lidahnya mulai menjilati dengan ganas, memainkannya dengan semangat it1l tersebut....setelah agak lama jarinya disodokkan ke lobang m3mek mamanya. Lama ia bermain di bawah sana...Oh..No...Desis Anna....gila...Beni....

”Awwww....Bennnnn....”
”Pinteeerr....kammuuuu.....Aiiihhhh......”
”Ogghhhhh.....Yessssss..........”

Anna mengejang...orgasme yang sudah agak lama ia jarang dapatkan. Beni segera menghetikan kegiatannya, menaiki tubuhnya, menindih tubuh Anna, bersiap menyodoknya...

”Ben...kamu bandel juga ya....cara kamu....sudah pernah begituan ya...nakal kamu...”
”Iya...sama teman ma...itu juga pakai kondom...”

Ya...setelah sekarang dia dan mamanya sama – sama bugil, buat apa lagi Beni sungkan atau berbohong..? Tak ada gunanya kan. Beni mulai bersiap, tapi Anna kembali berkata...sedikit ironi...

”Yang...nanti keluarin di dalam saja...toh tak bakalan jadi.”

Beni agak sedih jadinya, tapi hanya sesaat, Beni mulai menurunkan pantatnya....blesss...mantap. Beni diam sebentar...enak. jadi begini rasanya kalau tak pakai kondom...nyamannya pikir Beni.Anna menatap beni yang lagi bengong sebentar menikmati moment emasnya, tak sabaran jadinya, segera menggoyangkan pantatnya...Beni tersadar, mulai bergerak memompakan kont01nya...keluar masuk dengan konstant dalam m3mek mamanya yang terasa masih sempit dan hangat itu. Setiap gerakannya terasa nikmat, kont01nya seakan dibelai oleh cairan yang lembut dan sejuk.

Sementara tetap memompakan kont01nya, mata Beni memandang pada tetek besar mamanya yang selalu membuatnya terangsang itu, tetek itu nampak bergoyang, Beni memepercepat sodokannya, tetek itu bergoyang makin cepat. Nafsuin bangeeet, Beni segera menciumi tetek Anna dengan ganasnya. Sampai kegelian jadinya mamanya, mana hisapan Beni sangat kuat pada pentilnya, Anna mendesah erotis sekali. M3meknya mulai terbiasa dan menikmati kont01 anaknya, makin merasakan nikmatnya setiap sodokan kont01nya.

”AAAhhhh....Teruussss.....”
”Oooohh,,,,Ooohh......Yeesssss...”
”Ughh.....tekeeeenn Beeennnn......”

Anna kembali mengejang dengan kuat, Beni merasakan semburan hangat membasahi kont01nya, orgasme milik mama Anna. Dengan sedikit tergesa Beni mempercepat sodokannya, lalu mencabut kont01nya. Ditariknya tangan mamanya.

Anna segera bangkit, Beni membuat posisinya menungging, lalu Blesss...kont01 beni kembali menerobos m3meknya dari belakang. Bunyi pahanya beradu dengan Beni yang sedang menyodoknya terdengar nyaring di kamar in, menambah tinggi birahi. Beni dengan puas menyaksikan kont01nya keluar masuk, sesekali ia meremas bongkahan pantat mamanya yang sangat montok itu. Dia terus menyodok tanpa kenal lelah. Ditundukkan sedikit badannya, tangannya menjulur, meremasi tetek mamanya. Enak banget sambil nyodokin m3mek mamanya yang nungging, tangannya mainin tetek mamanya....makin nafsu saja Beni, ia menyodok makin kuat dan cepat...Anna benar – benar kelojotan...dan kembali mendapatkan orgasme...ampun dashyat juga anak ini......sementara Beni makin menggila saja, kont01nya menyodok sekuat dan sedalam mungkin...plok....plok...ahhh...desahnya...akhirny a ia merasakan....crooot....croootttt...pejunya memancar dengan kuat dan banyak, membasahi m3mek mama Anna. Terdiam dia, badannya menempel pada punggung mamanya yang sedang nungging itu. Setelah diam agak lama ia mencabut kont01nya yang masih keras.

Anna segera bangun, terasa peju yang mengalir di m3meknya. Baru saja ia mau membersihkannya, Beni sudah menariknya lembut, membaringkannya agak miring, dan Beni berbaring di sampingnya, tanpa banyak bicara mengangkat satu kaki Anna, lalu....ya ampun....langsung lagi ? Kont01 Beni kembali menyodok m3meknya, dan Beni mulai mencumbunya, Anna tanpa ragu membalas ciumannya, panas dan bergelora....Tangan anak itu kembali meremasi teteknya...Anna mendesah, tangannya merangkul kepala Beni, memeperlihatkan keteknya yang lagi – lagi segera habis dilumat oleh Beni. Sodokan kont01nya juga makin kuat, bahkan Anna merasakan kont01 Beni makin membesar saja di dalam m3meknya yang sudah sangat basah itu. Gila...bisa jebol lagi nih.....Anna memandang ke arah bawah, menyaksikan kont01 milik naknya yang sedang menerobos keluar masuk m3meknya yang sudah memerah itu...gairahnya jadi terbakar.....Beni benar – benar merasakan betpa nikmatnya m3mek mamanya ini, tak memperdulikan keringat yang mengalir, makin asik memompakan kont01nya, terkadang desahan suara mamanya terdengar, sangat erotis dan merangsang di telinganya. Dan lagi....mamanya mendapatkan orgasme, mamanya memburu bibirnya, menciuminya dengan kuat, membuat beni kehilangan kontrol sesaat. Beni masih saja memompa, saat ia merasakan bijinya dimainkan dan diremas, gilaaaaa....enak banget makin menambah nikmatnya setiap sodokan yang ia lakukan....oooohhh.....akhirnya batas Beni pun tiba, denyutan itu menandakannya....kembali ia mencium bibir mamanya...kali ini dengan hangat dan lembut....crooot...crooot....selesai. Lemas dan bahagia. Daerah selangkangan mereka berdua sudah basah dan lengket, cairan putih seperti busa nampak menempel di sekitar paha mereka. Beni segera mencabut kont01nya.

Anna terkulai lemas....ampun...kalau Beni meladeninya seperti ini, hasratnya akan selalu terpenuhi, kalau memang harus begini jalannya, ya terjadilah. Tapi tetap aku harus menjaga wibawa Dedi di mata Beni...

”Ben, rahasiakan ini dari papamu ya.”
”Iya ma. Ma, Beni nggak tahu alasan mama membuat kita melakukan ini, tapi yang pasti Beni senang dan setelah ini akan terus meminta mama, mana bisa berhenti lagi. Paling berhenti kalau ada papa.”
”Hehehe...nakal kamu, ingat, jangan nonton film kayak gitu terus, juga jangan buka situs jorok.”
”Kayaknya nggak deh...mana sempat lagi ? Kan nyodokin mama terus hehehe”

Dan dasar anak muda masih kuat, Cuma istirahat sebentar sudah nyodok lagi. Anna hanya bisa tersenyum saja. Dia dan si buah hati kini telah memasuki babak baru dalam kehidupan mereka.

Sebulan kemudian suaminya datang, setelah selesai urusan kerja sama bisnisnya. Dedi baru saja masuk. Beni lagi di kamarnya. Anna menyambutnya seperti biasa, dan melihat wajah Anna juga senyumnya yang lepas, tahulah Dedi...dia sudah melakukannya. Dedi tersenyum saja. Itu sudah jalannya, biarlah Anna juga berhak meraih impiannya. Kehidupan terus berjalan, akhirnya Teti hamil, kini sudah bulan ke 5, Dedi bagaikan di awang – awang, makin jarang datang aja ke Anna, tapi Anna tak pernah mengeluh lagi......Dan memang Anna tak butuh mengeluh lagi, buat apa...selalu ada Beni anak kesayangannya, buah hatinya, juga pelepas dahaganya......

Kak Indah Yang Cantik

Berikut ini adalah kisah nyata gue waktu masih duduk di kelas 2 SMP. Yaitu pengalaman mesum dengan kakak kandung gue sendiri! Oh iya, perkenalkan nama gue Irfan. Selamat menikmati.

Hari Jumat pukul 10 malam gue sedang asyik membaca buku stensilan di tempat tidur. Ditemani juga dengan majalah porno yang telah beberapa kali gue lihat bolak-balik. Maklumlah saat itu lagi musim-musimnya buku–buku begituan. Sebagai anak normal dalam masa puber, gue sedang penasaran dengan segala hal yang berbau porno. Buku-buku tersebut gue pinjam dari teman sekolah. Biasanya buku itu secara bergantian berputar tiap hari diantara teman-teman.

Lagi asyik-asyiknya membaca, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Kemudian muncul kakak kandung gue satu-satunya. Namanya Kak Indah, begitu gue memanggilnya. Usia kami terpaut sekitar 6 tahun. Sekarang dia sedang kuliah di awal semester 3.

Tentu saja gue buru-buru menyembunyikan buku yang gue baca di bawah bantal sambil berharap Kak Indah tidak mengetahui buku apa yang gue baca tadi.

“Fan... Anterin kakak beli nasi goreng yuk...” ajak Kak Indah dengan nada manja.

“Males ah Kak...” jawabku singkat.

Beginilah kebiasaan Kak Indah. Sering banget ngerasa lapar kalau sudah malam. Ujung-ujungnya gue disuruh mengant dia ke depan buat beli nasi goreng, sate, pecel lele atau yang lainnya.

“Ayo dong Fan... Kakak Laper nih...” kata kakak gue yang kali ini dengan wajah memelas.

“Sendirian aja kenapa? Lagi males nih...” ucap gue yang tetap pada pendirian.

“Jangan gitu dong Fan... Beneran laper bangeeet...” lanjut kakak gue terus memaksa.

“Makanya Kak... Jangan biasain makan malem... Badan udah gemuk juga masih makan malem-malem! Lama-lama juga kayak si Atun noh...!” ledek gue.

“Ini bukan gemuk tahu Fan! Ini namanya seksi... Sok tau lu anak kecil...! Hehehe...” kilahnya.

Kakak gue ini memang tidak gemuk, meskipun dia juga tidak dapat dikatakan langsing. Tubuh Kak indah terbilang montok. Wajar aja sih kalo dia mengatakan dirinya seksi. Karena memang sangat menarik untuk dipandang.

“Ayo dong…” ajak Kak Indah lagi sambil menarik lengan gue.

Karena gue memang lagi males. Gue bertahan aja di kasur. Tapi apa daya tarikan Kak Indah membuat posisi tubuh gue bergerak. Dan apa yang gue takutkan dari tadi ternyata menjadi kenyataan.

“Wah... Buku apaan tuh Fan?” mata Kak Indah tertuju ke buku porno yang tadi gue baca.

Ketika dia hendak mengambilnya gue buru-buru mengamankannya.

“Wah parah lu Fan...! Buku stensilan ya? Coba lihat sini...” pinta kakak gue.

“Apaan sih Kakak nih...!!” gue terus berusaha menyembunyikannya.

“Gue bilangin Mama lu...” ujar Kak Indah mengancam.

“Bilang aja ke Mama...! Emang buku apaan ini? Orang komik kura-kura ninja...” jawab gue bohong.

“Jangan ngibul lu Fan...! Orang jelas-jelas ada gambar cewek telanjangnya gitu kok...!” ucap Kak Indah yakin.

“Kura-kura ninja tahu…” gue masih saja terus berkelit.

“Bener ye kura-kura ninja? Gue bilangin Mama nih... Maaaah...!! Mmmhhh...!!!” teriak Kak Indah yang langsung saja buru-buru gue bekap mulut mungilnya itu.

“Jahat banget sih Kakak...!!” semprot gue.

Kak Indah terlihat berusaha membuka dekapan telapak tangan gue, hingga dia meronta-ronta.

“Awas...! Jangan bilang mama loh...” ancam gue.

Setelah dia menggangguk. Baru gue lepaskan perlahan tangan gue dari mulutnya.

“Janji lu Kak...” ucap gue lagi.

“Iya bawel...! Makanya kalo tadi lu mau nganterin Kakak kan nggak bakalan kejadian kayak begini...” kata kakak gue.

Perkataan kakak gue tadi memang ada benarnya. Maka sebagai upah tutup mulut, saat itu gue pun bersedia mengantarkannya membeli nasi goreng ke depan rumah. Namun dasar sial, setelah beli nasi goreng Kak Indah malah menyantap nasi gorengnya di kamarku. Memang ada untungnya juga, gue jadi bisa ikut menikmati nasi goreng. Tapi kan lebih baik kalo Kak Indah buru-buru pergi. Dan yang bikin kesal lagi, selagi makan Kak Indah terus menginterogasi gue tentang buku itu.

Setelah acara makan selesai Kak Indah malah memaksa ingin melihatnya “Coba dong liat buku yang tadi...”

“Eeeh... Anak cewek nggak boleh liat...!” ujar gue tegas.

“Yeee... Siapa bilang?” tanya kakak gue.

Dengan modal ancaman akan melaporkannya ke orangtua kami, akhirnya dengan terpaksa gue pun memberikannya. Kak Indah sendiri lebih tertarik dengan majalah porno dibandingkan buku stensilan.

Dengan cueknya kami pun membuka buku tersebut bersama-sama di tempat tidur.

“Gila kontolnya nih bule gede banget...!”celetuk Kak Indah.

“Ceweknya juga seksi loh Kak... Liat aja toketnya bagus banget kayak gitu...” aku menimpali.

Kak Indah berlama-lama ketika ada gambar ngentot bareng-bareng. Satu cewek di keroyok lima cowok bule. Kontol-kontol bule itu masing-masing masuk ke memek, dubur dan mulut. Sementara dua kontol lagi di pegang oleh tangan kanan dan kiri cewek tersebut. Entahlah apa yang sedang ada di pikiran kakakku ini. Aku yang juga ikut menikmati gambar tersebut bersama sesekali melirik Kak Indah. Tidak hanya ke arah wajahnya, namun juga bokong, badan dan payudaranya.

“Oh iya... Kontol lu berapa panjang Fan?” tanya Kak Indah tiba-tiba.

“Gak pernah di ukur Kak...” jawabku yang tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu.

Namun kemudian gue bangkit dari tempat tidur lalu turun ke lantai dan mengambil penggaris di dalam tas sekolah yang tergatung di dinding. Setelah itu aku turunkan celana pendek serta celana dalam lalu segera mengukur kontolku.

“Waaah... Udah gila lu yeh...” Kak Indah tampak kaget dengan aksi gue yang mengukur kontol di hadapannya.

“14 cm Kak...!” lapor gue sambil cengengesan.

“Ah... Masih kayak anak bocah... Hihihi...” kata Kak Indah datar walaupun gue dapat melihat raut wajahnya yang cukup terkesima.

Setelah itu gue kembali ke pembaringan, namun dengan penampilan sedikit berbeda, yaitu memakai celana pendek namun tanpa menggunakan celana dalam lagi.

“Woi... Pake celana dalamnya dulu sana...” perintah kakak gue.

Aku tidak mau menuruti perkataannya. Bahkan kontol yang tidak juga mau turun itu gue tempelkan pada bokong Kak Indah. Kini posisi gue sudah menindih Kak Indah yang sedang tengkurap sambil membaca majalah.

“Eeeh...!! Fan gila lu...!! Lepasin...!! Lepasin gueeee...!!!!”

Gue tidak mempedulikan omongannya. Aku bahkan mulai menggesek-gesek kontol ke bokongnya yang memakai celana pendek super ketat. Sementara tangan gue meremas-remas payudara Kak Indah dari belakang. Mulut gue kini ikut bergerilya ke bagian leher serta wajah Kak Indah. Kakak gue terus berusaha memberontak. Namun ternyata tenaga gue lebih kuat hingga berhasil menguasainya.

Tangannya sudah gue pegang dengan erat, sambil kontol ini terus menggesek bokong bahenol kakak gue.

“Fan... Lepasin dong... Lepasiiiin...!! Gue teriaaak nih...” kakak gue terus menolak namun kali ini dengan tenaga yang sudah hampir habis.

“Jangan dong Kak Indah... Gue kan cuma udah lama penasaran pengen ngerasain yang kayak gini...” jawab gue sambil terus meraba-raba tubuh seksi Kak Indah.

“Irfan... Pleaseee... Ja-jangan entot Kakak... Inget dong gue kan kakak kandung lu Fan...” mohon kakak gue.

Mendengar perkataannya, gue lalu meyakinkan Kak indah, bahwa gue tidak akan ngentot memeknya. Gue hanya ingin mengesek-gesekkan kontol supaya bisa orgasme. Rupanya Kak Indah mengerti dengan keinginan gue tadi. Dia pun membiarkan tubuhnya jadi objek birahi gue. bahkan ketika gue mengangkat kaos dan membongkar bra miliknya, dia tidak menolak lagi.

Namun penolakan baru terjadi ketika gue berusaha membuka celananya.

“Jangan dong... Entar ketauan Mama sama Papa...” kata Kak Indah.

“Aaah... Palingan mereka udah pada ketiduran abis maen...” ucap gue spontan.

“Sok tau deh lu...!” kata kakak gue.

“Beneran kok...! Mama sama Papa kalo maen hot banget deh Kak...” terang gue.

“Emangnya lu tau?” selidik Kak Indah.

“Iya... Gue pernah liat sekali... Waktu siang-siang, pintu kamar mereka kebuka sedikit... Ya udah gue tonton sampe kelar deh... Hehehe...” jawab gue.

Kak Indah mencubit pelan lengan gue “Kakak juga pernah denger sih waktu mereka maen di kamar mandi... Suara Mama sampe ngejerit-jerit loh...! Tapi itu udah lama banget... Waktu masih SMP...” cerita kakak gue.

Kami pun tertawa bersama namun tidak terlalu keras. Akhirnya Kak Indah mau membuka celananya. Kemudian baju dan bra, sehingga kini hanya menyisakan celana dalam warna putih. Tapi Kak Indah meminta gue untuk mengunci pintu kamar dulu.

“Janji lu fan jangan entot kakak... Nggak boleh...!” ujar Kak Indah mengingatkan.

Aku lalu mengangguk tanda menyanggupi. Maka dengan tidak sabar mulailah aku beraksi menikmati tubuh kakak gue sendiri. Mulai dari menindih, menciumi leher hingga menjilati payudara montoknya. Sementara kontolku terus bergerak menggesekan ke bagian-bagian tubuhnya supaya gue orgasme.

“Ooooh... Kakaaaak...!!” aku mendesah menikmati gesekan kontolku.

Hal yang paling mengagetkan adalah ketika gue terus menggesek dan menghisap payudaranya, Kak Indah mendesis sambil menyebut nama pacarnya. Gue sempat terhenti sesaat, namun tidak lama, karena birahi gue yang terus bergolak.

Hingga pada akhirnya sperma gue muncrat dan berceceran di celana dalam serta perut Kak Indah yang mulus dan rata.

“Udah keluar nih Kak...” kata gue sambil tersenyum senang.

Untuk membersihkan sperma yang tumpah dimana-mana, terpaksa kaos gue yang jadi tumbalnya.

“Gila lu Fan...! Banyak banget...” Kak Indah memperhatikan celana dalamnya yang di lumuri sperma.

Akhirnya dia lalu membuka celana dalam tersebut. Tentu saja kini Kak Indah telanjang bulat di hadapanku. Aku sempat terpaku pada memeknya yang tidak ditumbuhi jembut sama sekali. Pasti karena Kak Indah mencukurnya dengan rutin. Sungguh luar biasa indah seperti nama kakakku. Tubuh polosnya benar-benar sangat seksi. Jauh lebih menarik daripada cewek-cewek bule pemeran film bokep atau gambar cewek telanjang yang pernah gue lihat.

“Gara-gara lu nih Fan... Bikin repot aja...” gumamnya.

Setelah itu dia membantingkan lagi tubuhnya di kasur dalam posisi telentang. Tangannya meraih tangan gue, kemudian membimbing jari-jari gue untuk meraih memeknya. Tanpa diduga dia memainkan jari tengahku pada bibir memeknya, serta sesekali mengarahkannya ke klitoris. Ketika gerakan jari gue berjalan sendiri tanpa perlu dituntun, Kak Indah melepaskan pegangannya.

Kedua tangan Kak Indah meremas-remas payudaranya sendiri, sementara jari-jari gue terus bekerja pada memeknya.

“Ohhhh... Teruuuus Fan... Te-teruuuus...!! Iyaaa gituuu... Lagiiiii... Enaaaak bangeeeet...!!!” ceracau kakakku.

Benar-benar pemandangan panas yang tidak pernah gue bayangkan sebelumnya. Apalagi ketika Kak Indah memainkan lidahnya seakan memberi petunjuk agar gue menjilati memeknya. Tanpa pikir panjang gue mulai mengganti peran jari tangan ini dengan lidah untuk segera menjilat-jilat organ tubuh paling sensitifnya. Namun sebelum itu, gue sempat kaget ketika jari yang baru saja menari-nari di memek kakak gue sudah berubah bentuknya. Jari gue terlihat seperti melepuh, layaknya sedang kepanasan. Misteri jari yang di masukan ke memek hingga melepuh itu sampai kini masih membuat tanda tanya besar.

Karena ternyata bukan hanya pada memek kakak gue, di lain waktu juga terjadi hal yang sama ketika melakukan kepada memek cewek gue.

“Ouuughhhh... Faaaan...!! Aaahhh... Nikmaaaat... Nggghhhh...!!” kakak gue menjerit-jerit keenakan.

Setelah beberapa menit, Kak Indah akhirnya bisa mencapai orgsme dengan lidah gue “Ouuuuhhh... Oooooohhh... Enngh... Eeenngh... Kakak sampeeee Fan...”

Gue yang sudah sejak tadi terangsang, langsung menindihnya lagi. Kemudian menggesek-gesekkan kontol gue ke memeknya. Kak Indah sempat mengingatkan kembali agar gue tidak memasukan kontol gue ke dalam memeknya. Memang aku sempat berpikiran untuk tidak menghiraukan perkataannya, namun yang seperti ini juga sudah cukup enak. Namun tetap saja kadang-kadang birahi ini sulit untuk dikendalikan. Bahkan hampir saja kepala kontolku masuk ketika gue melakukan gerakan mendorong.

“Bentar dulu Fan...” kata Kak Indah yang kemudian merubah posisinya menjadi posisi duduk.

Gue hanya menatapnya dengan tatapan tidak rela karena harus kehilangan kenikmatan yang dari tadi sedang gue rasakan.

Ternyata kesabaran gue berbuah manis. Karena saat itu perbuatan kami semakin panas saja ketika Kak Indah ingin menyepong kontol gue sambil tangan gue mulai bekerja di kedua payudaranya. Sungguh terasa nikmat sekali ketika kontol gue dihisap seperti sekarang. Apalagi kenyataan bahwa yang melakukan adalah cewek cantik yang merupakan kakak kandung gue sendiri.

Gue semakin menerawang kemudian memejamkan mata karena inilah kenikmatan yang belum pernah gue rasakan sebelumnya.

“Kaaak...!! Enaknyaaaa...!!” kata gue sambil menikmati dorongan hebat pada kontol gue ini.

Saat Kak Indah sedang mengulum dan menyedot-nyedot kemaluan gue, dia mulai mengeluarkan suara-suara erotis diantara keluar dan masuknya kontol ini ke dalam mulutnya. Saat gue kembali membuka mata, gue melihat tangan kirinya meremas-remas payudaranya. Tidak heran badannya ikut bergetar saat mengulum kontol gue.

“Sluuurrrp... Hmmmm...” terdengar suara desahan Kak Indah yang sungguh merangsang.

Ketika kontol gue sudah tidak tahan menerima rangsangan, gue sempat memberi tanda karena sperma di dalam akan segera keluar. Kak Indah mengerti dan melepaskan hisapannya. Dia lalu telentang dan membuka lebar-lebar memeknya.

Belahan memek berwarna merah muda itu sepertinya sudah siap menerima rudal gue.

Namun hal tersebut harus gue urungkan karena Kak Indah kemudian berkata “Tumpahin di sini Fan... Jangan dimasukin yah...”

Setengah tidak rela, gue pun paham dengan maksudnya. Maka ketika gue orgasme gue menyemprotkan sperma tersebut ke arah memeknya.

“Aaaah...!! Kak Indaaaaah... Oooooh...” aku meneriakkan namanya ketika sperma gue keluar dalam jumlah yang tidak dapat dibilang sedikit.

Sebagian bahkan ikut masuk ke dalam daging merah dan sisanya lagi mengotori sekitar perut Kak Indah.

Gue dan Kak Indah lalu saling berperlukan, hingga akhirnya dia tidur di kamar gue tanpa ada kecurigaan dari orangtua kami. Begitulah kisah malam yang panas dengan kakak gue sendiri. Sejak saat itu, gue dan kak indah jadi semakin abrab. Bahkan Kak Indah secara terus terang bercerita bahwa dirinya sudah sering ngentot dengan pacarnya, namun tentu saja dia tidak membolehkan gue sebagai adiknya melakukan hal yang sama.

Kami berdua tetap sering mengadakan acara mesum seperti malam tersebut, Terutama ketika Kak Indah sedang meminta bantuan. Gue mengajukan syarat agar upahnya berupa pelayanan birahi. Tapi gue tetap tidak sampe memasukan kontol ke dalam memeknya.

Hingga pada suatu malam, gue yang sedang terangsang berniat sekali akan melakukan perbuatan mesum dengan Kak Indah. Tapi gue dongkol karena Ketika Kak Indah pulang ke rumah malah membawa temannya, bahkan kakak gue berkata bahwa dia akan menginap disini. Namanya adalah Santi, yang merupakan teman kuliahnya. Santi memang merupakan teman baik Kak Indah. Sudah sangat sering dia maen ke rumah, makanya gue sebenarnya sudah cukup akrab dengannya.

Karena niat gue terganggu dengan keberadaan Santi, maka sambil cemberut gue menonton TV tanpa ada niat mengobrol dengan mereka. Jika Kak Indah dan Santi bertanya, maka gue males-malesan menjawabnya. Martabak telor yang di bawa oleh kakak gue pun tidah selera untuk disantap. Kak Indah malah senyum-senyum saja melihat kelakuan gue begini sambil melahap martabak bawaannya.

“Adik lu jutek banget sih Ndah?” tanya Santi yang tidak mengerti dengan kelakuan gue yang berubah 180 derajat.

“Tau tuh... Salah makan kali...” canda kakak gue yang sepertinya sudah paham dengan aksi gue ini.

“Apa mungkin sakit Ndah? Liat aja tuh mukanya sampe pucet kayak gitu...” lanjut Santi yang masih penasaran.

“Hah? Burungnya kali yang sakit... Hehehe...” Kak Indah tertawa yang kemudian juga diikuti dengan ejekan Santi kepada gue.

Jadilah kedua cewek cantik itu menggoda gue terus-menerus. Mereka saling melempar kata dengan obyek penderitanya adalah gue yang sedang horny berat!

“Gue mau pipis dulu ya...” kata Santi kemudian pergi ke belakang.

Dia memang sudah tidak asing lagi dengan rumah ini. Jadi tidak perlu minta diantar seperti layaknya tamu baru.

“Kakak ngapain sih bawa santi nginep segala?” tanya gue ketika Santi sudah menghilang.

“Lah? Emang kenapa sih?” jawab Kak Indah dengan enteng.

Gue terus memarahi Kak Indah, sementara kakak gue tidak begitu peduli. Dia malah cengar–cengir saja menanggapinya. Bener juga memang, tidak ada salahnya teman-temannya pada menginap. Yang jadi masalahnya sekarang gue sedang ingin sekali berbuat mesum sama Kak Indah.

“Ndah... Pinjem kaos buat tidur dong... Sekalian celana pendeknya...” ujar Santi dari belakang.

Gue dibuat kaget setengah mati karena ketika Santi berjalan, dia tidak mengenakan sehelai benang pun alias telanjang bulat! Pakaian yang dia kenakan semula kini sudah berada di dalam genggaman tangannya. Tubuh Santi sungguh terlihat bagus. Sudah langsing, payudara besar menggantung hingga kulit yang putih.

“Udah lu tidur telanjang aja kayak gitu Sant...” kata Kak Indah asal.

“Tuh... Si Irfan aja doyan ngeliatin lu terus... Hehehe...” ledek Kak Indah sambil melihat ke arah gue yang masih terpaku dengan tubuh Santi.

Gue yang tersadar segera mengalihkan pandangan ketika mendengar ucapan Kak Indah seperti itu.

Lagi-lagi kedua cewek itu cekikian menggoda gue. Langsung saja gue pura-pura menonton TV saja.

Tanpa dapat diduga, tiba-tiba saja Santi mendekati tempat duduk gue.

“Gue tidur di kamar lu aja ya Fan...” ujar Santi pelan.

Santi lalu duduk di pangkuan gue. Dia kini menciumi wajah serta leher gue. Payudaranya yang tidak kalah besar dengan Kak Indah, mulai digesek-gesekkan ke dada gue. Tentu saja kelakuannya membuat gue terangsang berat. Namun gue tetap berlagak jual mahal.

“Daripada nonton TV nggak jelas kayak gitu, mendingan main sama gue deh...” lanjutnya lagi yang kali ini berhasil mengalihkan perhatian gue.

Santi mendekati telinga gue lalu berbisik “Gue udah tahu semua kelakuan lu sama si Indah... Makanya gue juga mau ikutan...”

Karena masih belum percaya begitu saja, gue langsung melirik ke arah Kak Indah yang sedang tersenyum-senyum penuh arti. Tidak lama Santi membuka kaos oblong gue. Kemudian dibangunkannya gue dari kursi.

Setelahnya, dia mulai membuka celana gue hingga bugil seluruhnya.

“Kontol adik lu udah keras banget... Lumayan panjang juga yah buat anak seumuran dia... Pantesan aja lu doyan Ndah...” ujar Santi kepada kakak gue yang tanpa banyak basa-basi lagi langsung mengulum kontol di depannya.

“Ssssh... Aggghh... Aaaaghh...!!” gue mendesis nikmat.

Hingga pada akhirnya gue pun larut dalam permainan Santi.

“Ajak gue ke kamar lu Fan... Gue lagi pengen banget ngentot nih...” bisik santi.

Dengan tidak sabar gue lalu menggirjng Santi ke kamar. Sesampainya di sana, gue terus diserang bertubi-tubi oleh Santi di atas kasur. Ketika Santi ingin memasukan kontol gue ke memeknya, tiba-tiba Kak Indah masuk.

“Eh... Tunggu...! Dasar udah pada gatel lu pada...” teriak kakak gue.

“Ganggu aja lu Ndah...! Gue udah berapa bulan nih nggak ngentot... Lah kalo lu baru juga berapa jam yang lalu ngentot ama cowok lu...” protes Santi kepada kakak gue.

Kak Indah hanya nyengir kuda. Dasar memang nih gue punya kakak model kayak begini.

“Oke... Gue paham deh... Sebenernya gini loh Fan... Kak Indah sengaja bawa Santi supaya lu bisa ngerasain yang namanya ngentot... Lagipula biar kita berdua nggak ngelakuin hal yang kayak dulu lagi... Gue takut aja ketauan sama Mama dan Papa...” terang Kak Indah panjang.

Lalu kakak gue melanjutkan kalau gue sekarang belum bisa berjanji, maka acara ini akan dibatalkan. Dengan berat hati gue menyetujuinya. Lagipula gue kan pengen ngerasaain yang namanya ngentot memek cewek. Karena Kak Indah juga tidak pernah memberikan memeknya dimasuki oleh kontol gue.

Begitulah, ahirnya gue dan Santi ngentot di kamar ini. Sementara itu Kak Indah hanya jadi penonton saja sambil sesekali meremas payudaranya.

Santi terlihat sangat berpengalaman. Entah sudah berapa banyak jam terbangnya, hingga dia begitu mahir memuaskan nafsu birahi gue. Dalam permainan itu gue dan Santi masing-masing bisa orgasme hingga dua kali. Sebelum akhirnya istirahat makan dan menonton TV lagi.

Ketika jam sudah menunjukkan pukul 1 malam, Kak Indah terlihat mengantuk. Dia pun pamit untuk pergi tidur ke kamarnya. Beberapa saat kemudian gue yang sudah datang lagi birahinya, mengajak santi untuk menutup malam dengan satu permainan lagi. Namun ternyata Santi punya rencana lain. Dia ingin melakukan bertiga bersama Kak Indah.

Gue pun tentu saja setuju dengan niatnya. Santi kemudian mengeluarkan selembar dasi almamater dari dalam tas. Kami pun masuk ke dalam kamar kakak gue dalam keadaan bugil. Di dalam kamar, Kak Indah ternyata sudah tidur dengan pulas.

“Liat kakak lu tuh kecapean... Berapa ronde tadi siang dia ngentot ama pacarnya...” kata Santi pelan supaya tidak membuat kakak gue terbangun.

Gue diarahkan santi untuk memegang tangan kak indah. Dengan beberapa gerakan saja tangan kak indah sudah teringat ke atas dengan dasi. Kak indah terbangun dan kaget melihat tangannya sudah terikat.

“Hei...!! Apa-apan sih nih? Santi...! Irfan...! Lepasin gue dong...!” teriak Kak Indah sambil berusaha membuka ikatan pada tangannya.

“Udah deh... Nikmatin aja Ndah... Gue pengen buat lu orgasme...” jawab Santi dengan tenangnya.

“Ayo Fan kita mulai kerjain kakak lu...” lanjutnya sambil mengedipkan sebelah matanya.

Santi melepas bagian bawah pakaian Kak Indah. Celana pendek dan celana dalamnya dilemparkan jauh-jauh. Sementara itu gue kebagian melepas kaos ketat dan bra milik Kak Indah. Tubuh kakak gue yang sudah telanjang bulat serta dalam keadaan terikat tidak berdaya sungguh terlihat sangat menggoda bagi siapapun yang menyaksikannya.

“Wow... Memek lu bagus banget Ndah...! Pantesan aja cowok lu demen banget ngentot...” puji Santi.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Santi langsung menjilati memek Kak Indah. Sementara gue dapat bagian payudaranya. Sesekali kami saling bertukar posisi menggarap Kak Indah. Diam-diam ternyata kakak gue juga ikut menikmati. Apalagi ketika Santi memberikan memeknya ke arah wajah Kak Indah, denga sangat rakus dia menjilatinya. Begitu juga ketika gue menyuguhkan kontol gue, Kak Indah juga tidak menolak. Kakak gue yang cantik itu akhirnya mencapai orgasme dengan jilatan lidah santi pada memeknya.

Ikatan dasi Santi kemudian dilepas ketika permainan kami bertiga semakin panas, dan tidak ada lagi penolakan dari kakak gue. Santi kemudian menyusul mencapai orgasme dengan jilatan lidah Kak Indah. Sementara itu gue juga telah mencapai klimaks di dalam memek Santi.

- Tamat -

Cerita Sedarah - Dalam Diam, Kami Bercinta

Sejak aku divonnis dokter kandungan, tak bolehmemiliki anak lagi, hatiku sangat sedih. Rupanya, Tuhan hanya menitipkan seoang anak saja yang kulahirkan. Rahimku, hanya boleh melahirkan seoang anak laki-laki di rahimku.
Setelah aku sehat dan kembali dari rumah sakit membawa bayiku, dan bayiku berusia 1 tahun, dengan
lemmbut suamiku meminta izin untuk menikah lagi. Alasannya, baginya seorang anak tak mungkin. Dia harus memiliki anak yang lain, laki-laki dan perempuan. Dengan sedih, aku "terpaksa" merelakan suamiku untuk menikah lagi. Parakanku sudah tdiangkat, demi keselamatanku dan kesehatanku.

Sejakl pernikahannya, dia jarang pulang ke rumah. Paling sekali dalam seminggu. Kini setelah usia anakku 15 tahun, suamiku justru tak pernh pulang ke rumah lagi. Dia telah memiliki 4 orang anak, tepatnya dua pasang dari isteri mudanya dan dua anak lagi dari isterinya yang ketiga. Aku harus puas, memiliki tiga buah toko yang serahkan atas namaku serta sebuah mobil dan sebuah taksi selain sedikit deposito yang terus kutabung unutk biaya kuliah anakku Irvan nanti.

Irvan sendiri sudah tak perduli pada ayahnya. Malah, kalau ayahnya pulang, kelihatan Irvan tak bersahabat dengannya. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Semoga saja Irvan tidak berdosa pada ayahnya. Setiap malam Aku selalu mengeloni Irvan agar tubuhku tak kedinginan disiram oleh suasana dingin AC 2 PK di kamar tidurku. Irvan juga kalau kedinginan, justru merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Irvan memang anak yang manja dan aku menyenanginya.

Sudah menjadi kebiasaanku, kalau aku tidur hanya memakai daster mini tanpa sehelai kain pun di balik daster miniku. Aku menikmati tidurku dengan udara dinginnya AC dan timpa selmut tebal yang lebar. NIkmat sekali rasanya tidur memeluk anak semata wayangku, Irvan. Kusalurkan belai kasih sayangku padany. Hanya padanya yang aku sayangi.

Sudah beberapa kali aku merasakan, buah dadanya diisap-isap oleh Irvan. Aku mengelus-elus kepala Irvan dengan kelembutan dan kasih sayang. Tapi kali ini, tidak seperti biasanya. Hisapan pda pentil teteku, terasa demikian indahnya. Terlebih sebelah tangan Irvan mengelus-elus bulu vaginaku. Oh... indah sekali. Aku membiarkannya. Toh dia anakku juga. Biarlah, agar tidurnya membuahkan mimpi yang indah.

Saat aku mencabut pentil tetekku dari mulut Irvan, dia mendesah.
"Mamaaaaa..."
Kuganti memasukkan pentil tetekku yang lain ke dalam mulutnya. Selalu begitu, sampai akhirnya mulutnya terlepas dari tetekku dan aku menyelimutinya dan kami tertidur pulas. Malam ini, aku justru sangat bernafsu. Aku ingin disetubuhi. Ah... Mampukah Irvan menyetubuhiku. Usianya baru 15 tahun. Masih SMP. Mampukah. Pertanyaan itu selalu bergulat dalam bathinku.

Keesokan paginya, saat Irvan pergi ke sekolah, aku membongkar lemari yang sudah lama tak kurapikan. Di lemari pakaiaIrvan di kamarnya (walaudia tak pernah meniduri kamarnya itu) aku melihat beberapa keping CD. Saat aku putar, ternyata semua nya film-film porno dengan berbagai posisi. Dadaku gemuruh. Apaah anakku sudah mengerti seks? Apakah dia sudah mencobanya dengan perempuan lain? Atau dengan pelacur kah? Haruskah aku menanyakan ini pada anakku? Apakah jiwanya tidak terganggu, kalau aku mempertanyakannya? Dalam aku berpikir, kusimpulkan, sebaiknya kubiarkan dulu dan aku akan menyelidikinya dengan sebaik mungkin dengan setertutupmungkin.

Seusai Irvan mengerjakan PR-nya (Diseekolah Irvan memang anak pintar), dia meniki tempat tidur dan memasuki selimutku. Dia cium pipi kiri dan pipi kananku sembari membisikkan: Selamat malam... mama..." Biasanya aku menjawabnya dengan:"Selamat malam sayag..." Tapi kalau aku sudah tertidur, biasanyaaku tak menjawabnya.Dadaku gemuruh, apaah malam ini aku mempertanyakan CD porno itu. Akhirnya aku membiarkan saja. Dan...

Aku kembali merasakan buah dadaku dikeluarkan dari balik dasterku yang mini dan tipis. Irvan mengisapnya perlahan-lahan. Ah... kembali aku bernafsu. Terlebih kembali sebelah tangannya mengelus-elus bulu vaginaku. Sebuah jari-jarinya mulai mengelus klentitku. AKu merasakan kenikmatan. Kali ini, aku yakin Irvan tidak tidur. Aku merasakan dari nafasnya yang memburu. Aku diam saja. Sampai jarinya memasuki lubang vaginaku dan mempermainkan jarinya di sana. Ingin rasanya aku mendesah, tapi...

Aku tahu, Irvan menurunkan celananya, sampai bagian bawah tubuhnya sudah bertelanjang. Dengan sebelah kakinya, dia mengangkangkan kedua kakiku. Dan.... Irvan menaiki tubuhku denngan perlahan. Aku merasakan penisnya mengeras. Berkali-kali dia menusukkan penis itu ke dalam vaginaku. Irvan ternyata tidak mengetahui, dimana lubang vagina. Brkali-kali gagal. Aku kasihan padanya, karena hampir saja dia putus asa. Tanpa sadar, aku mengangkangkankedua kakiu lebih lebar. Saat penisnya menusuk bagian atas vaginaku, aku mengangkat pantatku dan perlahan penis itu memasuki ruang vaginaku. Irvan menekannya. Vaginaku yang sudah basah, langsung menelan penisnya. Nampaknya Irvan belum mampu mengatasi keseimbangan dirinya. Dia langsung menggenjotku dan mengisapi tetekku. Lalu crooot...croot...croooootttt, sprmanya menyemprot di dalam vaginaku. Tubuhnya mengejang dan melemas beberapa saat kemudian. Perlahan Irvan menuruni tubuhku. Aku belum sampai... tapi aku tak mungkin berbuat apa-apa.

Besok malamna, hal itu terjadi lagi. Terjadi lagi dan terjadi lagi. Setidaknya tiga kali dalam semingu. Irvan pun menjadi laki-laki yang dewasa. Tak sedikit pun kami menyinggung kejadian malam-malam itu. Kami hanya berbicara tentang hal-hal lain saja. Sampai suatu sore, aku benar-benar bernafsu sekali. Ingin sekali disetubuhi. Saat berpapasan dengan Irvan aku mengelus penisnya dari luar celananya. Irvan membalas meremas pantatku. Aku secepatnyake kamar dan membuka semua pakaianku, lalu merebahkan dri di atas tempat di tutupi selimut. Akuberharap, Irvan memasuki kamar tidurku. Belum sempat usai aku berharap, Irvan sudeah memasuki kamar tidurku. Di naik ke kamar tidurku dan menyingkap selimutku. Melihat aku tertidur dengan telanjang bulat, Irvan langsung melepas semuapakaiannya. Sampai bugil. Bibirku dan tetekku sasaran utamanya. AKu mengelus-elus kepalanya dan tubuhnya. Sampai akhirnya aku menyeret tubuhnya menaiki tubuhku. KUkangkangkan kedua kakiku dan menuntun penisnya menembus vaginaku. Nafsuku yangsudah memuncak, membuat kedua kakiku melingkar pada pinggangnya. Mulutnya masih rakus mengisapi dan menggigit kecil pentil tetekku. Sampai akhirnya, kami sama-sama menikmatinya dan melepas kenikmatan kami bersama. Seusai itu, kami sama-sama minum susu panas dan bercerita tentang hal-hal lain, seakan apa yang baru kami lakukan, buka sebuah peristiwa.

Malamnya, seisai Irvan mengerjakan PR-nya dia mendatangiku yang lagi baca majalah wanita di sofa. Tatapan matanya, kumengerti apa maunya. Walau sore tadi kami baru saja melakukannya. Kutuntun dia duduk di lantai menghadapku. Setelah dia duduk,aku membuka dasterku dan mengarahkan wajahnya ke vaginaku. AKu berharap Irvan tau apa yang harus dia lakukan, setelah belajar dari CD pornonya. Benar saja, lidah Irvan sudah bermain di vaginaku. Aku terus membaca majalah, seperti tak terjadi apa-apa. AKu merasa nikmatr sekali. Lidahnya terus menyedot-nyedot klentitku dan kedua tangannya mengelus-elus pinggangku. Sampa akhirnya aku menjepit kepalanya, karean aku akan orgasme. Irvan menghentikan jilatannya Dan aku melepaskan nikmatku. Kemudia kedua kakiku kembali merenggang. AKu merasakan Irvan menjilati basahnya vaginaku. Setelah puas, Irvan bangkir. Aku turun ke lantai. Kini irvan yang membuka celananya dan menarik kepalaku agar mulutku merapat ke penisnya. Penis yang keras itu kujilati dengandiam. Irvan menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa. Kepalaku ditangkapnya dan dileus-elusnya. Aku terus menjilatinya dan terus melahap penisnya, sampai spermanya memenuhi mulutku. Sampai akhirnyanormal kembali dan kami duduk bersisian menyaksikan film lepas di TV. Seusai nonton film, aku mengajaknya untuk tidur, karean besok dia harus sekolah, dan aku harus memeriksa pembukuan toko.
"yuk tidur sayang," kataku.Irvan bangkit dan menggamit tanganku, lalu kami tertidur pulas sampai pagi.

Siang itu, aku mendengar Irvan pulang sekolah dan diaminta makan. Kami sama-sama makan siang di meja makan. Usai makan siang, kami sama-sama mengangkat piring kotor dan sama-sama mencucinya di dapur. Irvan menceritakan guru baruya yang sangat disiplin dan terasa agak kejam. Aku mendengarkan semua keluhan dan cerita anakku. Itu kebiasaanku, sampai akhirnya aku harusmengetahui siap Irvan. Aku juga mulai menanyakan siapa pacarnya dan pernah pergi ke tempat pelacuran atau tidak. Sebenarnya aku tahu Irvan tidak pernah pacaran dan tidak pernah kepelacuran dari diary-nya. Kami sama-sama menyusun piring dan melap piring sampai ke ring ke rak-nya, sembari kami terusbercerita.
"Ma...besok Irvan diajak teman mendaki gunung...boleh engak, Ma?" tanya Irvan meminta izinku sembari tangannya memasuku bagian atas dasterku dan mengelus tetekku.
"Nanti kalau sudah SMA saja ya sayang..." kataku sembari mengelus penis Irvan.
"Berarti tahun depan dong, Ma," katanya sembari mengjilati leherku.
"Oh... iya sayang... Tahun depan" kataku pula sembari membelai penisnya dan melepas kancing celana biru sekolahnya dan melepas semua pakaiannya sampai Irvan telanjang bulat.
"Kalau mama bilang gak boleh ya udah. Irvan gak ikut," katanya sembari melepaskan pula kancing dasterku sampai aku telanjang bulat.
Ya.. kami terus bercerita tenag sekolah Irvan dan kami sudah bertelanjangbulat bersama.
"Sesekali kita wisata ke puncak yuk ma..." kata Irvan sembari menjilati leherku dan mengelus tetekku. Aku duduk di kursi kaman dan Irvan berdiri di belakangku. Uh... anakku sudah benar-benar dewasa. Dia ingin sekali bermesraan dan sangat riomantis.
"Kapan Irvan maunyake puncak?" kataku sembari menkmatijilatannya. Aku pun mulai menuntunnya agar beradadi hadapanku.

Irvan kubimbing untuk naik ke atas tubuhku. Kedua kakinya mengangkangi tubuhku dan bertumpu pada kursi. Panttanya sudah berada di atas kedua pahaku dan aku memeluknya. Kuarahkan murnya untuk mengisap pentil tetekku.
"Bagaimana kalau malam ini saja kita ke puncak sayang. Besok libur dan lusa sudah minggu. Kita di pucak dua malam," kataku sembari mengelus-elus rambutnya.
"Setuju ma. Kita bawa dua buah selimut ma," katanya mengganti isapan \nya dari tetekku yang satu ke tetekku yang lain.
"Kenapa harus dua sayang. Satu saja.." kataku yang merasakan tusukan penisnya yang mengeras di pangkal perutku.
"Selimutnya kita satukan biar semakin tebal, biar hangat ma. Dua selimut kita lapis dua," katanya. Dia mendongakkan wajahnya dan memejamkan matanya, meminta agar lidahku memasuki mulutnya. Aku membernya. Sluuupp... lidahku langsung diisapnya dengan lembut dan sebelah tangannya mengelus tetekku.
Tiba-tiba Irvan berdiri dan amengarahkan penisnya ke mulutku. Aku menyambutnya. Saat penis itu berada dalam mulutku dan aku mulai menjilatinya dalam mata terpejam Irvan mengatakan:"Rasanya kita langsung saja pergi ya ma. Sampai dipuncak belum sore. Kita boleh jalan-jalan ke gunung yang dekat villa itu," katanya.

Aku mengerti maksudenya, agar aku cepat menyelesaikan keinginannya dan kami segera berangkat. Cepat aku menjilati penisnya dan Irvan Meremas-remas rambutku dengan lembut. Sampai akhirnya, Irvan menekan kuat-kuat penisnya ke dalam mulutku dan meremas rambutku juga. Pada tekak mulutku, aku merasakan hangatnya semprotan sperma Irvan beberapa kali. Kemudian di dudk kembali ke pangkuanku. Di ciumnya pipiku kiri-kanan dan mengecup keningku. Uh... dewasanya Irvan. Au membalas mengecup keningnya dengan lembut.

Irvan turun dari kursi, lalu memakaikan dasterku dan dia pergi ke kamar mandi. Aku kekamar menyiapkan sesuatu yang harus kami bawa. Aku tak lupamembawa dua buah selimut dan pakaian yang mampu mebnghangatkan tubuhku. Semua siap. Mobil meluncur ke puncak, mengikuti liuknya jalan aspal yang hitam menembus kabut yang dingin. Kami tiba pukul 15.00. Setelah check in, kami langsung makan di restoran di tepi saw2ah dan memesan ikan mas goreng serta lapannya. Kami makan dengan lahap sekali. Dari sana kami menjalani jalan setapak menaik ke lereng bukit. Dari sana, aku melihat sebuah mobilo biru tua, Toyota Land Cruiser melintas jalan menuju villa yang tak jauh dari villa kami. Mobil suamiku, ayahnya Irvan. Pasti dia dengan isteri mudanya atau dengan pelacur muda, bisik hatiku. Cepat kutarik Irvan agar dia tak melihat ayahnya. Aku terlambat, Irvan terlebih daulu melihat mobil yang dia kenal itu. Irvan meludah dan menyumpahi ayahnya:"Biadab !!!" Begitu bencinya dia pada ayahnya. Aku hanya memeluknya dan mengelus-elus kepalanya. Kami meneruskan perjalanan. Aku tak mau suasana istirahat ini membuatnya jadi tak indah.

Sebuah bangku terbuat dari bata yang disemen. Kami duduk berdampingan diatasnya menatap jauh ke bawah sana, ke hamparan sawah yang baru ditanami. Indah sekali.
Irvan merebahkan kepalanya ke dadaku. AKu tahu galau hatinya. Kuelus kepalanya dan kubelai belai.
"Tak boleh menyalahkan siapapun dalam hiduap ini. Kita harus menikmati hidup kita dengan tenanag dan damai serta tulus," kata kumengecup bibirnya. Angin mulai berhembus sepoi-sepoi dan kabut sesekali menampar-nampar wajah kami. Irvan mulaui meremas tetekku, walau masih ditutupi oleh pakaianku dan bra.
"Iya. Kita harus hidup bahagia. Bahagia hanya untuk milik kita saja," katanya lalu mencium leherku.
"Kamu lihat petani itu? Mereka sangat bahagia meniti hidupnya," kataku sembari mengelus-elus oenisnya dari balik celananya. Irvan berdiri, lalu menuntunku beridir. Akua mengikutinya. Dia mengelus-elus pantatku dengan lembut.
"Lumpur-lumpur itu pasti lembut sekali, Ma," katanya terus mengelus pantatku. Pasti Irvan terobsesi dengan anal seks, pikirku. Aku harus memberinya agar dia senang dan bahagia serta tak lari kemana-mana apalagi ke pelacur. Dia tak boleh mendapatkannya dari perempuan jalang.
Kami mulai menuruni bukit setelah mobil Toyota biru itu hilang, mungkin ke dalam garasi villa. Irvan tetapmemeluk pinggangku dan kami memesan duabotol teh. Kami meminumnya di tepi warung.
"Wah... anaknyanya ganteng sekali bu. Manja lagi," kata pemilik warung. Aku tersenyum dan Irvanpun tak melepaskan pelukannya. Sifatnya memang manja sekali.
"Senang ya bu, punya anak ganteng," kata pemilik warung itu lagi. Kembali aku tersenyum dan orang-orang yang berada di warung itu kelihatan iri melihat kemesraanku dengan anakku. Mereka pasti tidak tau apa yang sedang kami rasakan. Keindahan yang bagaimana. Mereka tak tahu.

Setelah membayar, kami menuruni bukit dan kembali ke villa. Angin semakin kencang sore menjelang mahgrib itu. Kami memesan dua gelas kopi susu panas dan membawanya ke dalam kamar. Setelah mengunci kamar, aku melapaskan semua pakaianku. Bukankah tadi Irvan mengelus-elus pantatku? BUkankah dia ingin anal seks? Setelah aku bertelanjang bulat, aku mendekati Irvan dan melepaskan semua pakaiannya. Kulumasi penisnya pakai lotion. Aku melumasi pula duburku dengan lotion. Di lantai aku menunggingkan tubuhku. Irvan mendatangiku. Kutuntun penisnya yang begitu cepat mengeras menusuk lubang duburku. Aku pernah merasakan ini sekali dalam hidupku ketika aku baru menikah. Sakit sekali rasanya. Dari temanku aku mengetahui, kalau mau main dri dubur, harusmemakai pelumas, katanya. Kini aku ingin praktekkan pada Irvan

Irvan mengarahkan ujung penisnya ke duburku. Kedua lututnya, tempatnya bertumpu. Perlahan...perlahan dan perlahan... Aku merasakan tusukan itu dengan perlahan. Ah... Irvan, kau begitu mampu memberikaapa yang aku inginkan, bisik hatiku sendiri. Setiap kali aku merasa kesat, aku denga tanganku menambahi lumasan lotion ke batangnya. Aku merasakan penis itu keluar-masukdalam duburku. Kuarahkan sebelah tangan Irvan untuk mengelus-elus klentitku. Waw... nimat sekali. Di satu sisi klentitku nikat disapu-sapu dan di sisi lain, duburku dilintasi oleh penis yang keluar masuk sangat teratur. Tak ada suara apa pun yang terdengar. Sunyi sepi dan diam. Hanya ada desau angin, desah nafas yang meburu dan sesekali ada suara burung kecil berkicau di luar sna, menuju sarangnya.

Tubuh Irvan sudah menempel di punggungku. Sebelah tangannya mengelus-elus klentitku dan sebelah lagi meremas tetekku. Lidahnya menjilati tengkukku dan dan leherku bergantian. Aku sangat beruntung mememiliki anak seperti Irvan. Dia laku-laki perkasa dan penuh kelembutan. Tapi... kenapa kali ini dia begitu buas dan demikian binal? Tapi... Aku semakin menikmati kebuasan Irvan anak kandungku sendiri. Buasnya Irvan, adalah buas yang sangat santun dan penuh kasih.

Aku sudah tak mampu membendung nikmatku. AKu menjepit tangan Irvan yang masih mengelus klentitku jugamenjepit penisnyadengan duburku. Irvan mendesah-desah...
"Oh... oh....oooooohh..."
Irvan menggigit bahuku dan mempermainkan lidahnya di sela-sela gigitannya. Dan remasan pada tetekku terasa begitu nikmat sekali. Ooooooooooohhhh... desahnya dan aku pun menjerit..
Akhhhhhhhhhhhh......... Lalu aku menelungkup di lantai karpet tak mampu lagi kedua lututku untuk bertumpu.
Penis Irvan mengecil dan meluncur cepat keluar dari duburku. Irvan cepat membalikkan tubuhku. Langsung aku diselimutinya dan diamasuk ke dalam selimut, sembari mengecupi leherku dan pipiku. Kami terdiam, sampai desah nafas kami normal.

Irvan menuntunku duduk dan membimbingku duduk di kursi, lalu melilit tubuhku dengan selimut hotel yang tersedia di atas tempat tidur. Dia mendekatkan kopi susu ke mulutku. Aku meneguknya. Kudengar dia mencuci penisnya, lalu kembali mendekat padaku. Dia kecul pipiku dan mengatakan:"Malam ini kita makan apa, Ma?"
"Terserah Irvan saja sayang."
"Setelah makan kita kemana, Ma?" dia membelai pipiku dan mengecupnya lagi.
"Terserah Irvan saja sayang. Hari ini, adalah harinya Irvan. Mama ngikut saja apa maunya anak mama," kataku lembut.
"OK, Ma. Hari ini haerinya Irvan. Besok sampai minggu, harinya mama. Malam ini kita di kamar saja. Aku tak mau ketemu dengan orang yang naik Toyota Biru itu," katanya geram. Nampaknya penuh dendam. Aku menghela nafas.
Usai makan malam, kami kembali ke kamar dan langsung tidur di bawah dua selimut yang hangat dan berpelukan. Kami tidur sampai pukul 09.00 pagi baru terbangun. 

Hot Banget

http://www.mediafire.com/?42vwgts3gchabkn

Film - ML Disofa Rumah

http://www.mediafire.com/?fpytha1gb78kqcr

Senin, 24 September 2012

Cerita Sedarah - Anak Petani III (End)

BAB IX
KELUARGA MUDA

Perhubungan antara Annisa dan Arjuna mulai saat itu berubah. Mereka seperti dua orang kekasih yang saling mencintai. Berhubung Arjuna belum pernah punya pacar, sementara Annisa juga walaupun punya pacar di Kalimantan, namun itu hanyalah cinta monyet dan hubungan antara dia dan pacarnya hanya sebatas pegangan tangan dan ciuman.
Dengan Arjuna, walaupun anak laki-laki itu lebih muda darinya, namun Arjuna termasuk anak yang enak diajak bicara dan curhat, selain itu dialah lelaki yang memperawaninya. Pengalaman seks pertama Annisa menjadikan Arjuna seakan-akan pusat dunia bagi Annisa. Namun tidak bisa dikatakan begitu dengan Arjuna, cinta pertama Arjuna adalah ibunya. Di lain pihak, kalau dipikir-pikir, Annisa juga dicintai oleh Arjuna, namun mungkin bisa dibilang Annisa lebih seperti isteri muda Arjuna. Annisa lebih muda, lebih gurih, vaginanya sempit dan tubuhnya masih kencang. Arjuna bisa dikatakan sangat menikmati menyetubuhi kakaknya itu, namun cinta pertamanya adalah ibunya.
Annisa mengkonfrontir Arjuna sehari setelah hubungan seksual mereka. Saat itu, kedua ibu mereka sedang ada di rumah dan sedang ngobrol. Arjuna yang sedang dimabuk kepayang oleh tubuh kakaknya, mengajak kakaknya untuk berjalan-jalan. Tepat di belakang rumah Waluyo, ada sungai kecil di kelilingi pepohonan yang rimbun memanjang di pinggir sungai itu. Bila ada orang yang berjalan-jalan di sana, lalu memasuki daerah pepohonan itu, maka orang itu tak akan terlihat lagi. Tempat ini bagus sekali untuk mojok, pikir Arjuna. Arjuna membawa tikar dan termos air, sementara Annisa membawa rantang, berhubung mereka berencana untuk piknik.
Dewi dan Fauziah semenjak bertemu sudah seperti kawan lama saja. Mereka sangat cocok satu sama lain. Sehingga akhirnya mereka memutuskan untuk membiarkan anak-anak piknik berdua, sementara mereka berencana untuk ngobrol dan bercerita mengenai kehidupan masing-masing.
Arjuna mengajak kakaknya untuk berpiknik di tempat favoritnya. Tempat itu agak jauh dari rumah, di tempat dimana pepohonan rimbun membentuk lingkaran, sehingga ditengahnya ada celah. Tempat ini sukar ditemui karena dipinggir sungai banyak sekali bebatuan, dan dari arah rumah tersembunyi oleh pepohonan yang lebat.
Mereka memasang tikar, sesekali Arjuna memperhatikan kakaknya. Annisa memakai baju you can see, alias baju kaos lengan buntung dan rok selutut. Sungguh dandanan ABG yang seksi. Setelah tikar selesai dipasang mereka duduk, Arjuna bertanya,
“Kakak mau makan dulu?”
“Emangnya kamu mau ngapain?”
Arjuna nyengir, lalu tiba-tiba menerkam kakaknya sehingga mereka bertindihan di atas tikar. Mulut mereka otomatis saling mencari. Dengan rakusnya kedua mulut remaja itu saling melahap bagaikan orang kelaparan. Lidah mereka saling menjilat dengan liar dan nafas mereka mulai memburu. Arjuna berkata,
“Kakak belum mandi, kan? Seperti yang Arjuna minta tadi malam.”
“baru gosok gigi aja, Jun…”
Lalu Arjuna kembali menciumi bibir basah kakaknya. Sebenarnya tidak perlu Arjuna bertanya, karena dalam kedekatan seperti ini, Arjuna dapat mencium bau tubuh kakaknya perlahan menyapa hidungnya.
“Coba Jun cium keteknya….”
Arjuna mementangkan kedua tangan Annisa. Ketek itu dihiasi bulu-bulu halus dan jarang yang sedikit basah, berhubung mereka baru saja berjalan dari rumah ke situ, sementara cuaca panas. Keringat kecil membasahi dahi Annisa berbentuk butiran-butiran air, bibir atas kakaknya itu pun berkeringat. Sungguh pemandangan indah melihat kakaknya pasrah ia tindih.
Annisa merasa ketika hidung adiknya menyentuh keteknya dan ia merasa geli.
“Idih Arjuna! Ketek kok dicium?! Kan bau asem…..”
“Ketek Kakak baunya harum bagi Arjuna.”
Hidung Arjuna menekan-nekan ketek Annisa. Annisa merasa geli, apalagi hidung adiknya itu mulai menggeseki ketiaknya. Dapat Annisa rasakan hembusan angin ketika adiknya mengeluarkan nafas dan juga ketika Arjuna menarik nafasnya, mencoba memahami dan mengingat baut tubuhnya.
Kejutan dialami Annisa ketika Adiknya mulai menjilati keteknya. Serta merta Annisa merasa lemas karena geli dan enak akibat sapuan lidah adiknya itu.
Arjuna menghirupi aroma tubuh kakaknya lalu mulai menjilat keteknya. Sedikit masam, namun gurih banget di mulutnya. Arjuna mulai mengenyoti bulu-bulu halus di ketek kakaknya itu. Lidahnya ditekannya ketika menjilat seperti anjing yang sedan minum air. Naik turun ketek kiri kakaknya itu dibasahi dengan air liur Arjuna. Setelah beberapa lama, giliran yang kanan kembali diciumi, disedot dan dijilatinya. Arjuna menjadi bertambah horny. Setiap jengkal ketek Annisa dijelajahi mulut dan lidahnya. Bau tubuh Annisa yang kini mulai keringatan mulai terkuar dan memasuki hidung Arjuna. Arjuna mulai menekan selangkanganya ke selangkangan kakaknya.
“Buka dulu….” Perintah kakaknya.
Sehingga kini dengan gerakan cepat Arjuna duduk, membuka kaos dan celananya, sementara Annisa mulai membuka bajunya dan roknya.
“langsung masukkin, dek…. Dari pagi kakak udah ga tahan ngebayangin kontol kamu…..”
Annisa memegang penis adiknya lalu diarahkan tepat ke lubang senggamanya sementara ia ngengkang. Arjuna segera menghujamkan kontolnya ketika dirasakannya pala kontolnya berhenti di lubang kencing kakaknya.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhh…………..”
Keduanya mengerang keras ketika kedua kemaluan mereka bergabung. Mereka merasakan begitu nikmat ketika kontol Arjuna memasuki memek Annisa yang sudah basah dan batang kontol itu menggesek dinding vaginanya sepanjang lubang kencing Annisa itu hingga akhirnya kedua selangkangan mereka beradu.
Annisa memeluk adiknya erat-erat. Kedua kakinya menjepit bawah pantat adiknya.
“Kocok yang keras………..” kata Annisa yang mulai gemetar karena menunggu dientot sudah dari pagi, sehingga kini karena puncak nafsu itu begitu hebatnya, Annisa bagaikan gunung yang siap meletus yang diawali dengan gempa. Seluruh badan Annisa serasa ngilu. Ia butuh dientot dengan keras.
Sambil memeluk kakaknya dengan kedua telapak tangan ditaruh di kedua pipi kakaknya itu, Arjuna mulai memaju mundurkan pantatnya dengan kuat.
“yeeeahhh……….. lebih keras lagi, sayang…………….. adekku sayang……… hajar selangkangan kakak keras-keras…………. Kakak udah horny banget nih……………..”
Dengan sekuatnya Arjuna mulai mengentoti kakaknya. Selangkangan mereka beradu keras sehingga terdengar bunyi benturan selangkangan dengan keras. Sambil tetap memegang pipi kakaknya, Arjuna mengeluarkan lidahnya dan menjilati bibir Annisa yang setengah terbuka.
Annisa yang cepat tanggap mengeluarkan lidahnya juga dan membalas jilatan adiknya. Dengan kedua kepala yang miring, bagian atas lidah mereka saling menempel dan saling menjilat menukar air liur. Mereka bergantian saling menyedot lidah satu-sama lain. Ludah mereka bercampur menjadi satu.
Arjuna menikmati lidah kakaknya yang kecil namun terasa seret dan basah. Disedotinya lidah kakaknya itu sementara pantatnya bergoyang maju mundur dengan kuat. Annisa mendekap adiknya erat-erat. Permainan lidah adiknya sungguh nikmat. Permainan yang menambah seru hujaman demi hujaman kontol adiknya di dalam memeknya.
“Minum ludah Arjuna, kak………”
Arjuna lalu melepaskan ciumannya. Ia mengumpulkan air liurnya di mulutnya lalu mulai meludah perlahan ke mulut kakaknya. Annisa membuka mulutnya. Air liur adiknya yang putih dan sedikit berbusa itu perlahan mengalir ke dalam mulutnya dan jatuh di lidahnya. Ketika Arjuna merasa ludahnya akan habis, ia segera menggerus lehernya, sama seperti ketika orang sedang ingin buang dahak, dirasakannya dahaknya walaupun sedikit keluar, lalu ditumpahkannya ke mulut kakaknya.
“Minum ludah dan dahak Arjuna dong….”
Annisa merasakan perbuatan ini sebenarnya jorok, tetapi anehnya kejorokan ini menambahkan suatu sensasi nikmat. Bukankah mereka kakak beradik yang sedang berbuat mesum? Bukankah mereka berhubungan yang jorok, kini ditambah menelan ludah dan dahak adiknya, maka benar-benar hubungan mereka adalah sesuatu yang liar, binal namun sangat sensual. Annisa menelan liur adiknya itu.
Arjuna mulai menciumi leher kakaknya. Tubuh kakaknya, sama halnya dengan tubuhnya itu kini mandi keringat. Arjuna menjilati leher kakaknya itu. Keringat yang sedikit asin, namun keringat asin ini dimiliki oleh cewek cantik yang adalah kakaknya. Dan cewek cantik itu kini sedang ia setubuhi!
Lalu Arjuna mulai mencupang leher kakaknya. Annisa merasakan geli dan linu di sekujur lehernya yang mengakibatkan ia bertambah horny. Annisa lalu menggulingkan tubuhnya. Dengan posisi Woman On Top, ia setengah duduk dengan tangan di samping kepala adiknya, dan mulai menekan selangkangannya keras-keras seirama dengan hujaman penis adiknya.
“sekarang kamu telan ludah kakak……….”
Annisa mengumpulkan ludahnya sambil berusaha mengeluarkan dahak juga dari lehernya, lalu ia mengeluarkan ludahnya perlahan sehingga jatuh berbentuk garis lurus tepat di mulut adiknya. Arjuna membuka mulutnya dan merasakan ludah bercampur dahak kakaknya masuk menerpa lidahnya. Rasanya bagaikan busa dan asin namun membuat Arjuna semangat. Setelah menelannya, Arjuna segera memagut bibir kakaknya lagi dan kali ini mereka berciuman lebih buas lagi. Kadang gigi mereka beradu saking serunya menghujamkan mulut pada satu sama lain. Akhirnya mereka berdua mencapai orgasme dalam persenggamaan liar yang cenderung brutal itu.
Kemudian mereka makan siang. Keduanya masih telanjang. Saat itu Annisa mulai bertanya, yang mana yang Arjuna lebih sukai. Ibunya ataukah Annisa. Arjuna terkejut. Ia gelagapan sebentar. Namun akhirnya, Annisa dapat mengorek dalamnya hati Arjuna. Akhirnya Annisa menerima bahwa cinta pertama Arjuna adalah ibunya, baru kemudian Annisa. Annisa pertama-tama sedikit kecewa, namun ia merasakan cinta yang begitu besar kepada adiknya itu. Oleh karenanya akhirnya ia dapat menerima bahwa cinta Arjuna memang sudah terbagi.
Fauziah dan Annisa hanya tinggal enam hari. Namun hari-hari itu Arjuna dan Annisa mengisinya bak pengantin baru. Yang membuat mereka menjadi pasangan yang cocok adalah, mereka kompak dalam berhubungan seks. Ketika salah satu dari mereka ingin seks yang brutal, maka pasangannya mengimbangi. Bila yang satu ingin seks yang romantis yang penuh kelembutan, maka pasangannya pun mengimbangi. Juga, siapapun yang mengajak, maka pasangannya tidak akan menolak.
Arjuna paling suka ketika mereka berhubungan seks di pagi hari. Arjuna dan Annisa beralasan pada orang tua mereka bahwa mereka ingin lari pagi. Maka, jam empat pagi mereka berdua bergegas untuk pergi ke luar rumah. Mereka tidak sepenuhnya berbohong, karena Arjuna dan Annisa benar-benar lari pagi selama setengah jam, lalu mereka menuju tempat favorit mereka di samping sungai yang tertutup oleh pepohonan.
Dengan badan penuh keringat, mereka berdua akan buru-buru melucuti pakaian. Annisa segera tiduran, sementara Arjuna mulai menjilati tubuh kakaknya itu perlahan. Annisa menikmati seks pagi itu. Tubuhnya yang panas dan penuh keringat akan dielus-elus oleh lidah adiknya. Arjuna suka sekali memulai jilatannya pada ketiak kakaknya yang dihiasi bulu ketek yang sedikit, tipis dan keriting. Aroma ketiak kakaknya sungguh harum. Sungguh berbeda bau gadis remaja dengan bau wanita dewasa. Keduanya memiliki aroma yang khas. Arjuna menyukai kedua bau ini.
Lidah Arjuna terasa geli ketika menjilat ketiak kakaknya, bulu-bulu ketek tipis kakaknya akan menggelitik indera pengecapnya itu mengirimkan sinyal geli yang sensual ke seluruh otot Arjuna. Rasa ketek kakaknya yang sedikit asam dan ada sedikit pahit pula menyebabkan Arjuna ketagihan. Annisa biasanya akan segera menyuruh Arjuna pindah tempat bila terlalu lama di keteknya. Maka Arjuna segera menjilat ketek yang satu lagi.
Walaupun udara dingin, namun perbuatan terlarang mereka membuat suasana seakan panas dan keringat mereka masih saja mengalir, walaupun tidak sebanyak bila mereka sedang berolahraga. Bau tubuh kakaknya yang alami dan natural menyebabkan kontol Arjuna menjadi keras bagaikan kayu. Namun Arjuna yang sudah berpengalaman tidak terpengaruh oleh birahinya dan menjadi gelap mata. Arjuna ingin menikmati tiap jilatan yang ia lakukan.
Setelah kedua ketek kakaknya basah oleh campuran liurnya dan keringat kakaknya, Arjuna mulai menjilati leher kakaknya. Jilatan Arjuna tidak seperti anjing yang tergesa-gesa minum air, namun lebih pelan dan sensual. Annisa merasakan geli yang perlahan membangun birahi. Lidah adiknya yang lembek namun sedikit kasar dirasakan membelai kulitnya tanpa tergesa-gesa, seakan adiknya ingin menikmati tubuhnya dengan cermat dan teliti. Arjuna bagaikan seorang ahli minum anggur, yang mengecap anggur secara perlahan dan pasti, menikmati setiap detiknya.
Kemudian, Arjuna mulai menjilati dagu kakaknya. Kemudian ia akan menjilati kedua pipi kakaknya. Arjuna sengaja menghindari mulut, karena ia ingin menjilati seluruh tubuh kakaknya tanpa gangguan. Bila ia jilat mulut kakaknya, Annisa akan segera membalas yang menyebabkan mereka berdua akan berciuman sehingga niat menikmati tubuh kakaknya dengan lidahnya akan gagal.
Setelah itu, Arjuna akan menjilati dagu dan mata kakaknya. Tidak tertinggal hidung kakaknya. Bahkan terkadang lidahnya ia masukkan ke lubang hidung kakaknya. Arjuna memang cinta kakaknya dan ingin sekali mengenal tiap jengkal tubuh kakaknya. Mengenal rasanya di lidah, mengenal baunya dan menjelajahinya.
Sehabis seluruh wajah kakaknya disemir oleh ludah dan keringat, maka Arjuna lalu mulai menjilati perut kakaknya, disedotnya pusar kakaknya yang tampak seksi, menunjukkan celah kecil di antara perutnya yang rata dan ramping. Lalu ia mulai menjilati bagian atas dada kakaknya tanpa menyentuh kedua payudara kakaknya itu.
Sampai di sini Annisa mulai menggelinjang tak karuan. Ingin rasanya untuk langsung ngentot, namun ia tidak ingin merusak kesenangan adiknya itu. Maka diupayakan sekuat tenaga untuk menahan libidonya yang mulai tinggi. Libido yang makin parah tingginya ketika Arjuna mulai menyapu salah satu payudaranya dengan lidahnya. Sampai di sini, Annisa biasanya akan minta untuk dikenyot pentilnya. Dan setelah menjilat seputar pentil tanpa menyentuhnya, maka Arjuna akan mengabulkan permintaan kakaknya.
Saat mulut adiknya mengulum puting susunya, Annisa mulai mengerang tak terkendali. Lidah adiknya memutar-mutar sekeliling pentilnya itu dengan sesekali Arjuna mengenyot perlahan pentil Annisa dengan mulutnya. Maka Annisa akan memohon untuk dikenyot terus teteknya. Arjuna suka sekali melihat kakaknya yang sebelumnya perawan, kini setiap kali mereka sedang intim seperti ini, tampak berubah menjadi seorang gadis yang horny dan ingin lekas-lekas disetubuhi.
Saat ini Annisa mulai memeluk adiknya dengan kedua tangan dan kakinya erat-erat. Arjuna akan mengenyot dan menjilati salah satu payudara kakaknya itu sampai basah dan bau mulutnya sendiri, lalu kemudian akan beralih ke toket yang satu lagi.
Sampai sini, biasanya Annisa akan minta dientot oleh adiknya. Arjuna biasanya belagak tidak mendengar yang membuat kakaknya menjadi tambah penasaran, nafsu dan gemas. Arjuna suka sekali melihat wajah cantik kakaknya kini tampak begitu bernafsu dan memelas minta disetubuhi.
Namun Arjuna tetap saja menjilati tubuh kakaknya. Arjuna lalu duduk di bawah kakaknya, lalu mulai melebarkan kaki Annisa. Annisa akan senang mengira akan langsung diewe, namun Arjuna malah menjilati betis kakaknya. Permohonan kakaknya kini menjadi makin sering dan memelas, namun Arjuna tidak bergeming. Ia tetap menjilati betis itu, lalu pindah ke betis yang lainnya. Semuanya tidak dilakukan dengan tergesa-gesa.
Setelah habis menggarap betis kakaknya, Arjuna mulai menjilati paha kakaknya, di sini Annisa mulai berteriak kecil memanggil adiknya dan memohon untuk disetubuhi cepat-cepat. Arjuna seakan menjadi lelaki yang tega membuat pasangannya menggila. Namun sebenarnya ini malah membuat Annisa bertambah sayang dan cinta kepada adiknya itu. Ketika lelaki mampu membuat seorang perempuan tidak berdaya, maka lelaki itu akan mendapatkan cinta buta seorang perempuan.
Setelah kedua paha kakaknya selesai dijilati, maka kini giliran selangkangan kakaknya. Arjuna akan mulai menjilati sekitar memek kakaknya untuk membuat kakaknya lebih penasaran lagi, namun saat inilah kakaknya biasanya akan segera mencengkeram kepala Arjuna, lalu menekannya di memeknya, karena ia sudah tidak tahan lagi digoda oleh lidah adiknya yang secara nakal membuatnya menjadi setengah gila karena nafsu.
Mau nggak mau Arjuna akan segera menjilati memek itu dan hanya beberapa menit, biasanya Annisa akan segera mencapai orgasme karena sudah lama menahan-nahan nafsu birahinya. Arjuna senang sekali ketika memek kakaknya mulai mengeluarkan cairan bening yang tak terlihat bagaikan air namun sedikit kental dan beraroma tubuh kakaknya itu. Sungguh cairan vagina memang enak dirasa di lidah, sehingga Arjuna tak pernah bosan menjilati memek.
Bau memek kakaknya yang menjadi sangat santer tercium akhirnya membuat Arjuna tidak tahan juga, maka ia segera memposisikan kontolnya di lubang memek kakaknya, lalu ia menghujamkan pelirnya itu dalam-dalam sambil menindih tubuh kakaknya.
Arjuna mulai memompa memek kakaknya perlahan-lahan namun dengan tekanan yang cukup kuat. Mereka berdua berpelukan dengan tubuh bersimbah peluh dan selangkangan yang beradu. Setelah beberapa saat, Annisa pun mulai nafsu lagi. Sambil menyerang bibir adiknya, ia mengimbangi hujaman kontol adiknya dengan mendorong pantatnya sehingga terdengar bunyi selangkangan beradu.
Lama-kelamaan, kedua insan satu ayah itu mulai ngentot dengan cepat. Bunyi benturan selangkangan menjadi lebih cepat. Peluh mereka mulai keluar dengan deras, sama seperti waktu tadi sedang lari pagi. Ngentot memang adalah olahraga yang tidak hanya baik secara fisik, namun juga menjadi candu bagi jiwa manusia.
Tak lama kemudian, Arjuna dan Annisa mengerang keras dan mencapai orgasme. Arjuna menembakkan peluru pejunya berkali-kali ke dalam rahim kakaknya itu. Setelah beberapa menit mereka berpelukan, akhirnya mereka memisahkan diri dan memakai baju untuk kembali pulang ke rumah.

*****

Setelah Fauziah dan Annisa pergi, maka hidup kembali normal. Kehidupan seksual Arjuna kembali lagi seperti sebelumnya. Ia hanya dijatah sekali seminggu. Bila ibunya sedang senang, maka dapatlah Arjuna mendapatkan tubuh ibunya yang sedang hamil itu dua kali seminggu. Tak pernah lebih.
Awal Juli, tiba-tiba Fauziah datang kembali tapi kini sendirian. Arjuna kecewa kakaknya tidak datang. Fauziah mengajak seluruh keluarga untuk kumpul dan mulai memberitahukan tujuan kedatangannya. Ternyata Annisa hamil. Annisa telah menceritakan siapa ayah bayi dalam kandungannya. Maka ributlah keluarga itu. Dewi merasa dikhianati dan menampar muka Arjuna. Sementara ayahnya marah-marah karena Arjuna telah menghamili dua orang. Apakah Arjuna tidak puas dengan menghamili ibunya?
Fauziah kaget. Barulah ia tahu bahwa anak Dewi itu adalah hasil hubungan ibu dan anak. Ia tak mampu berkata-kata dan hanya terdiam karena shock. Akhirnya ketika ia menanyakan kepada Waluyo kenapa membiarkan hal ini, maka barulah Waluyo mengaku bahwa sebenarnya ia adalah lelaki homo.
Kejadiannya begitu cepat. Akhirnya keluarga memutuskan, untuk nama baik Annisa, maka Arjuna harus ke kalimantan dan menikahi Annisa. Saat itu Dewi menjadi sedih. Walaupun ia kecewa dengan tindakan Arjuna, tapi tetap Arjuna adalah anak yang ia sayangi. Lagipula, kini Arjuna telah mengisi hatinya yang telah lama kosong. Dewi akhirnya memutuskan ikut pergi ke Kalimantan yang menyebabkan mau tidak mau Waluyo juga harus ikut.
Maka pada minggu berikutnya, Fauziah bersama Dewi dan Arjuna berangkat ke Kalimantan naik pesawat terbang. Waluyo dan Joko tinggal untuk mengurus segala hal seperti penjualan rumah dan lain sebagainya. Fauziah, dengan hartanya yang banyak berhasil membuat surat kelahiran baru bagi Arjuna. Sekarang Arjuna adalah anak dari sahabat dekat Waluyo yang sudah meninggal dunia. Agar orang tidak curiga hubungan mereka, maka dibuat kisah bahwa Arjuna sudah lama ikut Waluyo dan Dewi dan sudah dianggap anak. Arjuna didaftarkan sekolah di Kalimantan. Sementara, Waluyo dan Joko tiba di Kalimantan pada akhir Juli. Tepat seminggu sebelum pernikahan Arjuna dan Annisa.

BAB X
FAUZIAH

Mereka tinggal di rumah mewah milik Fauziah. Kehidupan Arjuna bahagia sekali. Ia punya seorang isteri cantik yang masih muda, walaupun lebih tua beberapa tahun darinya. Isterinya itu cantik dan seksi pula. Pada Bulan Oktober lahirlah puteri pertama Arjuna dan ibunya. Ia dinamai Ayu. Seluruh keluarga berbahagia karena Ayu adalah bayi yang menggemaskan. Arjuna sangat menyayangi anak pertamanya itu. Ia selalu bergantian menjaga anaknya dengan ibunya.
Sementara, Annisa melahirkan anak laki-laki tahun berikutnya pada bulan Februari. Mereka menamakannya Febri. Sungguh lengkap jadinya. Arjuna punya sepasang anak berlainan jenis. Ia merasa berbahagia sekali. Pada usianya yang ke 15, Arjuna sudah memiliki dua anak. Tentu saja bagi orang kebanyakan, Febri adalah anak Waluyo dan Dewi. Tetapi pada kenyataannya, Febri adalah hasil hubungan gelapnya dengan ibunya sendiri.
Dewi tinggal di kamar sendiri. Namun, karena seluruh keluarga tahu bahwa Dewi adalah kekasih anaknya, maka Arjuna tidur bergantian tiap harinya. Sehari dengan ibunya, sehari dengan kakaknya. Sampai sebulan setelah ibunya melahirkan, yaitu bulan november, maka Arjuna mulai berhubungan seks dengan ibunya dalam frekuensi yang lebih banyak dibanding sebelumnya. Tampaknya keluarga mereka harmonis. Tetapi, ternyata tidak semuanya bahagia.
Fauziah merasa sedih. Karena di rumahnya sendiri ia tidak menemukan cinta. Semua orang di dalam rumah memiliki pasangan. Waluyo dengan Joko, Arjuna dengan Dewi dan juga dengan anaknya, sementara, ia sendiri tidak punya siapa-siapa. Jauh di lubuk hatinya, Fauziah masih mencintai Waluyo. Tetapi Waluyo itu homo. Tidak ada harapan lagi.
Fauziah terkadang merasa cemburu. Ia cemburu melihat kedekatan Waluyo dan Joko. Ia cemburu melihat Arjuna begitu mesra dengan dua ‘isterinya’. Apalagi terkadang secara tak sengaja, ia melihat Arjuna sedang menggauli salah satu isterinya, entah di kebun belakang ataupun di dapur atau bahkan di mana saja. Tentu saja, saat itu Arjuna mengira bahwa tidak ada orang di dalam rumah, ataupun mungkin Arjuna kira Fauziah sedang tidur. Tetapi Fauziah menjadi hafal ketika Arjuna mulai celingak-celinguk melihat situasi di rumah. Itu pertanda anak itu sedang horny dan ingin mencari kesempatan berhubungan seksual. Fauziah sebal sekali, tampak bahwa Arjuna senang mengentot di tempat terbuka di mana ada kemungkinan terlihat orang lain. Mungkin Arjuna bertambah semangat dengan keadaan seperti ini.
Fauziah tidak sadar bahwa selama ini, Arjuna tahu bahwa Fauziah sering melihatnya berhubungan seks dengan salah seorang isterinya. Justru ini membuat Arjuna makin menjadi, mencari kesempatan untuk berhubungan seks di berbagai tempat di rumah. Sekarang Arjuna punya obsesi baru. Ia sangat menyukai Fauziah. Darah Arab jelas terlihat di raut muka dan postur tubuh perempuan ini. Hidungnya yang mancung, kulitnya yang putih dan bulu matanya yang lentik, membuat lelaki yang memandangnya ingin menjilati seluruh muka perempuan itu. Apalagi bila Fauziah sedang pakai daster. Buah dada yang kelihatan lebih besar dari ibunya, pantat yang menonjol dan lekuk pinggang dan pinggul yang begitu melengkung dan indah cukup membuat Arjuna ngaceng dengan hanya melihatnya saja.
Suatu ketika, Arjuna baru saja menggauli isterinya. Saat itu bulan Januari. Berhubung Annisa sudah mengandung tujuh bulan, maka mereka bersenggama dengan posisi man on top. Arjuna tidak dapat menindih kakaknya itu, sehingga ia mengentoti kakaknya sambil duduk di tempat tidur. Walaupun Arjuna berhasil ejakulasi, namun Ia belum merasa puas. Maka ia bergegas memakai sarung dan pergi ke kamar ibunya untuk melanjutkan ronde ke dua.
Ketika ia masuk kamar ibunya, ibunya tidak di tempat. Arjuna lalu mencari ibunya. Akhirnya ia sampai pada kamar tidur Fauziah, didengarnya ada suara dua wanita berbicara. Arjuna penasaran, maka ia berdiri di depan pintu dan mulai menguping.
Ternyata Fauziah sedang menangis sambil curhat. Rupanya ia merasa sedih karena tidak mempunyai pasangan. Dewi memeluk Fauziah dari samping dan berusaha menghibur perempuan itu. Cukup lama Fauziah curhat. Hampir sejam barulah perempuan itu pergi. Setelah Fauziah pergi, Arjuna menghampiri ibunya di kamar. Anak mereka sedang tidur di box bayi. Situasi aman. Ibunya tidur hanya memakai kain seperti permintaan Arjuna. Maka Arjuna segera tidur di sebelah ibunya, lalu menarik kain itu. Lalu mereka bercinta.
Kejadian tadi malam membuat Arjuna berpikir bahwa Fauziah mulai masuk perangkapnya. Perempuan itu pasti horny melihatnya menggarap kedua isterinya di berbagai tempat di rumah. Namun, hidup dengan dua isteri membuat tidak ada kesempatan bagi Arjuna untuk mendekati ibu tirinya, atau bisa dibilang juga ibu mertuanya itu.
Pucuk dicinta ulam tiba. Ketika bulan Juni datang, masa libur sekolah selesai. Apalagi Arjuna telah lulus SMP. Saat itu, Fauziah yang adalah business woman, ingin ke Jakarta karena ada bisnis. Arjuna menggunakan hal ini sebagai alasan. Ia ingin ikut karena belum pernah ke Jakarta, alasannya, padahal ia ingin berduaan dengan Fauziah. Arjuna sudah kepincut ibu tirinya. Kedua isterinya memiliki bayi yang masih kecil, sehingga mereka tidak mau ikut, apalagi Annisa yang baru jadi ibu, ia butuh Dewi yang ikut mengasuh anaknya juga. Begitu pula dengan ayah dan gendaknya, karena mereka sudah puas untuk berduaan saja maka mereka emoh untuk ikut.
Singkat kata, mereka pergi ke Jakarta dan menginap di sebuah hotel yang berbintang. Sayang, saat itu adalah liburan, sehingga tinggal satu kamar yang tersedia. Yang lain sudah penuh. Arjuna jadi senang sekali. Berhubung mereka mengaku sebagai ibu dan anak, maka petugas hotel memberikan mereka satu kamar itu. Dan untungnya mereka ambil, karena setelah mereka ada orang yang ingin menginap tapi ditolak karena hotel penuh.
Hari itu bergerak sangat cepat bagi Arjuna. Tahu-tahu sudah malam, ia sudah mandi dan memakai sarung seperti biasanya dengan singlet sebagai baju, namun ia tidak pakai celana dalam. Lima belas menit kemudian Fauziah baru dari kamar mandi menggunakan handuk yang menutupi hanya dari dada sampai paha, bahkan bagian atas paha dan paha itu mulus sekali. Sesekali Arjuna melihat bulu ketek lebat ibu tirinya itu dan membuat Arjuna langsung konak. Tanpa makeup, kecantikan Fauziah tampak begitu alami. Kecantikan perpaduan Indonesia dan timur tengah. Hampir mirip Camelia Malik bercampur dengan Kim Kardashian. Dibalik handuk itu, toket besar tampak menonjol dengan lembah yang agak sempit karena dua tetek yang besar. Sungguh malaikat dari surga, pikir Arjuna. Hanya saja, saat itu tidak terlihat Fauziah sudah mandi, karena rambutnya masih kering dan tidak tercium bau sabun ketika Fauziah melewatinya.
Fauziah berdiri di depan meja rias beberapa saat untuk mengambil CD dan BH yang ia taruh di sana di atas daster hitam yang terlipat rapi, rupanya ia lupa membawa pakaiannya. Ketika Fauziah membungkuk sedikit untuk mengambil CD dan BHnya, tiba-tiba Fauziah berteriak kecil kesakitan.
Arjuna kaget lalu bertanya,
“Kenapa, Ma?”
Fauziah memegang punggungnya dengan tangan kanannya lalu berkata,
“Ga tau, Jun. kayaknya salah urat.”
“Waduh…. Terus gimana dong?”
“Kamu tolong telpon resepsionis. Biasanya hotel menyediakan jasa pijat. Biar Mama di pijat saja.”
Arjuna bergegas menelepon resepsionis. Sayangnya, hotel itu tidak menyediakan jasa pemijat. Sementara, Fauziah bergegas duduk di tempat tidur sambil meringis kesakitan.
“Gimana nih? Ga ada tukang pijat di sini.”
Fauziah menjadi kecewa dan sebal. Namun, Arjuna yang melihat kesempatan dalam kesempitan ini, segera menawarkan diri.
“Ya udah, biar Arjuna pijat aja. Jun biasa kok pijet Ayah kalau Ayah lagi pegel-pegel.”
Fauziah serba salah. Di satu pihak, ia sedang kesakitan karena punggungnya tiba-tiba salah urat, di lain pihak ia sedang dalam keadaan yang nyaris bugil dan hanya berbalutkan handuk. Selama beberapa saat pikirannya berputar-putar ingin mencari solusi.
Arjuna yang tahu ibu tirinya sedang dalam keadaan dilematis karena rasa malu, segera berpikir cepat. Anak ini memang hebat otaknya dalam soal-soal begini. Buktinya, dua perempuan berhasil ia taklukkan. Kini, Fauziah adalah piala ke tiga yang ingin ia incar.
“Kalau Mama malu, begini saja. Biar Arjuna masuk kamar mandi, lalu Mama pakai baju dulu. Terus Mama panggil Jun kalau sudah selesai.”
Tanpa menunggu jawaban Arjuna masuk kamar mandi. Fauziah beringsut untuk berdiri, namun punggungnya ia rasakan nyeri sekali. Fauziah berkutat cukup lama untuk beranjak ke meja rias, tapi akhirnya ia menyerah. Karena terpaksa, akhirnya Fauziah melepas handuknya, lalu berbaring telungkup. Dengan susah payah ia lalu menaruh handuk itu untuk menutupi pantat dan pahanya. Setelah dirasa cukup rapi sehingga pantat dan selangkangannya tidak terlihat, Fauziah memanggil Arjuna.
Arjuna keluar kamar mandi dan mendapatkan pemandangan yang indah. Ibu tirinya itu kini telungkup dengan punggung telanjang. Sayangnya pantatnya tertutup handuk, juga kedua tangan Fauziah ditekuk di sebelah badan sehingga menutupi pinggir payudara perempuan itu. Tetap saja, sedikit jendolan di pinggir badan Fauziah cukup membuat batang kontol Arjuna menegang cepat.
“Mama Fauziah bawa body lotion ga? Biar enak urutnya.”
“Di meja rias tuh.”
Setelah mengambil body lotion, Arjuna duduk disamping ibu tirinya itu. Lalu menaruh lotion di telapaknya, dan mulai membalurkannya sepanjang punggung telanjang perempuan itu. Kulit ibu tirinya itu begitu halus, kini setelah dibalurkan lotion, menjadi licin dan mengkilat bak porselen cina saja. Kemudian Arjuna mulai mengurut perempuan itu.
“Kalau terlalu keras kasih tahu, ya. Soalnya biasa ngurut laki-laki.”
“coba pelan sedikit, jangan keras seperti itu.”
Maka Arjuna mulai mengurut Fauziah. Untuk permulaan, Arjuna melakukannya dengan serius. Ini untuk menjaga agar Fauziah tidak curiga. Dan karena memang Arjuna sering mengurut Ayahnya, maka sebenarnya ketrampilan Arjuna dalam mengurut itu cukup lumayan. Arjuna dapat menemukan urat yang menjadi problem. Diurutnya daerah itu dengan perlahan dahulu, lalu makin lama setelah uratnya mulai melemas dan tidak terlalu menonjol, maka urutannya diperkeras.
Fauziah tidak menyangka anak tirinya itu jago mengurut. Gerakan tangan Arjuna tidak canggung yang menunjukkan bahwa anak itu memang terbiasa mengurut. Sebelumnya ia agak takut bila Arjuna hanya pura-pura bisa mengurut padahal hanya menginginkan tubuhnya. Tetapi kini Fauziah tidak curiga lagi. Lagipula, pikir Fauziah, Arjuna sudah punya dua isteri. Untuk apa pula anak itu menginginkannya?
Tetapi lama dipikirkan Fauziah malah menjadi sedih. Fauziah merasa bahwa dirinya memang malang. Apakah memang lelaki tidak ada yang mau dengannya? Apakah Fauziah tidak cantik? Apakah ada sesuatu dalam dirinya yang membuat semua lelaki menjauh darinya? Dulu Waluyo pernah bilang bahwa Fauziah itu cantik, tapi, sekarang karena Fauziah tahu Waluyo itu Gay, maka Waluyo tidak dapat menjadi acuan. Betapa malang nasibku, pikir Fauziah.
Fauziah tidak tahu, bahwa banyak lelaki yang sebenarnya menginginkan dia. Namun, Fauziah adalah anak seorang saudagar kaya. Banyak lelaki yang takut duluan. Selain itu, ayah Fauziah terkenal galak dan memiliki banyak centeng, sehingga bagaimanapun juga Fauziah bagaikan permata yang ada di dalam kandang harimau. Banyak yang mau tapi hampir tidak ada yang berani mengambil. Hanya Waluyo saja yang berani. Waluyo adalah orang rantau di Kalimantan dan memiliki pandangan “nothing to lose”. Sehingga nekat dalam melakukan apapun. Sehingga akhirnya dapatlah lelaki itu meminang Fauziah.
Kini punggung Fauziah sudah tidak sakit lagi. Fauziah melirik ke dinding dan melihat jam, sudah hampir sejam Arjuna mengurutnya. Arjuna melihat gerakan ibu tirinya itu.
“Masih sakit, Ma?”
“sudah ga sakit lagi, Jun.”
Lalu mereka terdiam. Arjuna tidak menghentikan gerakannya tetapi tetap mengurut Fauziah. Ia ingin melihat respons wanita ini dulu. Makin lama Arjuna mengurut Fauziah makin pelan, sehingga lima menit setelah itu, Arjuna hanya menggosok-gosok punggung ibu tirinya itu saja.
Fauziah tidak pernah diurut sehingga tidak tahu bagaimana seharusnya seseorang itu diurut, sehingga ia diam saja ketika Arjuna mulai menggosok-gosok punggungnya tanpa ada tenaga seperti sebelumnya. Makin lama gosokkan itu menjadi usapan. Arjuna mengusap-usap punggungnya dan gerakannya menjadi teratur dan lebih pelan. Fauziah merasakan tangan Arjuna yang kasar itu mengusapi punggungnya menimbulkan sensasi yang membuat bulu kuduk merinding. Fauziah tidak tahu bahwa sekarang ini Arjuna tak lagi mengurut, namun membelai punggungnya. Belaian Arjuna itu dilain pihak membuat pikiran Fauziah mulai melayang. Fauziah menjadi teringat kembali pengalamannya ketika dulu masih jadi isteri Waluyo, satu-satunya lelaki yang pernah membelainya. Andaikan saja…. Pikir Fauziah. Andaikan saja ia masih jadi isteri orang…. Perlahan-lahan usapan itu membawa Fauziah ke alam mimpi.
Arjuna mendengar dengkuran kecil Fauziah saat ia sedang membelai punggung perempuan itu. Kebetulan nih, pikir Arjuna. Si bidadari dari Arab ini telah tidur setengah telanjang. Arjuna yang berpengalaman walaupun masih muda ini, tidak lalu langsung beraksi. Tidak, Arjuna seperti kita ketahui adalah anak remaja yang pintar dan kreatif. Arjuna terus membelai punggung ibu tirinya itu selama beberapa menit setelah suara dengkuran terdengar. Orang yang baru tidur, itu gampang sekali bangun. Tapi kalau sudah pulas, barulah susah bangun. Oleh karena itu, Arjuna harus yakin dulu bahwa Fauziah telah tertidur pulas.
Arjuna memanggil Fauziah. Setelah beberapa kali memanggil ibu tirinya itu dan tidak ada jawaban, maka Arjuna berkata perlahan,
“Mama Fauziah……. It’s showtime!” sambil tertawa kecil.
Arjuna segera mengambil handuk yang ada di atas pantat Fauziah dan menaruhnya di meja rias. Pantat itu lumayan besar, lebih besar dari pantat ibu kandungnya, namun pantat ini begitu putih dan bulat. Sungguh menantang.
Arjuna menggeser duduknya sehingga kini sejajar dengan paha Fauziah. Perlahan ia menarik kedua kaki ibu tirinya itu sehingga terbuka. Sambil menelan ludah, Arjuna melihat bibir memek ibu tirinya itu. Bibir vagina Fauziah rapat menutup. Tidak ada bulu jembut dipinggirnya. Bulu kemaluan Fauziah ternyata dipotong rapi dan hanya menutupi selangkangan bagian atas. Benar-benar dirawat, pikir Arjuna.
Arjuna lalu merubah posisi sehingga ia kini berbaring di bawah kaki Fauziah dengan kaki terjulur sampai menyentuh lantai, sementara setengah badannya dibaringkan di atas tempat tidur di antara kaki Fauziah. Dengan tangan gemetar menahan nafsu, ia menyibakkan bibir kemaluan ibu tirinya itu.
Vagina Fauziah terlihat berwarna merah dan agak mengkilat karena lembab. Bau tubuh Fauziah samar-samar tercium keluar. Tak sabar, Arjuna langsung menjulurkan lidahnya kedalam memek perempuan itu. Arjuna merasakan pengalaman baru. Ternyata memek itu rasanya berbeda-beda. Memek ibu kandungnya, memek kakaknya dan memek Fauziah memiliki bau dan rasa yang berbeda. Namun, ibaratnya berbagai jenis coklat, maka semuanya enak dan memiliki cita rasa yang khas.
Lidah Arjuna menyusuri lembah kenikmatan milik ibu tirinya dengan perlahan karena Arjuna ingin puas merasakan intisari tubuh ibu tirinya itu. Dinding memek Fauziah yang lembut dan lembab yang memancarkan bau tubuh perempuan keturunan Arab itu sungguh membuat Arjuna bagaikan di awang-awang.
Tiba-tiba Arjuna mendengar suara desahan Fauziah. Arjuna kaget dan menghentikan kegiatannya. Ia melirik ke arah kepala ibu tirinya itu. Setelah ditunggu beberapa lama, Fauziah tidak menunjukkan tanda bahwa perempuan itu telah sadar. Namun Arjuna harus sabar, ia tidak mau berhubungan seks ketika Fauziah sedang terlelap. Ia ingin Fauziah tersadar dan merelakan tubuhnya kepada Arjuna. Saat ini belum saatnya, pikir Arjuna.
Maka Arjuna mengembalikan handuk itu ke tempatnya semula, lalu Arjuna menyelimuti tubuh telanjang Fauziah dengan selimut tempat tidur itu. Lalu Arjuna tidur di lantai yang berkarpet. Paling tidak enggak dingin, pikirnya.

*****

Paginya Fauziah bangun dan kaget. Astaga! Ia tertidur dengan hanya tertutup handuk di pantat. Apa yang terjadi tadi malam ketika ia tidur? Namun akhirnya Fauziah lega, karena sekarang ia tidur berselimut, sementara, Arjuna tidur di lantai. Selain itu, ia tidak merasakan tanda-tanda sehabis ditiduri anak tirinya itu. Memeknya tidak terasa pegal atau nyeri. Tampaknya Arjuna cukup gentleman dan tidak memanfaatkan situasi.
Fauziah bergegas ke kamar mandi. Sehabis mandi dan ganti baju, ia membangunkan Arjuna dan meminta anak itu untuk tidur di tempat tidur. Arjuna tampak lelah dan pegal. Fauziah menjadi kasihan.
“Lain kali tidur di tempat tidur saja, Jun.”
“Ma, Arjuna ga mau ngerepotin. Di lantai saja cukup, kok.”
“Tidak. Nanti malam kamu tidur di tempat tidur dengan mama.”
Lagipula, pikir Fauziah, anak ini tidak menunjukkan hasrat untuk berbuat kotor dengannya. Maka, Fauziah mulai merasa nyaman. Selain itu, Fauziah pun berhutang budi karena Arjuna telah membantu untuk mengurut sehingga kini otot punggungnya sudah tidak nyeri lagi.
Hari itu Fauziah dan Arjuna pergi ke salah satu rekan bisnis Fauziah. Hari yang membosankan menurut Arjuna. Mereka makan siang sementara Fauziah dan rekan bisnisnya yang adalah laki-laki membicarakan tetek bengek masalah bisnis. Sementara Arjuna hanya bisa melamun dan berusaha menahan rasa bosannya.
Arjuna memperhatikan bahwa lelaki itu, seorang yang setengah baya, terus memperhatikan Fauziah seakan Fauziah adalah bidadari. Dari gerak tubuhnya terlihat bahwa lelaki ini ingin memakan Fauziah hidup-hidup. Hanya saja, Fauziah seakan tidak menghiraukan bahkan mungkin tidak ada pikiran ke arah situ sama sekali.
Ternyata, rekan bisnis yang ditemui hari itu tidak hanya satu. Ada tiga pertemuan. Ketiganya dengan lelaki paruh baya yang menatap Fauziah dengan tatapan penuh harap dan birahi. Yang jelas, Arjuna menjadi tahu kenapa bisnis ibu tirinya itu lancar. Semua rekan bisnisnya hari itu selalu menyanggupi permintaan-permintaan ibu tirinya tanpa perlu panjang lebar berdebat. Ini adalah kekuatan seorang wanita cantik yang pintar. Arjuna menjadi kagum juga dengan ibu tirinya itu.
Akhirnya setelah makan malam dengan rekan bisnis terakhir untuk hari itu. Mereka berdua kembali ke kamar hotel. Arjuna mandi duluan dan memakai singlet dan sarung seperti biasa setelahnya. Ketika ia keluar kamar mandi, Fauziah sedang mengusap lehernya.
“Mama kenapa? Pegel?”
“Iya nih. Capek juga hari ini ke sana kemari dengan rekan-rekan bisnis Mama. Kayaknya Mama udah semakin tua.”
“Ya sudah. Mama mandi dulu, nanti Arjuna pijitin lehernya.”
Fauziah tersenyum lalu pergi mandi. Arjuna kini berfikir apakah sebaiknya menawarkan untuk mengurut atau tetap memijat saja? Namun Fauziah sedang pegal lehernya, kalau Arjuna menawarkan untuk diurut, maka mungkin saja Fauziah akan curiga. Oleh karena itu, Arjuna memutuskan untuk memijat saja.
Fauziah keluar dengan gaun tidur berwarna hitam. Modelnya seperti daster, tapi gaun ini lebih mewah. Gaun terusan dengan tali tipis melibat bahu putih Fauziah. Gaun itu tidak panjang. Bagian atasnya terbuka sampai terlihat belahan sedikit belahan dada yang besar. Roknya sampai di atas lutut dengan renda-renda yang menghiasinya, menunjukkan paha dan betis yang putih bersih. Arjuna berusaha untuk tidak menatap melainkan belagak sedang membaca dengan ekor mata mengikuti ibu tirinya itu.
Kalau dilihat, Fauziah tidak memakai BH. Sedikit putingnya menyembul dibalik gaun malam itu. Arjuna jadi mengira-ngira apakah Fauziah tidak memakai CD juga yang menyebabkan kemaluannya jadi menegang memikirkan itu.
Fauziah duduk di pinggir tempat tidur.
“Kalau bisa sih, Mama duduk di lantai, Arjuna duduk di tempat tidur sehingga gampang mijit leher dan bahunya.”
Fauziah melakukan permintaan Arjuna lalu duduk di lantai. Dengan sigap Arjuna duduk di belakang Fauziah dan mulai memijati leher ibu tirinya itu.
Fauziah merasakan tangan hangat Arjuna mulai memijatnya. Pijatan itu sungguh enak. Mungkin tidak sama dengan para pemijat profesional yang biasa ia datangi. Para pemijat itu menggunakan teknik shiatsu jepang, sementara teknik Arjuna adalah teknik kampung, namun cukup efektif. Sungguh Fauziah merasa beruntung membawa serta anak ini.
Sementara, Arjuna kini menatap dada ibu tirinya dari atas kepala Fauziah. Pentil yang tampak menyembul dari balik gaun seakan menantang lelaki yang melihatnya. Kedua buah payudara besar dengan belahan dada yang rapat menjadi garis lurus yang hilang tertutup gaun. Bukit kembar yang begitu besar sehingga menyembul keluar. Arjuna meneguk ludah beberapa kali.
Setelah cukup lama Arjuna memijat, Fauziah berkata,
“Leher Mama sekarang sudah mendingan. Kita tidur saja, ya? Kasihan kamu pasti capek juga dan sekarang malah mijitin Mama. Sebaiknya istirahat.”
“Arjuna sih anak kampung, Ma. Udah biasa. Mama mau dipijit bahunya?”
“Kalau kamu ga capek sih boleh saja. Kamu capek, ga?”
“Kan udah biasa. Belum capek. Gimana, Mama mau Jun pijat bahunya?”
“Ya sudah. Terserah.”
Arjuna mulai memijit bahu Fauziah. Ia benar-benar mengeluarkan jurus-jurus pijit yang dipelajari di kampung. Di lain pihak, Fauziah kini merasa bagaikan dimanja anak tirinya itu. Pijatan Arjuna membuat segala otot di pundaknya lemas dan tidak keras ataupun pegal lagi. Fauziah sangat menikmati ini.
Setelah sekian lama, Arjuna mulai beraksi. Tangan kanannya mulai memijat begitu rupa, sehingga jari-jarinya mendorong tali gaun di bahu ibu tirinya itu sehingga mulai bergeser ke arah pundak kanan. Lama-kelamaan tali itu mulai menuju ujung pundak Fauziah. Fauziah yang sedang keasyikan menikmati pijatan ini tidak memperhatikan bahwa tali gaunnya mulai menggeser sehingga Arjuna yang selama proses ini deg-degan dan berusaha menggerakan tangannya perlahan menjadi agak tenang. Dan akhirnya tali gaun itu jatuh ke lengan Fauziah.
Tiba-tiba saja bagian puting Fauziah yang bundar menyembul sementara gaun itu kin menutup bagian menonjol putingnya. Warnanya merah muda. Nafas Arjuna menjadi memburu. Sungguh tubuh wanita keturunan Arab ini berbeda dengan tubuh Dewi maupun Annisa. Pentilnya berwarna merah muda bagaikan aktris bokep yang pernah ia tonton di film-film. Fauziah memang seksi sekali!
Mata Arjuna kini terpaku pada daerah areola puting Fauziah itu. Areola itu bundar dan lingkarnya lebih besar daripada uang logam 100-an jaman dulu. Di atas areola, di kulit teteknya ada tahi lalat kecil menghiasi. Pemandangan ini sangat intim dan pasti tidak banyak lelaki yang pernah melihatnya.
Arjuna ingin menggunakan tangan kirinya dan melakukan hal yang sama. Namun setelah dipikir lebih jauh, ada kemungkinan ketika tali gaun sebelah kiri jatuh ke bawah, gaun itu akan melorot dan memperlihatkan tetek Fauziah. Tentu saja Arjuna ingin melakukan hal itu, namun kemungkinan besar Fauziah akan sadar dan menghentikan sesi pijat ini. Dan mungkin Arjuna tak akan dapat menyentuh tubuh wanita ini lagi.
Maka ia terus memijat bahu Fauziah. Arjuna memikirkan cara bagaimana agar bisa menuju level berikutnya. Namun ia tidak dapat menemukan cara yang tidak membuat Fauziah takut dan menghentikan semua ini.
Arjuna lama berfikir dan memijat, sampai tiba-tiba kepala Fauziah sedikit terkulai dan dengan cepat tegak lagi. Fauziah hampir tertidur.
“Ma,” kata Arjuna,” daripada nanti tidur di lantai, mending tidur di atas tempat tidur. Biar Arjuna pijit. Atau Mama Fauziah mau diurut saja?”
Fauziah sudah ngantuk, tapi masih ingin dipijat. Katanya,
“terserah kamu deh, Jun.”
Arjuna bergerak cepat dan mengambil lotion.
“diurut bahunya saja ya, Ma?”
Fauziah hanya mengangguk lalu tiduran telungkup di tempat tidur.
Arjuna mulai mengambil lotion dan mengurut bahu Fauziah dari samping. Fauziah merasakan kenikmatan ketika otot-ototnya yang sudah dipijit kini diurut pula. Dalam kantuknya, Fauziah ingin sekali tiap hari dimanja oleh Arjuna seperti ini.
Arjuna adalah remaja yang memiliki pengalaman dalam merayu wanita dan mendapatkan wanita. Ibu kandung dan kakaknya sudah menjadi isterinya. Sehingga walaupun Arjuna sudah horny menjamahi ibu tirinya itu, tapi ia dapat menahan hasratnya dan tidak melakukan tindakan blunder. Arjuna mengurut Fauziah sampai wanita itu tertidur. Akhirnya Arjuna pergi ke kamar mandi untuk masturbasi lalu tidur di samping Fauziah yang masih telungkup.

*****

Arjuna terbangun horny. Ia bermimpi sedang berhubungan seks dengan ibu tirinya. Ia bermimpi sedang mengentot ibu tirinya dari belakang dengan posisi doggy style. Ibu tirinya telanjang dalam mimpinya, juga Arjuna tidak memakai baju. Hanya saja, kontolnya tidak dapat masuk ke dalam memek ibunya itu melainkan hanya menempel saja di pantat Fauziah. Entah kenapa kontolnya tidak dapat memasuki lubang kemaluan ibu tirinya itu melainkan hanya terus menempel.
Ketika terjaga, Arjuna mendapatkan dirinya sedang memeluk Fauziah dari belakang. Kontolnya yang tegang dibalik sarung sedang menempel pada belahan pantat ibu tirinya itu. Rupanya dalam kenyataannya memang seakan-akan Arjuna dan Fauziah doggy style hanya saja posisinya berbaring menyamping di tempat tidur.
Tiba-tiba Fauziah bergerak. Arjuna menjadi kaget. Arjuna pura-pura masih tertidur dan tidak bergerak. Fauziah bangun kaget juga mendapatkan dirinya sedang dipeluk anak tirinya. Ia merasakan kontol anak tirinya yang besar itu sedang menempel di belahan pantatnya.
“Jun,” panggil Fauziah. Arjuna pura-pura masih terlelap.
Fauziah memanggil beberapa kali, namun Arjuna tetap tidak bergerak. Fauziah menghela nafas memikirkan apa yang harus dilakukan. Fauziah sudah lama tidak didekap oleh lelaki. Bau tubuh Arjuna yang maskulin, walaupun tidak terlalu keras, namun cukup menggetarkan kalbu Fauziah juga. Tubuh hangat Arjuna yang memeluknya memberikan kenyamanan. Fauziah bingung harus ngapain.
Arjuna, di lain pihak, merasa tersiksa. Ia sudah horny sekali namun kini harus pura-pura tertidur. Masalahnya, kepala Arjuna serasa mau pecah menahan libido. Apa yang harus dilakukannya? Apa lagi kini Fauziah tidak berusaha membangunkannya lagi, melainkan malah terdiam di tempat tidur.
Arjuna yang cerdik berlagak mengigo,
“Mama Fauziaaah………………..mmmm…….. Mama Fauziah……….”
“Jun, kamu sudah bangun?”
Arjuna terus berlagak meracau di tempat tidur,
“Mama Fauziaah…………. Mama sayang Jun, tidak?....”
“Jun?”
“Arjuna sayang Mama Fauziah…….. mmmmmmmmmmm……..”
Lalu Arjuna belagak sedang memeluk guling dalam tidurnya dan mempererat rangkulannya. Fauziah terkejut. Rupanya Arjuna sayang pada dirinya. Tampaknya ini yang benar-benar dirasakan Jun, karena Jun berbicara dalam tidurnya. Fauziah agak bingung. Arjuna menunjukkan rasa sayang kepada ibu kandungnya dengan meniduri dan menghamili perempuan itu. Apakah artinya Arjuna juga ingin menyetubuhinya?
Pertama kali pikiran ini melintas, Fauziah merasa jijik dan sebal. Namun semakin dipikirkan, ada rasa aneh menyeliputi dadanya. Fauziah mengingat saat-saat ia lihat Arjuna sedang bersenggama dengan Dewi atau Annisa. Mereka begitu menikmati keintiman itu. Apalagi, kontol Arjuna yang lumayan besar dan panjang. Lama kelamaan memek Fauziah basah juga. Ia menelan ludah lalu mendekap tangan kanan Arjuna yang sedang melingkar diperutnya dengan tangan kanannya sendiri.
Arjuna senang sekali. Kini terbukti bahwa Fauziah tidak membenci atau jijik padanya. Buktinya perempuan itu malah mendekap tangannya. Langkah pertama Arjuna berhasil. Sambil menyeringai lebar, karena Fauziah tidak dapat melihat, Arjuna memikirkan langkah selanjutnya.
Tak lama kemudian Fauziah tiba-tiba memutar badannya, dengan tangan kiri memegang tangan kanan Arjuna sehingga badan Arjuna dan Fauziah tetap berangkulan sampai keduanya berhadapan.
“Jun…. Jun….. bangun…”
Namun suara Fauziah tidak keras melainkan perlahan. Arjuna yang sedang memejamkan mata hanya merasakan tiba-tiba saja tangan kanan Fauziah menyusup di samping kiri badannya antara tubuh Arjuna dan tempat tidur. Sekarang Fauziah memeluk tubuh Arjuna.
Arjuna otomatis beringsut mendekap sambil tetap memejamkan mata. Tadi tubuhnya setengah miring ke kanan dengan tangan kiri di belakang tubuh, kini tangan kirinya ikut menyusup ke bawah dan melingkari tubuh ibu tirinya itu. Sementara, kaki kanan Arjuna kini di antara kedua kaki Fauziah yang menjepit.
Fauziah menahan nafasnya ketika ia merasakan Arjuna memeluk dirinya. Arjuna berusaha menatap wajah Arjuna namun wajah itu kini menempel di dadanya.
“Kamu sudah bangun, Jun?”
Arjuna pura-pura masih pulas dan tidak menjawab.
Tangan kiri Fauziah mulai mengelus-elus rambutnya. Arjuna mulai frustasi. Ia dapat mencium bau tubuh Fauziah dengan jelas. Fauziah adalah tipe perempuan yang bau tubuhnya tidak menyengat dan dapat dibilang cukup harum tanpa minyak parfum.
Arjuna berfikir bahwa ini saat tepat untuk bangun. Fauziah akan malu, namun Arjuna akan menunjukkan bahwa ia suka dipeluk Fauziah.
Arjuna mendongakkan kepalanya dan pura-pura bingung.
“Ma?”
Ia menatap Fauziah dengan tatapan bingung. Fauziah gelagapan dan mengendurkan pelukannya. Namun dengan cepat Arjuna mendekap Fauziah erat-erat dan berkata,
“Aduh, senangnya dipeluk Mama Fauziah. Jun kirain selama ini Mama Fauziah ga sayang sama Arjuna.”
“Kenapa begitu?”
“Karena kita tidak pernah pelukan kayak begini.”
Fauziah bermaksud melepaskan dirinya.
“Jangan dulu dong, Ma. Arjuna sangat senang disayangi Mama Fauziah. Sebentar lagi, ya? Kan tadi Mama Fauziah yang peluk. Jun bangun udah di peluk Mama. Sekarang Jun minta Mama jangan lepasin pelukannya,.”
Fauziah bingung. Namun ia hanya terdiam. Dapat dirasakannya dekapan kuat anak tirinya itu. Nafas anak itu di dadanya yang hangat terasa di kulit. Untuk beberapa lama mereka berpelukan. Lalu Fauziah mengelus kepala Arjuna dan berkata,
“ udah ya? Kita kan harus bisnis lagi.”
Arjuna mengelus punggung Fauziah dan berkata,
“bentar lagi, dong…. Mama harum banget. Lebih harum dari Ibu maupun Kak Annisa.”
Fauziah menjadi sumringah. Wanita mana yang tidak senang bila dibilang lebih baik daripada wanita yang lain?
“Mama kan belum mandi.”
“Masa sih. Kok harum gini ya? Ga pakai parfum?”
“Ya enggak, lah. Kan baru bangun.”
“Tapi sumpah deh. Baunya wangi banget.”
Tiba-tiba Fauziah merasakan Arjuna mengendus-endus dadanya, ini menyebabkan Fauziah merasakan bagai disetrum. Seluruh tubuhnya seakan linu dan tak berdaya. Nafas Arjuna di dadanya membuat ia merasakan hal-hal yang telah lama ia lupakan.
Serangan Arjuna yang tiba-tiba datangnya, tiba-tiba pula berhenti. Arjuna melepaskan diri dari pelukan Fauziah. Dan kembali tiba-tiba, Arjuna mencium pipi Fauziah.
“Terimakasih, Ma. Udah mau peluk Arjuna,” kata Arjuna setelah mencium pipi Fauziah,”Arjuna mandi duluan ya.”
Ketika Arjuna meninggalkannya untuk mandi, membuat Fauziah tiba-tiba saja merasakan kekosongan. Ada rasa kecewa menghampiri. Namun Fauziah memutuskan untuk memendam jauh-jauh perasaan itu. Hanya saja, kedekatan mereka berdua sudah tak dapat ditarik kembali. Dan faktanya, Fauziah menyukai kedekatan itu.
  Hari ketiga mereka di Jakarta, pertemuan bisnis hanya ada dua kali. Sisanya Fauziah mengajak Arjuna untuk shopping di mall. Fauziah membeli banyak oleh-oleh untuk keluarga, namun hadiah yang paling banyak adalah untuk Arjuna. Arjuna gembira sekali, karena ini menunjukkan tidak ada rasa marah dari ibu tirinya itu.
Mereka makan malam di restoran pada pukul enam. Arjuna mengatakan bahwa ia capek dan pegal sehingga waktu makan malam dimajukan. Padahal, ia ingin satu tempat tidur lagi dengan Fauziah. Fauziah menuruti saja karena ia sebenarnya sudah mulai ada rasa juga kepada anak tirinya itu, namun dalam pikirannya ia masih membantah dirinya sendiri.
Jam tujuh mereka sudah tiba di kamar tidur.
“Arjuna sudah capek mau tidur,” kata Arjuna,”Mama capek ga?”
“Ya Mama capek juga lah.”
“Ya sudah. Mama tidur aja langsung kalau begitu. Arjuna mandi dulu.”
“Masak kamu mau tidur di samping orang yang bau sih?”
“Mama Fauziah itu harum biar belum mandi. Arjuna ga masalah kalau Mama Fauziah belum mandi dan kita berbagi tempat tidur. Malah Arjuna merasa senang. Lagipula Mama Fauziah kan capek.”
“Kalau begitu kamu juga ga usah mandi. Mama juga ga masalah. Kamu kan juga capek.”
Di dalam hati, mereka berdua menyukai bau lawan jenisnya itu. Apalagi sudah tidak sabar untuk mengalami kedekatan seperti tadi lagi.
“Ya udah deh. Arjuna ganti sarung dulu. Mama ganti baju tidur di kamar mandi saja. Arjuna di sini saja.”
Fauziah bergegas mencari gaun tidurnya dan lalu masuk kamar mandi. Namun pintu tidak ditutup rapat. Fauziah mengintip ketika anak tirinya membuka baju hingga hanya singlet dan celana dalam. Lalu Arjuna membuka CDnya dan terlihat burung yang sudah tegak. Fauziah menelan ludah. Sayangnya Arjuna lalu memakai sarung dan bergegas ke tempat tidur.
Fauziah membuka bajunya lalu memakai gaun tidur. Gaun tidur yang lain dari kemarin. Memang Fauziah jarang tidur dengan gaun yang sama, oleh karena itu ia selalu membawa tas besar bila berpergian. Gaun tidur ini transparan di bagian perut dan bagian rok yang pendek, sementara untuk bagian payudara, walaupun transparan pada banyak bagian tapi pada bagian putingnya memiliki kain yang tidak transparan, sehingga tidak memperlihatkan putingnya. Hanya saja bagian dada yang ditutupi hanya setengah payudara, sehingga bulatan atas teteknya dengan belahan dada terlihat jelas. Untuk rok, walaupun transparan, tapi Fauziah memakai celana dalam berwarna merah sehingga tidak menunjukkan bulu jembutnya. Yang unik dari gaun ini adalah, gaun ini tidak punya tali lengan, melainkan jenis
Fauziah beralasan dalam hati bahwa ia sudah lama tidak pakai gaun ini. Gaun tidur yang mahal karena buatan luar negeri. Maka ia ingin memakainya. Padahal sebenarnya Fauziah berusaha menyangkal suara hatinya yang mengatakan bahwa tidak pantas memperlihatkan tubuh kepada anak tirinya dengan mencari-cari alasan pembenaran tindakannya itu.
Arjuna meneguk ludahnya ketika melihat Fauziah keluar kamar mandi. Tubuh Fauziah yang tinggi dan bahenol sungguh mengundang decak kagum. Walau memakai gaun tidur, namun gaun itu bukannya menutupi malahan menambah aksen keindahan tubuhnya. Arjuna jatuh cinta. Sebelumnya ia memang naksir Fauziah, tapi setelah tiga hari ia merasakan gejolak yang sama ia rasakan ketika ia melihat ibu kandungnya telanjang. Arjuna tahu, ini adalah cinta. Ia cinta ibu tirinya.
Fauziah menyadari bahwa hawa di ruangan tidak dingin lagi. Dilihatnya AC mati.
“Kok AC dimatikan?”
“Jun mau pilek, Ma. Ga apa-apa ya?”
Fauziah hanya mengangkat bahu tanda tak begitu peduli, lalu merebahkan diri di tempat tidur. Selimut bed cover tampak terlipat rapi di bagian kaki.
Arjuna melihat lirikan Fauziah ke selimut itu lalu berkata,
“Kalo AC mati dan kita pakai selimut kan jadi panas. Nanti keringatan.”
Fauziah mengangkat bahu lagi. Lalu menghela nafas, namun tidak berkata apa-apa.
“Mama Fauziah mau dipijat? Keliatannya capek banget.”
Padahal, hari ini mereka tidak begitu capek. Fauziah pun tidak terlihat seperti orang yang letih. Bahkan cenderung tampak seperti orang yang sedang fit. Namun, Arjuna mengatakan ini sebagai testing untuk melihat reaksi Fauziah.
“Capek, sih. Tapi kamu kan juga capek?”
“Arjuna kan laki-laki. Mama Fauziah kan perempuan. Lagian, kan Jun bisa pijit Mama sambil tiduran. Mama Fauziah membelakangi Jun.”
Fauziah menurut saja. Ia suka pijatan Arjuna.
Setelah Fauziah membelakangi Arjuna sehingga mereka berdua berbaring miring searah, Arjuna mulai memijat perlahan bahu Fauziah. Fauziah mulai menikmati pijatan itu. Namun ada yang berbeda kali ini. Selain memijat, terkadang Arjuna mengusap dengan telapak tangan terbuka di bahu Fauziah.
Setiap kali Arjuna mengusap, maka bulu kuduk Fauziah merinding. Namun tak pernah Arjuna mengusap berturut-turut dua kali, melainkan hanya sekali lalu memijat lagi. Lama kelamaan Fauziah menikmati usapan itu juga. Ada kenikmatan lain yang ia rasakan ketika telapak Arjuna mengusap perlahan bahunya.
Tak sadar, sekali waktu Fauziah menggumam menunjukkan nikmat ketika Arjuna mengusap bahunya.
“Enak ya, dipijat kayak gini, Ma?”
Fauziah antara malu dan nikmat hanya menggumam setuju.
Arjuna akhirnya kini mengusapi kedua bahu Fauziah. Arjuna begitu menikmati kulit licin bahu ibu tirinya itu. Licin dan halus sekali. Kulit yang sering dirawat di salon. Sekali waktu, jemari kanannya menyusup di bawah tali gaun tidur itu, kemudian ia mendorong sambil mengelus ke arah lengan kanan sehingga tali gaun tidur itu terlepas dari bahu dan jatuh ke lengan kanan.
Merinding tengkuk Fauziah ketika dirasakannya tali gaun sebelah kanan telah meninggalkan bahunya. Berhubung gaun itu tipis dan fleksibel, maka kini tali itu hampir menyentuh sikunya. Dengan gerakan sedikit, tali itu dapat terlepas dari tangannya. Berdebar dada Fauziah. Ini sungguh berbahaya. Seharusnya ini dihentikan. Tapi Fauziah sedang menghadapi dilema juga.
Namun, Jun kembali mengusapi bahunya. Tangan kanan itu bahkan kini membelai terkadang dengan jemari bagian atas, kadang dengan jemari bagian bawah. Jelas sekali ini bukan pijat, tetapi sentuhan erotis. Fauziah menikmati sekali hal ini. Ia mengingat nikmatnya hubungan lelaki dan perempuan sehingga tak kuasa menolak.
“sekarang Jun pijat tangan kanan Mama.”
Jun lalu duduk. Fauziah menjadi kecewa ketika didapatinya Arjuna benar-benar memijat daerah lengan kanannya. Bukan membelai. Namun lama kelamaan ia merasakan tali gaun itu terdorong tangan kanan Jun sehingga mencapai siku. Saat itu Arjuna berkata,
“sambungan siku bisa dibunyikan, lo.”
Lalu dengan tangan kiri, Arjuna menarik lengan kanan Fauziah, namun tangan kanan Jun menahan tali gaun sehingga dalam satu gerakan cepat tali gaun itu lepas dari tangan Fauziah. Berdebarlah jantung Fauziah begitu tahu maksud Arjuna. Kini bagian kanan gaunnya tidak lagi ditahan bahu melainkan sudah terbebas. Untungnya karena tali gaun kiri masih nyantol, maka dadanya belum terekspos.
Arjuna masih belagak memijat tangan Fauziah. Lalu berkata,
“balik badan, Ma. Yang sebelah kiri.”
Padahal kalau memijat beneran, seharusnya bagian bawah lengan dan telapak juga dipijit. Tapi Arjuna sudah tidak tahan. Fauziah memejamkan matanya lalu membalikan badan menghadap Arjuna. Arjuna memijat lengan kiri itu sebentar lalu dengan cara yang sama dengan tadi melepaskan tali gaun dari bahu dan tangan ibu tirinya.
Setelah memijat beberapa saat, Arjuna berkata,
“Ma, balik badan lagi. Mau dipijit kepalanya.”
Fauziah sedikit lega. Karena dari tadi ia sudah merasa malu sehingga harus memejamkan mata sementara kedua tali gaunnya dilepas. Ketika sudah kembali berbaring miring, Fauziah merasakan Arjuna memijat kepalanya dengan kedua tangannya. Namun hanya yang kanan yang terasa memijat. Tangan kiri Arjuna tampak berusaha memijat namun dengan susah payah karena bagian kiri kepala Fauziah tertahan bantal.
“susah, Ma. Coba duduk deh. Biar semua kepalanya bisa dipijat.”
Fauziah meneguk ludah. Arjuna ternyata pintar sekali mengajak perempuan untuk melakukan hal yang tabu tanpa membuat malu. Namun, Fauziah sudah mulai horny memikirkan semua perlakukan Jun padanya, apalagi ajakan pijat terselubung ini.
Fauziah duduk. Sementara tanpa sepengetahuan Fauziah Arjuna melepas sarungnya lewat kepala sehingga kontolnya bebas. Sementara itu lengan Fauziah tidak mengepit badan dengan harapan gaun tidur jatuh ke bawah, namun kedua payudaranya yang besar menahan gaun itu jatuh. Arjuna tampaknya paham problem ini, maka setelah hanya beberapa menit pijat kepala, Arjuna segera berkata,
“Sekarang punggung ya…”
Arjuna yang duduk di belakang Fauziah dengan leluasa mulai memijat punggung Fauziah . Sesuai dengan cara pijat yang benar, ia memijat dari bawah ke atas. Ia menggunakan teknik dua jempol yang menekan pinggir tulang pinggang dan menyusur ke atas secara bergantian. Namun tiap kali jempolnya menekan dan dilepas, ketika gerakan lepas itu bukan dengan menarik ke belakang, melainkan ke bawah sehingga sedikit menyeret kain itu ke bawah. Berhubung gerakan pijat itu cepat dan cukup kuat, maka ketika kedua jempol belum sampai tengah pinggang maka gaun tidur itu jatuh ke bawah dan berjumbel di pinggang.
Arjuna mencoba sabar dengan terus memijat ke atas sampai bahu. Namun, kalau biasanya tukang pijat akan mengulangi gerakan dari bawah ke atas menggunakan metode yang sama, kali ini ia malah kembali mengelus bahu Fauziah.
Fauziah merinding lagi kena belai di pundaknya. Apalagi ia merasakan usapan Arjuna mulai bergerak ke tengah punggungnya. Arjuna tahu-tahu menyusupkan tangan di bawah ketiak Fauziah sehingga telapak tangannya kini memegang pinggir kedua belah payudara Fauziah. Fauziah merintih pelan.
Arjuna yang mendengarnya berkata,
“Pegalnya di sini, Ma.”
Lalu Arjuna mulai mengusap-usap gundukan samping payudara Fauziah yang besar itu. Fauziah mulai mendesah bagaikan baru makan rujak. Arjuna lalu merapatkan diri ke depan sehingga kini kedua kakinya di samping kedua kaki Fauziah dan kontolnya menyentuh punggung bawah Fauziah.
Merasakan kontol Arjuna di pinggangnya, Fauziah berkata,
“ssssh……. Arjunaaaaa!.....……..”
“wah….. kayaknya pegalnya parah, Ma…….. tapi bukan di situ sumbernya……..”
Dengan penuh nafsu Arjuna memeluk Fauziah dari belakang lalu kedua telapaknya meremas kedua payudara perempuan itu. Fauziah mengerang,
“Ohhhh………….. Juuuuun…………………. Ssssssssssssshhhhhh………”
Arjuna menciumi punggung ibu tirinya yang harum itu sambil meremas kedua teteknya. Kedua telapak tangannya bahkan tidak bisa menggenggam secara penuh payudara yang bulat dan besar itu. Tubuh harum Fauziah sungguh halus dan licin.
“Jun sayang Mama……..” kata Arjuna perlahan di antara kecupan-kecupan bibirnya yang menghujami punggung halus Fauziah,”Jun harus mendapatkan Mama Fauziah…….”
Lalu Arjuna menarik tubuh Fauziah hingga perempuan itu berbaring telentang. Gerakan Jun perlahan tapi pasti. Fauziah merasa di awang-awang. Saat ini, Fauziah merasa berada di suatu dataran yang penuh dengan erotisme. Segala sentuhan dari anak tirinya membuat dirinya di mabuk asmara. Fauziah baru menyadari bahwa ia telah jatuh cinta kepada Arjuna.
Memang, pertama kali ia melihat Arjuna ia hanya sekedar melihat bahwa Waluyo memiliki anak yang mirip dengan Waluyo muda. Walaupun tubuhnya masih belum setinggi dan sekekar ayahnya, Arjuna sudah memiliki postur tegap dan kekar. Wajah Arjuna mirip dengan Waluyo juga. Tetapi, kehangatan yang Arjuna miliki lebih besar daripada ayahnya. Bahkan, Waluyo dari dulu bersikap dingin. Hubungan seks yang mereka lakukan selalu monoton dan ada kesan Waluyo hanya melakukan kewajiban sebagai suami.
Sebaliknya, tiap kali Fauziah melihat Arjuna sedang bersenggama dengan salah satu isterinya, Fauziah dapat melihat ada sinar birahi yang menyala pada pandangan Arjuna. Dan Fauziah merasakan kecemburuan melihat betapa Arjuna dan isteri-isterinya begitu menikmati kebersamaan mereka. Ada pancaran kebahagiaan yang keluar dari ketiga manusia itu. Dewi, Annisa dan Arjuna selalu ceria dan tampak tidak ada kesusahan dalam hidup mereka.
Fauziah mulai melihat Arjuna bukan sebagai remaja, melainkan seorang lelaki yang dapat membahagiakan keluarganya. Arjuna begitu menyayangi kedua isterinya dan selalu mendahulukan kepentingan isteri-isterinya. Maka, mau tidak mau mulai tumbuh rasa kagum dalam diri Fauziah terhadap anak angkatnya itu.
Kini Fauziah telah berbaring di tempat tidur dengan tubuh setengah telanjang. Dadanya tersengal-sengal menahan nafsu karena menanti gerakan Arjuna. Arjuna tampak tidak tergesa-gesa. Anak itu tersenyum bahagia. Fauziah dapat melihat binar birahi yang meledak-ledak pada pancaran mata Arjuna yang menyebabkan Fauziah merasa bahagia. Akhirnya pancaran birahi itu kini ditujukan padanya.
Arjuna membuka sarungnya hingga telanjang. Tubuhnya yang mulai menunjukkan otot-otot kelelakian seakan menjanjikan kehangatan dan keintiman yang maskulin. Dengan perlahan Arjuna melorotkan gaun tidur ibu tirinya. Fauziah membantu dengan sedikit mengangkat pantatnya. Kini tubuh Fauziah hanya ditutup oleh celana dalam. Arjuna sejenak menikmati pemandangan ini.
Seorang perempuan keturunan Arab yang cantik, berkulit putih mengkilat dengan dada yang besar, yang karena besarnya dan kencangnya, kedua payudara itu tidak jatuh menggelayut ke samping melainkan tampak tegak menantang dan hanya tampak sedikit melebar ke samping dan melesak ke dalam, namun tetap menunjukkan lekuk bulat yang hampir sempurna. Payudara itu naik turun seiring dengan nafas yang memburu.
Akhirnya Arjuna melorotkan celana dalam Fauziah. Jembut yang rapi tercukur menghiasi selangkangan Fauziah. Bibir memeknya yang rapat tampak menambah kecantikan perempuan itu. Setelah mengagumi tubuh seksi ibu tirinya sesaat, Arjuna mulai menindih Fauziah dengan kepala sejajar sehingga kontolnya jatuh di bagian bawah perut Fauziah yang menyebabkan biji peler Arjuna menekan jembut ibu tirinya itu.
Ketika wajah mereka hanya tinggal kurang dari satu senti, Arjuna berbisik,
“Mama Fauziah……. Mau enggak jadi isteri Arjuna?”
Kedua mata Fauziah berkaca-kaca karena terharu dan bahagia. Dengan menahan sedikit isak, perempuan itu berkata,
“Mama terserah mau diapain Arjuna…..”
Dengan itu, Arjuna mengecup bibir Fauziah. Fauziah memeluk kepala anak tirinya itu dan Arjuna balas memeluk kepala ibu tirinya. Ciuman mereka dilakukan perlahan. Arjuna dapat menilai bahwa Fauziah orangnya ingin melakukan sesuatu dengan perlahan dan penuh erotis. Buktinya perempuan itu tak menunjukkan sikap ingin melakukannya dengan brutal seperti Annisa. Fauziah selalu merespon gerakan Arjuna dengan gerakannya sendiri yang juga pelan. Fauziah adalah jenis perempuan yang ingin menikmati sesuatu berlama-lama.
Mereka berciuman penuh dengan perasaan, tidak ada ketergesaan dalam gerakan mereka. Kedua bibir itu saling bertautan seiring seirama seakan mereka sedang bergerak mengikuti musik yang sama. Mereka memang sedang bermain musik, musik percintaan.
Lalu Arjuna mulai merambah mulut ibu tirinya dengan lidahnya. Fauziah yang merasakan lidah Arjuna menyapu-nyapu bibirnya, mulai mengimbangi dengan mengeluarkan lidahnya sendiri dan menyambut serangan lidah Arjuna. Keduanya saling menukar lidah, yang membuat birahi mereka makin meningkat.
Lama-kelamaan ciuman mereka makin hot dan liar. Suasana kamar yang panas karena AC dimatikan menjadikan tubuh mereka yang tadinya kering, mulai mengeluarkan peluh karena selain udara yang hangat, kedua tubuh yang berhimpitan itu masing-masing mengeluarkan panas tubuh yang semakin menjadi.
Bau tubuh Fauziah makin tercium jelas. Bau wangi Fauziah membuat kontol Arjuna berdenyut-denyut minta dimasukkan ke dalam lubang kenikmatan milik perempuan itu. Dengan tak sabar, Arjuna mengangkat tubuhnya, lalu menarik kedua kaki Fauziah ke samping. Arjuna duduk di bawah selangkangan ibu tirinya. Dibukanya bibir kemaluan ibu tirinya dengan kedua tangannya. Memek Fauziah tampak lebih rapat dari memek Dewi. Dan bagian dalam memek itu berwarna pink cerah dan mengeluarkan aroma wangi.
Arjuna menerjunkan kepalanya ke selangkangan Fauziah. Ia mulai menjilati memek yang belum pernah disentuhnya itu. Memek Fauziah demikian legitnya dan bisa dikatakan, lebih terawat daripada memek ibu kandungnya dan bahkan memek Annisa. Dewi adalah orang kampung, sementara Annisa adalah remaja perempuan yang tidak setelaten Fauziah dalam merawat kelamin. Mungkin juga Fauziah sudah mengajarkan cara merawat kemaluan, namun Annisa memiliki sifat yang tidak sabar dan ada sedikit watak liar dalam diri Annisa, sehingga Annisa tidak terlalu memperhatikan hal-hal seperti ini.
Arjuna merasakan memek ibu tirinya yang cantik itu dan memutuskan bahwa memek Fauziah, selain indah juga memiliki rasa yang paling nikmat kalau dibandingkan memek ibu kandungnya maupun kakaknya sendiri. Arjuna berfikir dalam hati bahwa menjilati memek Fauziah setiap hari, adalah salah satu hobby barunya yang akan ia lakukan seterusnya.
“Jun…… cukup………” Kata Fauziah. Perempuan itu kini merasakan tubuhnya seakan disetrumi listrik yang nikmat, lidah Arjuna menggelitik memeknya dengan lahap yang membuat vaginanya itu kini sudah basah kuyup tersiram cairan vaginanya sendiri dan juga karena air liur dari mulut Arjuna. Arjuna memang pintar menggarap daerah sensitif wanita, namun, Fauziah ingin lebih. Katanya lagi,
“Masukkin, Jun……………”
“Masukkin apa, Ma?”
“Masukkin burung kamu…”
“Kontol Jun mau dimasukkin ke mana, Ma?”
Fauziah adalah perempuan pintar. Buktinya bisnisnya selalu berkembang menjadi lebih besar. Kini, Fauziah tahu bahwa Arjuna adalah lelaki yang suka berbicara jorok bila sedang bersenggama. Sungguh beda dengan Waluyo yang dingin itu. Maka kata Fauziah,
“Masukkin kontolmu ke dalam memek Mama, Jun……. Mama udah ga sabar kamu entot…..”
Arjuna nyengir bahagia. Ia segera menaruh kontolnya di lubang memek ibu tirinya itu. Fauziah yang tak sabar setengah bangung untuk meraih pantat anaknya itu lalu dengan kuat menarik pantat Arjuna, Arjuna merasakan tarikan itu ikut menambah dengan mendorong pantatnya ke depan.
Dalam satu gerakan panjang, kontol Arjuna ambles masuk ke dalam kemaluan ibu tirinya itu. Memek Fauziah sangat kencang. Walaupun tidak sekencang memek Annisa ketika pertama kali Arjuna setubuhi, namun memek itu lebih kencang dari memek ibu kandungnya. Arjuna mengerang keras merasakan kini kontolnya diselubungi oleh dinding lubang memek ibu tirinya yang rapat itu. Fauziah pun melenguh nikmat.
“Aaahhhhh……… kontol kamu besar banget, Jun……………..”
“Oooohhhhhhhhhhh…… memek Mama Fauziah rapat banget…….. nikmat.”
“entotin Mama, Jun….. entotin Mama……..”
Arjuna sedikit mendoyongkan badan ke arah tubuh ibu tirinya yang sedang berbaring itu dan menaruh kedua tangannya di samping perempuan itu. Arjuna masih ingin menikmati pemandangan perempuan Arab yang seksi yang sedang telanjang dan bersetubuh dengannya, lalu Arjuna mengocok memek Fauziah dengan kontolnya. Fauziah mulai memutar pantatnya dan menggerakkan otot memeknya membuka menutup seakan meremas-remas kontol Arjuna sambil terus mendekap pantat remaja itu. Arjuna merasa nikmat sekali mengentot ibu tirinya itu. Matanya menatap kedua toket Fauziah yang basah oleh keringat yang terguncang-guncang mengikuti gerakan persenggamaan mereka berdua.
Maka Arjuna merubah posisi sehingga menggenggam kedua payudara ibu tirinya sambil terus mengocoki kemaluan Fauziah. Sambil meremas kedua tetek Fauziah yang besar, Arjuna terus menghujami liang senggama ibu tirinya dengan tusukan-tusukan kontolnya.
Fauziah sudah berada di surga ke tujuh. Sudah lama tidak ada lelaki yang menafkahinya secara batin. Kini memeknya sedang diaduk-aduk Arjuna dan kedua teteknya diremasi oleh anak tirinya itu. Sungguh Fauziah merasa bahagia sekali.
Kedua selangkangan mereka beradu berkali-kali sehingga menyebabkan terdengar suara tepukan selangkangan berkali-kali. Memek Fauziah yang basah kuyup terus mengeluarkan cairan pelumas. Fauziah dan Arjuna sedang menarikan tarian primitif mahluk hidup. Tarian pembuahan manusia. Tarian perkembang-biakan.
Arjuna kini setengah menindih ibu tirinya dan mulai menjilat dan menyedot payudara kanan ibu tirinya. Rasanya sedikit asin namun tidak dipikirkan lagi oleh Arjuna. Bau tubuh ibu tirinya kini seakan memenuhi benak Arjuna, membuat ia lupa akan segalanya. Yang menjadi satu-satunya hal di pikirannya adalah persenggamaan ini. Apalagi Fauziah adalah perempuan yang paling cantik di keluarga mereka. Paling seksi. Perut perempuan ini rata, tubuhnya yang besar tidak menunjukkan lemak yang berlebih, walau tidak berotot seperti model-model internasional. Namun, lekuk tubuh Fauziah dapat dibilang bagaikan perempuan di usia dua puluh tahunan saja. Hal ini adalah salah satu alasan kenapa Arjuna begitu ngebet ingin menggarapnya pula.
Fauziah merasakan lidah dan mulut Arjuna mulai menggagahi toketnya juga. Sementara tetek yang satu lagi tetap diremas-remas Arjuna. Remasan itu kini makin kuat saja terasa. Apalagi kontol Arjuna mulai bertambah cepat dan benturan selangkangan mereka makin lama makin menguat. Fauziah meremas-remas rambut Arjuna sambil mendesah dan mengerang kenikmatan,
“yeaaah……. Isep tetek Mama, Jun………….. isepin sambil setubuhi Mama……… entotin Mama terus, Jun…. Mama mau nyampe nih…………. Kocokin memek Mama pake kontolmu yang besar itu, Jun… setubuhi Mama……… setubuhi teruuuuus…………”
Sambil menyedoti payudara ibu tirinya, sesekali Arjuna menimpali,
“Tubuh Mama Fauziah enak…. Mmmmmmmm…… tetek Mama nikmat disedotin dan dijilatin…… mmmmmmmmmmmmmm……. Memek Mama rapet dan maknyuuuuuuuus…………..”
Fauziah sudah sebentar lagi akan orgasme, maka dengan brutal kini ia menarik pantat Arjuna kuat-kuat setiap kali Arjuna menyodok memeknya.
“entot yang keras, Juuuun…………. Mama mau sampaiiiiiiiiiii……. Yang keras tekannya……… teruuus……….. jangan berhentiiii……. Entotin Mama keras-keras….. yaaaa…. Begitu, Juuuuun…. Mama mau sampeeeeee……. Dorong kontolmu kuat-kuaaaaaaaaaaaaaaaaat……………”
Kini Arjuna menindih ibu tirinya, sementara mulutnya sudah berhenti menjilat dan menyedot. Mulutnya kini hanya mengenyot puting merah muda Fauziah keras-keras.
Dalam keharmonisan gerakan ngentot, mereka berdua akhirnya mencapai puncak kenikmatan.
“Arjuna sembuuuuuuuuuur memek Mamaaaaaaaaaaaaaaa….. terima peju Arjuna, Maaaa… Arjuna mau hamilin Mamaaaaaaaaaaa…………….”
“penuhi rahim Mama dengan peju kamu, Juuuuuuuuuuuuun……….. Mama sampeeeeeeeeee………….”
Akhirnya Arjuna lemas dan tiduran masih menindih Fauziah. Keduanya lemas setelah persenggamaan itu.
Semenjak saat itu, Fauziah menjadi salah satu isteri Arjuna. Tiga bulan kemudian ia hamil. Tidak ada pertentangan di keluarga, karena Fauziah adalah pencari nafkah bagi keluarga. Selain itu, Dewi dan Annisa juga sayang pada Fauziah sehingga rela berbagi dengan perempuan itu.

EPILOGUE

Pada bagian pendahuluan, aku telah mengatakan bahwa tidak ada orang yang tahu. Tetapi tentunya jadi pertanyaan, kenapa aku tahu?
Aku adalah anak dari Arjuna dengan Annisa. Namaku Febri. Ayahku, Arjuna telah meninggal ketika aku berusia dua belas tahun. Itu terjadi lima tahun yang lalu. Kini, aku berusia tujuh belas tahun. Ayahku meninggal ketika dalam perjalanan ke Jakarta bersama Mama Fauziah. Sementara, kakekku Waluyo telah pindah dengan kekasihnya.
Aku tinggal bersama Bunda Dewi (baik Mama Fauziah dan Bunda Dewi tidak mau dipanggil nenek atau Oma), yang kini berusia 46 tahun, ibuku Annisa, 34 tahun, Kakakku, Ayu dari Mama Dewi yang berusia delapan belas tahun dan adikku, Ulfa, berusia 16 tahun. Ketiga isteri Ayahku tidak memiliki anak lagi, karena mereka KB dan takut kebanyakan anak.
Kembali ke pokok pembicaraan, aku tahu sejarah Ayahku karena aku memiliki pengalaman incest juga seperti ayahku itu. Namun itu adalah cerita yang lain. 


TAMAT